AS Memveto Pemungutan Suara DK PBB soal Gencatan Senjata di Gaza
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield
Foto: ANGELA WEISS/AFPNEW YORK - Amerika Serikat (AS), pada hari Selasa (20/2), memveto resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, menuai kritik keras dari sekutunya ketika Presiden Joe Biden menghadapi tekanan yang meningkat untuk meredam dukungan kepada Israel.
Dikutip dari Yahoo News, Washington telah mengedarkan rancangan resolusi alternatifnya sendiri sebelum pemungutan suara. Berbeda dengan upaya AS sebelumnya, versi tersebut memang menampilkan kata gencatan senjata, tetapi tidak ada seruan untuk segera memberlakukannya.
Resolusi hari Selasa, yang telah diusahakan Aljazair selama tiga minggu, menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera yang harus dihormati oleh semua pihak.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan melanjutkan pemungutan suara pada hari Selasa adalah hanya angan-angan dan tidak bertanggung jawab.
"Kami tidak dapat mendukung resolusi yang akan membahayakan perundingan sensitif," katanya, merujuk pada pembicaraan mengenai pembebasan sandera di Gaza.
Banyak Kritik
Veto tersebut memicu banyak kritik terhadap Washington, tidak hanya dari Tiongkok dan Russia, yang telah menolak dukungan tegas AS terhadap Israel, tetapi juga dari sekutu AS termasuk Prancis, Malta, dan Slovenia.
"Kami memilih resolusi tersebut karena pembunuhan terhadap warga sipil di Gaza harus dihentikan. Penderitaan yang dialami warga Palestina melebihi apa yang seharusnya dialami oleh manusia," kata perwakilan Slovenia untuk Dewan Keamanan PBB,Samuel Zbogar.
"Jumlah korban jiwa dan situasi kemanusiaan tidak dapat ditoleransi dan operasi Israel harus dihentikan," kata duta besar Prancis untuk PBB, Nicolas de Riviere.
Utusan Aljazair, Amar Bendjama, mengatakan rancangan resolusi tersebut akan mengirimkan pesan yang kuat kepada Palestina, sayangnya Dewan Keamanan sekali lagi gagal. "Periksa hati nurani Anda, bagaimana sejarah akan menilai Anda," kata Bendjama.
Pemungutan suara tersebut dilakukan ketika Israel bersiap untuk pindah ke Kota Rafah di Jalur Gaza selatan, tempat sekitar 1,4 juta orang telah mengungsi, sebagai bagian dari misinya untuk menghancurkan kelompok militan Palestina Hamas.
Namun, ketika jumlah korban tewas di Gaza melonjak, Israel menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menunda tindakannya, termasuk dari sekutu terdekatnya, AS.
"Ini bukan seperti yang diklaim beberapa anggota, upaya Amerika untuk menutupi serangan darat yang akan terjadi," kata Thomas-Greenfield menjelang pemungutan suara.
Rancangan resolusi tersebut menentang pemindahan paksa penduduk sipil Palestina. Resolusi juga menuntut pembebasan semua sandera yang disandera Hamas dalam serangan pada 7 Oktober.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Pemulangan Warga Terus Dilakukan, Kemlu: 91 WNI yang Dievakuasi dari Suriah Tiba di Tanah Air
- Ribuan Mantan Anggota Jamaah Islamiyah Deklarasi Pembubaran di Solo
- Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
- Warga Diminta Waspada, Gunung Ibu di Halmahera Barat Sudah Dua Kali Erupsi
- Meningkat, KCIC Sebut 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual Untuk Momen Natal dan Tahun Baru