Aturan Antimonopoli "E-Commerce" Mesti Diperketat
JAKARTA - Masih terpinggirnya produk-produk dalam negeri di etalase perusahaan perdagangan elektronik atau e-commerce dinilai karena aturan yang menetapkan komposisi barang impor dan lokal tidak disebut dengan jelas.
Sebab itu, pemerintah diminta untuk memperketat aturan antimonopoli di sektor e-commerce agar tidak membuka ruang terjadinya monopoli yang didahului dengan predatory pricing seperti yang dilakukan oleh produk jilbab Tiongkok terhadap produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef, Media Wahyudi Askar, dalam diskusi bertajuk "Produk Asing: Benci tapi Rindu, di Jakarta, Senin (8/3), mengatakan perkembangan intervensi pasar lewat algoritma, data, dan platform berjalan lebih cepat dibanding birokrasi dan regulasi di Indonesia.
Pasar e-commerce, jelas Askar, sudah lama tidak terkontrol sehingga pemerintah perlu bergerak lebih cepat, mengingat banyaknya kerja sama perdagangan yang melibatkan Indonesia. Pasar e-commerce di Indonesia dinilai sangat rentan menyebabkan market failure (kegagalan pasar), terutama ketika segelintir pemain mendisrupsi harga pasar dan menguasai ekosistem perdagangan.
"Pemerintah perlu perkuat aturan anti monopoli e-commerce. Kita akui kita lemah di situ. Jika tidak aksi monopoli rentan terjadi, di situlah pintu masuknya predatory pricing," kata Askar.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya