Aturan BOS Tidak Berdasarkan Kajian Akademis
Anggota Komisi X DPR, Zainudin Maliki, dalam diskusi virtual bertema "Dana BOS: Kebijakan Populis?" di Jakarta, Sabtu (11/9)
Foto: Koran Jakarta/Muhamad MarupJAKARTA - Aturan mengenai Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler dinilai tidak berdasarkan kajian akademis. BOS mengikuti Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Demikian penilaian Anggota Komisi X DPR, Zainudin Maliki, dalam diskusi virtual bertema "Dana BOS: Kebijakan Populis?" di Jakarta, Sabtu (11/9).
"Peraturan ini tidak ada naskah akademiknya, lalu dikeluarkan sebagai kebijakan yang akhirnya malah menimbulkan kegaduhan," ujarnya. Dia menambahkan, dari 13 episode kebijakan Merdeka Belajar, banyak juga tidak menyertakan kajian akademis yang jelas.
Zainudin menyebut, aturan tersebut menjadi bukti bahwa kementerian berpikir sangat elitis. Bantuan malah diberikan kepada sekolah-sekolah yang sudah mapan. "Sehingga sekolah-sekolah yang berada di lapisan bawah tidak mendapat perhatian semestinya. Seharusnya sekolah belum mapan justru mendapat perhatian lebih besar," jelasnya.
Sebelumnya, Aliansi Organisasi Penyelenggaraan Pendidikan yang terdiri dari PB PGRI, LP Maarif NU, Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik, menolak aturan tersebut karena terkesan diskriminatif. Aturan menyebutkan, sekolah yang boleh menerima dana BOS reguler minimal memiliki 60 siswa dalam 3 tahun.
Zainudin menjelaskan, dalam aturan tersebut memang tercantum pengecualian. Hal tersebut berlaku bagi Sekolah Terintegrasi, Sekolah Luar Biasa, Sekolah di daerah Khusus maupun sekolah pada wilayah kepadatan penduduk rendah. Hanya, dia menyebut masih banyak sekolah dengan jumlah siswa di bawah 60 tapi berada di luar pengecualian tersebut.
"Padahal, mereka berkontribusi untuk mencerdaskan anak-anak," tandasnya. Sebelumnya, Mendikbudristek, Nadiem Makarim, memastikan aturan terkait dana BOS reguler tidak akan dilaksanakan tahun 2021. Tapi kepastian tersebut masih berupa pernyataan lisan yang disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR, Rabu (8/9).
Fungsi Kontrol
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Heru Purnomo, menilai aturan terkait BOS reguler merupakan fungsi kontrol pemerintah. Menurutnya, jumlah peserta didik yang rendah membuat tidak efisien dalam pengalokasian sumber daya yang terkait dengan guru dan tenaga kependidikan.
"Sehingga layanan pendidikan tidak sesuai dengan harapan yang berakibat terjadi pemborosan anggaran negara," jelasnya. Heru menilai, sekolah swasta harus berkompetisi memenuhi target jumlah minimal siswa sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Menurutnya, sudah selayaknya yayasan menyediakan kebutuhan awal operasional pendidikan dan sanggup memberi gaji layak kepada guru. "Jadi, harus berani berjuang dan bekerja keras untuk berkompetisi guna memperlihatkan produk unggulan sebagai nilai jual sekolah," katanya.
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Respons CEO OpenAI tentang Model AI Tiongkok DeepSeek-R1: 'Mengesankan'
- 2 Setelah Trump Ancam Akan Kenakan Tarif Impor, Akhirnya Kolombia Bersedia Terima Deportasi dari AS
- 3 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 4 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 5 Diprediksi Berkinerja Mocer 2025, IHSG Sepanjang Tahun Ini Menguat 1,22 Persen
Berita Terkini
- Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi, Kemenperin Tingkatkan Kualitas Data Industri
- Usut Tuntas, Polisi Kejar Pelaku Ketiga pada Kasus Pembuangan Janin di Koja
- BMKG Ingatkan Warga untuk Waspadai Cuaca Ekstrem hingga 3 Februari
- Konflik Ini Akan Membawa Banyak Korban, UNICEF Serukan Bantuan untuk Kongo di Tengah Krisis Goma
- Klasemen Akhir Liga Champions, Muncul 8 Tim Langsung ke 16 Besar