Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Operasi Moneter

Arah Kebijakan The Fed Diprediksi Pro Pertumbuhan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed bakal mengerem agresifitasnya dalam normalisasi moneter tahun ini. Pasar berekspektasi bank sentral akan mempertahankan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) jelang pengumuman rapat dewan kebijakan FOMC, Kamis (20/9) waktu setempat.

Ekonom dari PT Bahana TCW Investment Management Emil Muhamad memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,5 persen hingga akhir 2023. "Kami memperkirakan suku bunga The Fed dan BI 7-day Reserve Repo Rate tidak akan bergerak hingga akhir tahun meski dalam jangka pendek masih ada tekanan inflasi," kata Emil Muhamad dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (19/9).

Emil menuturkan saat ini bank sentral global sudah mulai menyadari pentingnya mendukung pertumbuhan ekonomi, meski dalam jangka pendek masih ada tekanan inflasi. The Fed akan kembali menetapkan arah suku bunga acuan dalam rapat dewan gubernur atau disebut juga Federal Open Market Committee (FOMC) pada 19-20 September 2023.

Menurut dia, bank sentral secara global akan lebih mempertimbangkan prospek pertumbuhan dan inflasi di tahun depan dalam menentukan arah kebijakannya hingga akhir tahun ini. "Kami melihat ke depan bank sentral global segera shifting ke arah growth over stability. Namun perlu dicatat bahwa stability bisa tetap dijaga dengan beragam kebijakan,'' ujarnya.

Bank Indonesia (BI) misalnya bisa menempuh kebijakan pro growth melalui kebijakan makroprudensial loan to value (LTV) dan diskon giro wajib minimum (GWM), sedangkan untuk menjaga stabilitas dilakukan dengan kebijakan suku bunga dan juga melalui sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dibayangi Inflasi

Pasar memperkirakan suku bunga acuan akan dipertahankan atau tidak berubah meski Gubernur The Fed, Jerome Powel masih membuka kemungkinan untuk kembali menaikkan suku bunga bila inflasi masih merangkak naik. Inflasi AS pada Agustus 2023 kembali naik ke level 3,7 persen secara tahunan, meningkat dibandingkan Juli 2023 yang sebesar 3,2 persen.

Pasar akan terkejut bila AS kembali menaikkan suku bunganya. Jika The Fed menaikkan suku bunganya pada bulan ini, maka untuk pertama kali dalam sejarah, suku bunga acuan AS berada pada level yang sama dengan suku bunga acuan Indonesia sebesar 5,75 persen.

Hal tersebut akan menambah tekanan terhadap nilai tukar. Dalam kondisi global yang penuh tekanan saat ini, menjaga yield differential dianggap lebih penting bagi kebijakan moneter.

Pada pertengahan September 2023 selisih yield surat berharga negara (SBN) dengan surat berharga AS atau US treasury (UST) tenor 10 tahun telah naik ke 2,35 persen.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top