Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Ekonomi - HCI Rendah, Indonesia Cuma Jadi Basis Investasi Perakitan

Anggaran "Human Capital" Perlu Ditingkatkan

Foto : Sumber: Sensus BPS 2010 – Litbang KJ/and - koran
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah semestinya memprioritaskan peningkatan anggaran pendidikan dan kesehatan guna memacu kenaikan Human Capital Index (HCI) atau Indeks Modal Manusia Indonesia yang tertinggal dengan negara lain, seperti negara ASEAN.

Menurut data Bank Dunia, saat ini HCI Indonesia berada di peringkat 87 dari 157 negara. Posisi RI itu lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (peringkat 1), Vietnam (48), Malaysia (55), dan Thailand (65). Peringkat Indonesia hanya lebih tinggi dari Kamboja (99).

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengemukakan kunci untuk meningkatkan HCI terletak pada realokasi anggaran pendidikan yang sudah mencapai 20 persen dari APBN. Namun, hasilnya ternyata masih minim.

Selain itu, realokasi anggaran juga perlu dilakukan dari sisi belanja pemerintah pusat yang saat ini habis untuk belanja barang dan belanja pegawai. Perekrutan Pegawai Negeri Sipil besar-besaran plus kenaikan gaji itu masuknya ke belanja konsumtif, tidak berpengaruh ke HDI. "Jadi pemerintah ayolah sadar, anggaran di APBN bisa dialokasikan ke sektor yang berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM)," kata Bhima, di Jakarta, Jumat (11/1).

Menurut dia, Indonesia juga butuh lebih banyak anggaran untuk mengurangi jumlah anak gizi buruk berkurang. Saat ini, 30,8 persen bayi di Indonesia menderita stunting. "Jadi, pemerintah fokus saja kurangi utang dan belanja impor konsumtif. Dorong efektivitas belanja negara ke pemenuhan gizi dan pendidikan anak bangsa," tukas Bima.

Sebelumnya dikabarkan, daya saing negara dalam perdagangan bebas dan globalisasi ekonomi dunia, ditentukan oleh HCI yang berasal dari kemampuan masyarakat satu negara untuk menciptakan produk barang dan jasa yang bernilai tambah tinggi.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachma Hartanti, mengungkapkan saat ini Indonesia terlihat sangat terbelakang pada aspek kapasitas manusia atau talent dalam menghadapi persaingan dunia yang terkait langsung dengan daya saing inovasi dan pertumbuhan yang berkualitas menghadapi abad ke-21.

"Sedangkan kunci dari kenaikan HCI terkait langsung dengan pertumbuhan yang produktif dan berkualitas dari sektor riil," papar dia, Kamis (10/1).

Oleh karena itu, lanjut dia, dengan kebergantungan yang tinggi pada impor pangan dan produk konsumsi bernilai tambah (added value product), sedangkan ekspor mayoritas komoditas barang mentah, maka jelas Indonesia akan membentuk perangkap diri pada kondisi ekonomi sustainable low income trap atau jebakan negara berpendapatan rendah secara berkelanjutan.

Rachma juga mengatakan banyak perusahaan multinasional memilih Singapura, Hong Kong, atau negara ASEAN lain sebagai basis manufaktur bernilai tambah lebih karena HCI yang lebih tinggi, walaupun dibebani oleh keterbatasan lahan dan biaya hidup yang tinggi. "Negara dengan HCI rendah hanya memperoleh basis investasi lokasi perakitan, demi mengurangi tarif impor komponen nilai lebih sebagai bahan baku mereka," kata dia.

Defisit Modal Manusia

Ekonom Indef, Ahmad Heri Firdaus, menambahkan kunci untuk meningkatkan daya saing adalah produktivitas, terutama tenaga kerja Indonesia. "Untuk meningkatkan produktivitas itu harus dimulai dari pendidikan yang tinggi," jelas dia.

Akan tetapi, saat ini sebanyak 60 persen tenaga kerja Indonesia lulusan SLTP ke bawah. Hal ini menyebabkan keterbatasan skill. Ironisnya, peran mereka akan tergusur apabila terjadi disrupsi teknologi. "Jadi, mau mobilisasi di dunia kerja susah. Meskipun mereka bisa bekerja di industri manufaktur atau padat karya tapi yang dikerjakan itu-itu saja, karena skill-nya terbatas," kata dia.

Sementara itu, Bank Dunia menilai Indonesia telah mengalami pelemahan investasi di bidang SDM selama beberapa dekade. Meskipun Indonesia sudah meraih kemajuan besar dalam beberapa tahun terakhir, namun masih ada defisit modal manusia akibat terakumulasinya kekurangan investasi selama beberapa dekade lalu.

Untuk itu, masih ada ruang terbuka bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan investasi secara signifikan dan menjalankan dengan tepat sasaran agar kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan peluang generasi muda menjadi lebih baik.

Berdasarkan nilai indeks yang diperoleh Indonesia, Bank Dunia mengungkapkan anak-anak Indonesia saat ini akan masuk ke usia 20 tahun dengan hanya 55 persen tingkat kesehatan dan pendidikan penuh. Yang patut digarisbawahi adalah produk domestik bruto (PDB) Indonesia di masa depan hanya 55 persen dari potensi seharusnya yang dapat dicapai bila anak-anak Indonesia mendapatkan kesehatan dan pendidikan secara penuh. ahm/YK/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top