Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Amankah Paparan BPA pada Kemasan Air Minum?

Foto : ISTIMEWA

mineral

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Saat ini banyak kemasan minuman dan makanan yang menggunakan bahan plastik yang disebut dengan zat Bisphenol A (BPA). Bahan tersebut biasa dipakai dalam membuat botol plastik seperti air minum dalam kemasan (AMDK).

Penggunaan BPA bertujuan membuat botol tidak mudah rusak dan tampak lebih jernih. Namun saat terkena panas, zat ini bisa memuai dan mencemari bahan pangannya sehingga berisiko terhadap kesehatan tubuh.

Ketua Pengurus Harian Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kehadiran kemasan plastik diakui memiliki beberapa kelebihan tersebut, namun membuat dampak yang signifikan, baik itu untuk lingkungan global atau bahkan untuk kesehatan.

"Dari satu sisi, kemasan plastik itu punya nilai plus tapi di sisi lain juga harus ada aspek-aspek yang kita perhatikan, baik untuk lingkungan global maupun pada sisi kesehatan," ungkapnyadalam webinar bertajuk "Keamanan Kemasan Bahan Pangan Berbahan Baku Plastik yang Mengandung Unsur BPA," Kamis (7/10).

Menurut Tulus, bahan baku plastik mengandung zat tertentu yang karsinogenik atau menyebabkan kanker termasuk zat BPA yang dikandung. Aturan tentang BPA di Indonesia sudah cukup jelas dan memenuhi standar kemasan yang ditentukan.

Untuk botol bayi usia 0-3 tahun harus bebeas BPA (BPA Free). Kemudian, di luar usia itu, kandungan BPA skornya maksimal 0,06 bagian per juta (bpj) atau part per million(ppm). Namun seiring meningkatnya standar kesehatan, tak sedikit negara yang telah merevisi ketentuan BPA, bahkan melarangnya.

"Sudah ada 10 negara yang telah merevisi BPA, seperti negara di Uni Eropa yang semula standarnya 0,05 bpj menjadi 0,04 bpj," ujar dia.

Berbeda dengan Tulus, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SP.PD., KHOM, FINASIM., FACP yang juga menjadi narasumber dalam acara itu mengatakan, belum ada bukti bahwa plastik yang dipakai sehari-hari termasuk BPA menjadi penyebab dari penyakit kanker.

Dia mengatakan hanya mengetahui kemasan styrofoam saja yang sudah terbukti bisa memindahkan molekul-molekul plastiknya. Proses ini terjadi jika kemasan styrofoam itu dipanaskan atau dibuat untuk membungkus makanan berlemak.

"Selain itu juga makanan kaleng yang jika dipanaskan berikut dengan kalengnya akan menyebabkan berpindahnya bahan ke makanan yang di dalamnya. Tapi belum cukup kuat mengatakan kalau air dalam kemasan itu bisa menyebabkan kanker," katanya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan paparan BPA di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak dan ibu hamil. Lembaga tersebut sudah membandingkan dengan melihat standar yang disusun Otoritas Keamanan Makanan Eropa (European Food Safety Authority/EFSA) dan dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi.

Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengatakan pihaknya selalu membuat kajian paparan BPA dari kemasan makanan, termasuk di dalam air minum kemasan itu secara berkala. Selain itu lembaga itu juga membandingkan hasil kajian dengan dengan melihat standar BPA yang disusun EFSA.

"EFA menetapkan tolerable daily intake BPA ini adalah 4 miligram perkilogram berat badan individu perhari dari konsumsinya. Artinya, BPA yang ditoleransi oleh tubuh manusia sebanyak itu jumlahnya," tuturnya.

Tidak hanya itu, menurut Rita, BPOM juga mengecek berapa angka kecukupan gizi dari setiap individu yang mengonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 28 tahun 2019 tentang angka kecukupan gizi. "Jadi, berapa konsumsi air minum, katakanlah untuk bayi itu sebesar 0,9 liter, itu kami hitung," tukasnya.

Tidak hanya itu, BPOM juga menguji cemaran BPA dalam produk AMDK di dalam tubuh orang dewasa. Cemarannya itu, kata Rita, dibandingkan dengan standar EFSA, dan ditemukan dalam tubuh orang dewasa hanya 2,920 persen paparannya, ibu hamil 3,316 persen, anak-anak 6,199 persen, dan bayi 7,008 persen.

"Artinya apa? Dari data ini terlihat memang persentase paparannya itu dibandingkan dengan standar dari tolerable intake yang ditoleransi masih sangat kecil. Jadi dari sini terlihat paparan BPA di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak dan ibu hamil. Ini masih ditoleransi," katanya.

Pada tahun 2021 ini BPOM juga melakukan uji laboratorium terhadap sampling kemasan galon air minum dalam kemasan AMDK jenis polikarbonat. Hasilnya, ditemukan adanya migrasi BPA dari kemasan galon sebesar rata-rata 0,033 bpj. "Nilai ini jauh di bawah batas maksimal migrasi yang telah ditetapkan BPOM, yaitu sebesar 0,6 bpj," jelas Rita.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top