Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Asesmen Jembatan

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Dr Effnu Subiyanto

Di tengah tahun infrastruktur yang menjadi fokus Presiden Jokowi, Jembatan Widang, Jatim, runtuh (17/1). Ambruknya jembatan sepanjang 260 meter itu menewaskan tiga orang. Akhir 2016, jembatan Cisomang, ruas Tol Purbaleunyi, Cipularang, bergeser 53 sentimeter. Jembatan sepanjang 253 meter ini memiliki 12 penyangga tiap hari dilalui 27 ribu kendaraan. Fisik jembatan juga retak-retak sehingga sangat membahayakan.

Kerusakan jembatan Cisomang diselesaikan Kementerian PUPR dalam waktu kurang lebih tiga bulan. Selama masa perbaikan maka kendaraan golongan II ke atas dilarang lewat sama sekali. Rekayasa alur lalu lintas terpaksa dilakukan dan menyebabkan ongkos logistik darat membumbung. Saat ini, total panjang jalan nasional 38.500 kilometer, provinsi 25.000 kilometer, kabupaten/kota 350.000 kilometer. Jembatan sangat penting karena berkaitan dengan urat nadi logistic, namun dalam kritis.

Biaya perkuatan jembatan mencapai 25,41 persen dari total biaya logistik. Sementara itu, biaya logistik untuk investasi umumnya mencapai 8,98 persen dari total nilai investasi. Dapat dibayangkan 25,41 persen dari total biaya logistik 8,98 persen tentu sangat besar karena ilustrasinya nyaris sepertiga dari total biaya logistik untuk memperkuat jalan, perkuatan jembatan bahkan membuat jembatan baru. Buruknya kualitas jalan, tiadanya jembatan, dan perkuatan jembatan menjadi bagian keterbatasan infrastruktur.

Melalui uji statistik, keterbatasan infrastruktur menjadi inflator kenaikan biaya logistik 25,403 persen. Angka ini optimis tidak berlebihan jika melihat biaya logistik Indonesia mencapai 23 sampai 26 persen dari PDB Indonesia. Ongkos logistik itu setara 2.922 triliun rupiah, sangat besar dibanding keuangan Indonesia yang sangat terbatas. Tidak heran, Kementerian Perhubungan menyebutkan ongkos logistik masih tertinggi dari beberapa negara. Biaya logistik menyentuh 24 persen dari nilai barang. Sementara itu, Malaysia 15 persen. Malah AS dan Jepang hanya membebankan biaya logistik 10 persen. Terhadap PDB, kontribusi biaya logistik Indonesia 24,6 persen.

Yang membuat heboh nasional adalah keambrukan jembatan Kutai Kartanegara (Kukar), Kaltim pada 26 November 2011. Korban tewas mencapai 18 dan puluhan kendaraan tercebur ke Sungai Mahakam. Jembatan Kukar dibangun Hutama Karya (HK) tipe baja pelengkung penerus dengan jumlah tiang pancang 80 buah. Lebar jembatan 10,45 meter, lebar jalur lalu lintas 7 meter dan panjang total 470 meter. HK memulai kontrak pembangunan 9 April 2013, jangka waktu 963 hari dan selesai 30 November 2015. Nilai kontraknya mencapai 210 miliar rupiah. Jembatan ini diasuransikan 450 miliar dan anggaran pemeliharaan 15 miliar rutin per tahun.

Kementerian PU membentuk Komite Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan dalam Permen PU No 41/2015. Namun setelah komite terbentuk, jembatan malah sering runtuh seperti jembatan Nusa Ceningan, Nusa Penida, Klungkung, Bali pada 16 Oktober 2016. Insiden jembatan sepanjang 100 meter itu menyebabkan delapan tewas.

Untuk menjaga kualitas jembatan dan jalan, banyak kebijakan maju mundur. Ujung-ujungnya sepi kembali. Mengaktifkan jembatan timbang pun tidak berjalan. Pembatasan beban kendaraan berat juga tidak diterapkan. Jembatan timbang sebetulnya instrumen untuk mencegah kerusakan jalan dan jembatan. Saat ini Indonesia memiliki 141 jembatan timbang di bawah Kemenhub. Sebanyak 25 jembatan dioperasikan kembali sejak 21 April 2017 dan 9 merupakan percontohan. Mereka adalah Losarang, Wanarejo, Widang, Widodaren, Senawar Jaya, Sarolangun, Seumadam, Bitung dan Macopa.

