Angkatan Laut dan Udara Tiongkok Gelar Latihan di Dekat Taiwan

SHANGHAI - Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA), pada Senin (9/5), mengumumkan bahwa Angkatan Laut dan Angkatan Udara pekan lalu telah menggelar latihan di dekat Taiwan untuk meningkatkan kemampuan operasi tempur gabungan, setelah pulau yang diklaim Tiongkok itu melaporkan lonjakan aktivitas.

Taiwan telah mengeluh selama dua tahun terakhir tentang aktivitas militer Tiongkok yang sering terjadi di dekatnya, sebagian besar terkonsentrasi di bagian selatan dan barat daya dari zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) pulau itu.

Angkatan Udara Taiwan, pada Jumat, bergegas untuk mengusir 18 pesawat Tiongkok yang memasuki ADIZ, dan melaporkan serangan lebih lanjut pada Sabtu dan Minggu meskipun dengan lebih sedikit pesawat.

Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa aset Angkatan Laut dan Angkatan Udara melakukan latihan dari Jumat hingga Minggu di timur dan barat daya Taiwan.

"Latihan itu untuk menguji lebih lanjut dan meningkatkan kemampuan tempur gabungan dari berbagai layanan dan senjata," kata PLA tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan PLA mengerahkan pembom, pesawat tempur, dan pesawat anti-kapal selam dalam kegiatan itu.

Tidak ada tembakan yang dilepaskan dan pesawat Tiongkok tidak terbang di wilayah udara Taiwan, hanya di bagian ADIZ, area yang lebih luas dipantau dan patroli Taiwan yang bertindak untuk memberikan lebih banyak waktu untuk menanggapi setiap ancaman.

Pekan lalu, Jepang melaporkan delapan kapal Angkatan Laut Tiongkok, termasuk sebuah kapal induk, melintas di antara pulau-pulau di Pantai Okinawa selatan Jepang, ke timur laut Taiwan. Taiwan juga telah melakukan latihan penembakan misil yang telah diumumkan sebelumnya, dan latihan lain di lepas pantai selatan dan tenggara pekan lalu.

Tiongkok tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan yang diperintah secara demokratis di bawah kendalinya. Pemerintah Taiwan menolak klaim kedaulatan Tiongkok, dengan mengatakan hanya 23 juta penduduk pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.