Kamis, 09 Jan 2025, 06:10 WIB

Antibodi Baru Dapat Ubah Permainan Melawan Malaria

Foto: afp/ Pedro Rances Mattey

Sebuah antibodi yang dapat diguna­kan untuk melawan penyebab penyakit malaria Plasmodium falciparum ditemu­kan. Hal berpotensi membuka jalan bagi intervensi penyakit malaria generasi berikutnya.

1736349364_cd428b505cdda6299748.jpg

Foto : afp/ Sanaria Inc

Para peneliti di National Institutes of Health (NIH) telah mengidentifikasi kelas antibodi baru yang menargetkan wilayah parasit malaria yang sebelumnya belum dieksplorasi. Temuan ini berpotensi membuka jalan bagi strategi pencegahan yang inovatif.

Studi berjudul “Protective Antibodies Target Cryptic Epitope Unmasked by Cleavage of Malaria Sporozoite Protein,” yang dipublikasikan di laman Science ini menyoroti janji antibodi ini dalam memerangi malaria. Di antara antibodi yang baru diidentifikasi, yang paling efektif menunjukkan efek perlindungan terhadap parasit malaria pada model hewan.

Antibodi ini menonjol karena mengikat wilayah parasit yang tidak ditargetkan oleh vaksin malaria saat ini. Temuan kelas antibodi tersebut menawarkan jalan baru untuk memerangi penyakit yang mengancam jiwa tersebut.

Selama ini malaria, disebabkan oleh beberapa jenis parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Penyakit ini sudah sejak ratusan tahun menjadi ancaman kesehatan global yang signifikan.

Meskipun jarang terjadi di Amerika Serikat, penyakit ini pernah memakan korban global yang menghancurkan pada tahun 2023. Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan angkanya sekitar 263 juta kasus dan 597.000 kematian.

Dari lima spesies Plasmodium yang menyebabkan malaria, Plasmodium falciparum (P. falciparum) adalah yang paling umum di negara-negara Afrika, tempat beban malaria paling besar dan tempat anak-anak muda menjadi penyebab mayoritas kematian akibat malaria. Tindakan pencegahan yang aman dan efektif sangat penting untuk mengurangi beban besar penyakit ini.

Kemajuan dalam Intervensi Malaria

Dalam beberapa tahun terakhir, intervensi baru telah dikembangkan untuk melawan malaria, termasuk vaksin yang saat ini sedang diluncurkan untuk anak-anak muda di wilayah tempat penyakit ini lazim. Antibodi monoklonal anti-malaria (monoclonal antibodies/mAb) adalah alat baru yang menjanjikan lainnya yang telah terbukti aman dan efektif melawan infeksi P. falciparum pada orang dewasa dan anak-anak dalam uji klinis awal.

1736349373_34773f462fd118fcadbe.jpg

Foto : afp/ Pedro Rances Mattey

mAb anti-malaria yang dievaluasi dalam uji coba di wilayah endemis malaria menargetkan sporozoit P. falciparum tahap kehidupan parasit yang ditularkan dari nyamuk ke manusia. Dengan mengikat dan menetralkan sporozoit, mAb mencegah sporozoit menginfeksi hati, yang jika tidak, akan berkembang menjadi parasit stadium darah yang menginfeksi sel darah dan menyebabkan penyakit serta kematian.

Sporozoit Plasmodium falciparum mAb antimalaria yang paling menjanjikan yang diuji pada manusia hingga saat ini mengikat protein pada permukaan sporozoit yang disebut protein circumsporozoite (PfCSP) di lokasi yang dekat atau mengandung pengulangan asam amino di wilayah yang disebut wilayah pengulangan pusat.

Bagian PfCSP ini juga termasuk dalam dua vaksin malaria yang tersedia. Para peneliti dalam studi saat ini bertujuan untuk menemukan mAb yang menargetkan lokasi baru pada permukaan sporozoit.

Dipimpin oleh para ilmuwan di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) NIH, tim peneliti menggunakan pendekatan baru untuk menemukan bagian baru atau epitope pada permukaan sporozoit tempat antibodi mengikat.

Mereka mengisolasi mAb manusia yang diproduksi sebagai respons terhadap seluruh sporozoit, bukan terhadap bagian-bagian spesifik parasit, dan kemudian menguji mAb tersebut untuk melihat apakah mereka dapat menetralkan sporozoit dalam model malaria tikus. Satu mAb, bernama MAD21-101, ditemukan sebagai yang paling ampuh, memberi perlindungan terhadap infeksi P. falciparum pada tikus.

Berguna untukPengembangan Vaksin

mAb baru ini mengikat epitop pada PfCSP di luar wilayah pengulangan sentral yang dilestarikan atau serupa di antara galur P. falciparum yang berbeda. Khususnya, epitop, yang disebut pGlu-CSP, hanya terpapar setelah langkah tertentu dalam pengembangan sporozoit, tetapi dapat diakses secara luas di permukaan sporozoit sebuah skenario yang menurut para peneliti dapat berarti pGlu-CSP akan efektif dalam memunculkan respons imun protektif jika digunakan dalam vaksin.

1736349382_c0e5ffde56944c447263.jpg

Foto : afp/ Sanaria Inct

Karena pGlu-CSP tidak disertakan dalam vaksin malaria yang digunakan saat ini, mAb yang menargetkan epitop ini tidak mungkin mengganggu kemanjuran vaksin ini jika vaksin dan mAb diberikan bersamaan. Menurut para ilmuwan, hal ini dapat memberi keuntungan karena kelas antibodi baru ini mungkin cocok untuk mencegah malaria pada bayi berisiko yang belum menerima vaksin malaria, tetapi mungkin akan menerimanya di masa mendatang.

Temuan dari penelitian ini akan menjadi dasar bagi strategi masa depan untuk pencegahan malaria dan dapat memfasilitasi pengembangan antibodi dan vaksin baru untuk melawan penyakit tersebut, demikian yang ditunjukkan oleh para peneliti.

Para ilmuwan juga mencatat bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk memeriksa aktivitas dan efektivitas kelas antibodi dan epitop yang baru diidentifikasi, menurut makalah mereka. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini juga dapat membantu pengembangan generasi baru penanggulangan terhadap patogen lain, selain malaria. hay

Redaktur: Haryo Brono

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan: