Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Ambisi Jadi Tuan Rumah Olimpiade 2032

Foto : ANTARA/Akbar Nugroho Gumay.

Dokumentasi: Menpora Zainudin Amali memberikan keterangan terkait kelanjutan kompetisi Indonesia Basketball League (IBL) 2020 di Jakarta, Rabu (7/10/2020). Kompetisi IBL 2020 yang rencananya berlangsung 13-27 Oktober 2020 secara resmi dibatalkan akibat pandemi Covid-19.

A   A   A   Pengaturan Font

Dalam rapat terbatas (Ratas) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/11), Presiden Joko Widodo mengungkapkan keinginannya menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Olimpiade 2032.

Presiden memerintahkan jajarannya segera membentuk komite khusus persiapan pencalonan (bidding) tuan rumah Olimpiade 2032. Komite khusus bidding bertugas menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, seperti proposal, komunikasi, hingga pendekatan ke International Olympic Comittee (IOC).

Untuk menjadi tuan rumah Olimpiade 2032, Indonesia harus bersaing dengan Australia, Jerman, Korea Selatan, Qatar, Republik Rakyat Tiongkok, dan India. Proses seleksi dimulai selambat-lambatnya 2023, dan penentuan tuan rumah akan ditetapkan di 2024.

Berambisi menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 adalah sahsah saja. Tetapi, keputusan itu selayaknya didasarkan pada kalkulasi yang sangat matang.

Walaupun kita telah sukses menyelenggarakan Asian Games dan Asian Para Games tahun 2018 lalu, menyelenggarakan pesta olahraga dengan skala lebih besar daripada Asian Games bukanlah pekerjaan yang sederhana. Bukan cuma infrastruktur dan sumber daya manusia saja yang harus disiapkan, International Olympic Comittee juga mewajibkan negara tuan rumah menggelar pesta olahraga di daerah yang ramah lingkungan.

Dengan tingkat polusi udara rata-rata 42,2 mikrogram per meter kubik, sulit rasanya pemerintah menjagokan Jakarta sebagai tuan rumah. Angka ini jauh di atas standar baku mutu yang ditetapkan WHO, yakni 25 mikrogram per meter kubik. Namun, memilih kota selain Jakarta bukan persoalan mudah.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian serius adalah soal biaya penyelengaraan dan kalkulasi atau untung-rugi untuk jangka panjang. Untuk menyiapkan proposal penawaran ke IOC saja, pemerintah mesti menyiapkan rata-rata 50 juta-100 juta dollar AS. Tahun 2016, Tokyo harus menanggung rugi 150 juta dollar AS saat mengikuti proses bidding Olimpiade - yang kemudian dimenangi oleh Rio de Janeiro. Angka itu baru untuk membayar biaya konsultan dan event organizer.

Biaya pembangunan infrastruktur dan penyelenggaraan pertandingan tentu jauh lebih mahal lagi. Tiongkok harus menguras pundi-pundinya sebesar 42 miliar dollar AS saat menjadi tuan rumah Olimpiade 2008, termasuk pembangunan Stadion " Sarang Burung" Nasional Beijing yang sangat besar, yang sekarang jarang dipakai.

Enam tahun kemudian, Russia harus mengelontorkan dana sebesar 50 miliar dollar AS untuk menjadikan Sochi menjadi tuan rumah Olimpiade.

Adapun Yunani harus mengeluarkan kocek sebesar 15 miliar dollar untuk persiapan Olimpiade Athena 2004. Setelah terpilih sebagai tuan rumah, sejumlah kota harus membangun jalan, memperbaiki bandara, sarana transportasi dalam kota, hingga akomodasi para atlet, yang menelan dana sampai 50 miliar dollar AS.

Memang betul, ribuan sponsor, media, dan penonton yang membeludak sebelum dan sesudah Olimpiade berlangsung berpotensi mendatangkan pendapatan. Namun, dampak penyelenggaraan Olimpiade kerap tak sebanding dengan manfaat ekonomi yang ingin dicapai.

Penghasilan sebagai tuan rumah terkadang juga tak sebanding dengan pengeluaran. Dengan menggelontorkan anggaran sebesar 16 miliar dollar AS, Olimpiade Rio de Janeiro hanya menghasilkan pendapatan satu miliar dollar AS.

Yang lebih mengerikan, tidak sedikit kota-kota penyelenggara Olimpiade terjebak utang. Sejumlah fasilitas Olimpiade Athena dibangun dari utang dan akhirnya menyeret Yunani ke jurang kebangkrutan. Satu-satunya yang sukses memperoleh keuntungan hanya Olimpiade Los Angeles 1984. Itu pun dengan catatan hampir semua infrastruktur yang dibutuhkan telah tersedia.

Memang benar, kota hebat harus melakukan hal-hal yang hebat, dan Olimpiade adalah hal terbesar dalam dunia olahraga. Menjadi tuan rumah Olimpiade lebih dari sekadar uang, tetapi itu harus diperhitungkan dengan matang. n

Komentar

Komentar
()

Top