Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Apresiasi untuk Kejati Jateng, Selesaikan 53 Perkara melalui "Restorative Justice"

Foto : Koran Jakarta/Henri Pelupessy

Kajati Jateng Andi Herman saat menerima anggota DPD RI Perwakilan Jateng Abdul Kholik di Kantor Kejati Jateng, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/4).

A   A   A   Pengaturan Font

SEMARANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng berhasil menyelesaikan 53 perkara hukum di wilayah dengan Restorative Justice (RJ). Atas prestasi tersebut mendapat apresiasi Anggota DPD perwakilan Jawa Tengah Dr Abdul Kholik.

Penuntasan 53 perkara dalam kurun waktu dua tahun dan pendirian rumah restorasi di kabupaten/kota di Jawa Tengah dinilai Abdul Kholik sebagai suatu prestasi yang membanggakan dalam upaya penegakan hukum dan penyelesaian perkara dengan cepat, murah dan tidak berbelit-belit.

"Sudah ada 15 rumah restorative justice di tingkat kabupaten/kota yang tersebar di wilayah Jawa Tengah. Keberadaan rumah restorative justice ini bisa mendorong upaya penyelesaian perkara melalui metode restoratif sesegera mungkin di Kejaksaan. Yang imbasnya tentu saja bisa mengurangi over capacity lembaga pemasyarakatan yang ada," ujar dia.

Pihaknya mengaku kedatangannya ke Kejati Jateng untuk mengonfirmasi penerapan restorative justice yang akan dijadikan sebagai bahan rancangan undang-undang yang berlaku secara nasional.

"Kalau ada payung hukum, penerapan restorative justice akan semakin kuat," paparnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng Andi Herman membenarkan jajarannya telah mampu menyelesaikan 53 perkara dengan cara restorative justice.

"Pada dasarnya kinerja Kejaksaan untuk memulihkan kehidupan sosial yang harmonis. Karena itulah tujuan restorasi, yakni memulihkan dari kondisi bermasalah menjadi tidak ada masalah. Menjadikan kehidupan sosial kembali normal setelah tergores oleh tindakan pelaku kriminal," kata dia usai menerima senator Jateng Abdul Kholik di Kantor Kejati Jateng, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (19/4).

Menurut Andi, keberhasilan penyelesaian perkara hukum model restorative justice tak lain adalah kepedulian korban dan keluarganya. Dengan mendapat maaf dari korban dan keluarganya, pelaku bisa dibebaskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan secara hukum.

Selain itu, ada syarat lain yang harus dipenuhi pelaku untuk mendapatkan restorative justice, yakni perbuatan itu merupakan kali pertama dilakukannya, dan pelaku tanpa kesengajaan melakukan tindak kriminal tersebut.

"Jadi, pelanggaran hukum terjadi sesaat akibat adanya tekanan ataupun himpitan keadaan. Syarat lain, pelaku pun bersih dari stigma negatif sebagai narapidana," kata dia.

Kebijakan restorasi justice ini sudah lama dipraktekkan di dalam masyarakat sejak para orang tua terdahulu. Semua perkara diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat, yang intinya tidak ada lagi konflik karena konflik dinyatakan pihak terkait termasuk masyarakat setempat, sudah selesai.

Kajati merinci dari penyelesaian 53 perkara tersebut, ada yang dilakukan secara daring dan ada pula yang diselesaikan dengan tatap muka, tergantung situasinya. Bahkan kejaksaan juga menjemput bola, mendatangi kediaman pihak-pihak yang terkait dengan upaya penyelesaian perkara tersebut seperti mendatangi rumah saksi maupun tersangka. Tak heran kalau Kejati Jawa Tengah secara keseluruhan sudah melampaui target penyelesaian perkara yang diharapkan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : henri pelupessy

Komentar

Komentar
()

Top