Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

ARCOLABS Gandeng Seniman Korsel dan Yogya Beri Lokakarya Simulasi Hidup di Mars

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Ayoung Kim, yang dinobatkan sebagai seniman finalis Korea Artist Prize 2019 oleh Museum of Modern and Contemporary Art di Korea pada 2019, menggunakan video, suara, fiksi sonik, gambar, diagram, dan teks untuk menyampaikan kisah spekulatif yang membangkitkan bentuk bacaan, proses mendengarkan, dan memaknai kondisi dunia dengan menyandingkan ide-ide yang sebagian realita, sebagian fiksi.

Dalam karyanya At the Surisol Underwater Lab (dikomisi oleh Busan Biennale 2020), ia membuat simulasi masa depan, kira-kira satu dekade setelah pandemi Covid-19 tahun 2020. Di sana, dia membayangkan situasi di mana sumber energi utama dunia telah beralih ke ganggang yang difermentasi untuk menghasilkan bahan bakar. Bahan bakar ramah lingkungan ini diproduksi di kota Busan, Korea, yang dikenal sebagai "kota biomassa". Pada kenyataannya, Busan sudah dikenal dengan produksi rumput lautnya sejak abad ke-19. Karya ini dilanjutkan dengan The Underwater Response (2021), dan tur di Surisol Underwater Lab pada 2022. Di tahun yang sama, Kim membayangkan Seoul yang futuristik dengan alam semesta alternatif dalam karya berjudul Delivery Dancer's Sphere. Tokoh dalam karya ini yang bernama Ernst Mo (anagram dari 'monster') terinspirasi oleh lonjakan jumlah kurir sebagai efek samping dari pandemi global.

Menurut Ayoung Kim, "dengan membandingkan realita sehari-hari dengan cerita fiksi, saya berharap dapat membuka diskusi tentang kebutuhan penting dalam waktu dekat, misalnya alternatif yang efektif untuk bahan bakar tak terbarukan. Saya bekerja dengan orang sungguhan sebagai karakter dalam karya saya, sebagai cara untuk terhubung dengan orang lain di seluruh dunia. Dalam sesi kuliah umum ini, saya tak sabar untuk mendengar opini para peserta tentang realita yang ada di sekitar mereka, dan gagasan mereka tentang masa depan yang lebih baik bagi populasi manusia."

Sementara itu, Venzha Christ menggabungkan seni dan ilmu luar angkasa dalam karya-karyanya. Dalam kuliahnya, ia akan membahas peran seni dan seniman jika seluruh populasi manusia pindah ke Mars. Dalam proyeknya barunya, VMARS (v.u.f.o.c Mars Analogue Research Station), Venzha telah berkolaborasi dengan lebih dari 40 institusi di dalam dan di luar Indonesia untuk mengembangkan praktik seni berdasarkan ilmu dan eksplorasi luar angkasa. Pada 2018, ia menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia yang mengikuti simulasi hidup di Mars bersama Mars Society. Simulasi tersebut merupakan program kolaborasi antara beberapa organisasi, termasuk NASA dan SpaceX, dan berlangsung selama dua bulan di Mars Desert Research Station, Utah, AS. Venzha saat ini tinggal dan berkarya di Yogyakarta, Indonesia, tempatnya menginisiasi Indonesia Space Science Society (ISSS).

Bagi mereka yang ingin mengembangkan praktik artistik terkait ilmu antariksa, ARCOLABS dan VMARS (v.u.f.o.c Mars Analogue Research Station) akan memfasilitasi lokakarya daring pada 3-6 Desember 2022, berjudul " Are You Ready For the Mars Mission?" (Apakah Kamu Siap untuk Misi ke Planet Mars?). Dibimbing oleh Venzha, pendiri VMARS, lokakarya ini berlangsung selama dua hari di sebuah ruangan terisolasi, di mana para peserta didorong untuk menggunakan benda-benda di sekitar mereka untuk membuat perlengkapan bertahan hidup di Mars.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Eko S
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top