Inspeksi mendadak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di jembatan timbang Subah, Batang April 2014 yang menangkap basah pungli puluhan ribu rupiah per truk malah kontraproduktif dengan fungsi pengawasan jembatan timbang. Parahnya, mental petugas jembatan timbang yang meng-endorse kelebihan muatan truk besar tronton dan trailer berkontribusi signifikan atas kerusakan jalan nasional Pantura Jawa.

Klasifikasi

Kini, Kemenhub akan menerbitkan Peraturan Menteri PUPR tentang klasifikasi kelas jalan dan ukuran kendaraan yang boleh melintas. Kesaktian Peraturan Menteri PUPR No 5/2018 tentang Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Intensitas Lalu Lintas serta Daya Dukung Menerima Muatan Sumbu Terberat dan Dimensi Kendaraan Bermotor masih harus ditunggu.

Yang jelas, berdasarkan catatan Kementerian PUPR, tiap tahun APBN mencadangkan 45 triliun rupiah untuk memperbaiki kerusakan jalan karena kelebihan tonase.

Sebetulnya, jembatan timbang di Pantura Jawa lebih untuk melindungi konstruksi jembatan-jembatan panjang yang vital. Jadi, kontribusinya untuk melindungi jalan biasa tidak signifikan karena mekanismenya adalah jumlah garden, bukan dari total berat. Standar kementerian PUPR dalam peraturan bina marga, berat maksimal yang diizinkan per gardan roda adalah 10 ton. Jika total beban trailer atau tronton 50 ton, namun disangga oleh total 5 gardan roda, artinya berat bruto trailer atau tronton tersebut tidak melanggar ketentuan. Petugas jembatan timbang tidak boleh serta merta menjatuhkan denda atau sanksi kelebihan muatan. Jadi, harus dilihat dulu fisik truk dan jumlah gardannya.

Persoalannya memang pada jembatan-jembatan panjang yang melebihi ukuran trailer atau tronton. Di situ terjadi kondisi sempurna seluruh beban truk persis ada di atas jembatan yang artinya seluruh beban truk disangga konstruksi jembatan. Namun, jika diamati, kondisi sekarang, hampir seluruh jembatan Pantura Jawa tidak dilengkapi rambu-rambu tentang batas beban aman pada jembatan tersebut. Pada kondisi ini harus berlaku ceteris paribus yakni kapasitas jembatan dianggap memiliki kekuatan sama dengan jalanan biasa atau per gardan trailer maksimal 10 ton.

Ini tentu tugas Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR untuk membuat rambu-rambu dan papan petunjuk di setiap fasilitas publik. Sanksi pantas diberlakukan, namun ketentuan-ketentuan dan perlengkapan rambu-rambu harus dipasang dengan benar. Pada kasus runtuhnya jembatan Babat, sangat besar penyebab kolapsnya karena sudah tidak mampu menahan abrasi sungai dan faktor usia. Fondasi jembatan tidak kuat menyangga ketentuan per gardan maksimal 10 ton karena konstruksinya buruk. Lapisan aspal terlalu tebal untuk memberi kesan jalan mulus. Padahal material ini tidak tahan genangan air hujan dalam jangka panjang. Akhirnya aspal mengelupas sedikti demi sedikit dan membuat lubang seperti sekarang.

Kompleks sekali masalah di jalur Pantura yang rusak kronis ini. Jembatan timbang memang memberi kontribusi untuk melindungi jalan, namun bukan satu-satunya mengamankan jalan nasional. Jika sanksi tidak diterapkan karena diganti dengan sejumlah materi, tunggu saja seluruh jembatan akan runtuh satu persatu.

Penulis S3 Ilmu Ekonomi FEB Unair

Komentar

Komentar
()

Top