Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gizi Buruk - Relokasi Warga Berpotensi Timbulkan Konflik

Asmat Kekurangan Dokter

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kabupaten Asmat masih kekurangan dokter untuk menangani wabah campak dan gizi buruk. Beberapa pusat kesehatan masyarakat di Asmat bahkan tidak memiliki dokter. Dari 13 puskesmas yang ada, hanya ada tujuh orang dokter dan satu orang dokter spesialis.

"Jumlahnya terbatas, tapi ya kita bisa mengerti. Ini yang mesti dicari terobosan-terobosan," kata Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/2).

Gizi buruk dan busung lapar melanda Asmat sejak beberapa bulan terakhir. Buruknya gizi tersebut menjadi penyebab mewabahnya penyakit campak. Penyakit campak dan gizi buruk mengakibatkan 71 warga meninggal akibat terlambat memperoleh penanganan medis.

Nila mengatakan untuk menutupi kekurangan itu, pihaknya akan mengirimkan dokter yang menetap dan bertugas di puskesmas yang ada di Asmat. Harapan ke depannya, seluruh puskesmas di Asmat memiliki dokter.

"Ini kita coba kirim dokter, tetapi kita harus juga sadar mungkin untuk terlalu lama di sana tidak bisa. Tetap kita akan memperpendek. Jadi artinya, tiga bulan kita ganti, tiga bulan kita rotasi," kata Nila. Sementara untuk tenaga kesehatan lain, Nila menilai sudah cukup memadai. Total, ada 177 tenaga kesehatan yang terdiri dari perawat dan bidan.

Relokasi Terbatas

Sementara itu, Menteri Sosial, Idrus Marham, mempertimbangkan untuk melakukan relokasi terbatas terhadap warga Asmat dan daerah lainnya untuk menangani persoalan gizi buruk dan kesehatan di wilayah tersebut.

Relokasi terbatas itu akan mempermudah dalam mendistribusikan bahan pangan dan obat-obatan. "Kami sudah mempersiapkan beberapa program yang sudah jalan. Sebenarnya program pengembangan komunitas agak terpencil.

Ini selaras dengan apa yang ditanyakan Presiden, apa memungkinkan direlokasi, bukan relokasi total, melainkan relokasi terbatas," kata Idrus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Tetapi, relokasi ini mendapat penolakan dari Bupati Asmat Elisa Kambu dan para tetua adat di sana. Elisa beralasan memindahkan orangorang Papua tidak segampang itu karena terkait budaya, adat istiadat, hak ulayat, serta bagaimana mereka menanam dan sebagainya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan, Anak Yohana Yembise, juga tak sepakat dengan rencana Menteri Sosial itu. Menurut Yohana, rencana tersebut perlu dikaji lebih lanjut karena masyarakat Papua terdiri dari berbagai suku.

"Menurut saya, hal itu perlu dikaji dulu, suku, bahasa, dan budaya masyarakat Papua berbeda- beda. Papua itu terdiri dari 250 suku dan bahasa yang beda-beda," ujar Yohana di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Yohana menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan munculnya persoalan gizi buruk dan wabah campak di Kabupaten Asmat, Papua. Perubahan pola hidup masyarakat Papua ikut memengaruhi persoalan gizi buruk itu.

Ia mengungkapkan, umumnya warga Papua saat ini sangat tergantung dengan pasokan beras miskin dari pemerintah. "Tadinya mereka kan menanam ubi, sagu, tapi setelah raskin masuk mereka tergantung dengan raskin.

Jadi, saat raskin itu telat masuk ya bagaimana mau dapat makanan," ujar Yohana. Yohana mengatakan sejak mengenal beras, masyarakat Papua tak lagi berkebun dan menanam sagu atau ubi yang menjadi makanan pokoknya.

Ketika distribusi beras terlambat, warga akan kekurangan bahan makanan. "Sekarang itu kebanyakan orang Papua tergantung pada beras akhirnya tidak berkebun lagi, tak lagi tanam-tanam sagu dan juga ubi.

Nah, itu salah satunya. Kalau terlambat sedikit mau makan apa, ya makan yang ada. Kalau ada pohon kelapa, ya makan kelapa," kata Yohana. Faktor lainnya adalah suku Asmat umumnya tinggal di daerah rawa, terpencil, dan sulit dijangkau.

Selain itu, sumber air bersih juga sulit ditemukan. "Di Asmat itu kan hidupnya di rawa. Jadi ya, apalagi di daerah terpencil yang tidak pernah dijangkau. Apalagi air bersih tidak ada di sana. Bagaimana mau dapat air bersih. Air bersih susah, ya mereka pasrah dengan alam yang ada," kata Yohana. fdl/rag/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top