Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produksi Pertanian I Indonesia Butuh 7 Juta Hektare Lahan Subur untuk Memproduksi Pangan

Alih Fungsi Lahan Pertanian Ancam Kebutuhan Pangan Rakyat

Foto : ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO

HENTIKAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI HUTAN BETON I Petani mengumpulkan bibit padi untuk ditanam di persawahan Tunggulwulung, Malang, Jawa Timur, belum lama ini. Lahan persawahan semakin banyak yang beralih fungsi menjadi perumahan, industri, dan pusat perbelanjaan. Pemerintah harus serius mencegah alih fungsi lahan-lahan subur pertanian menjadi hutan beton karena dapat mengancam kebutuhan pangan rakyat.

A   A   A   Pengaturan Font

» Melawan alam, lahan subur jadi beton dan rawa yang tidak layak dijadikan food estate.

» Secara global, hanya 20 persen dari seluruh wilayah di dunia yang dapat ditanami.

JAKARTA - Di tengah upaya meningkatkan kapasitas produksi pangan dalam negeri dengan ekstensifikasi atau menambah areal penanaman, praktik-praktik yang menggerus produksi pun tetap berjalan yaitu alih fungsi lahan pertanian menjadi hutan beton dengan membangun perumahan, apartemen, mal, dan pabrik.

Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat alih fungsi lahan pertanian berkisar 90 ribu hingga 100 ribu hektare per tahun, sehingga menjadi salah satu ancaman sektor pertanian dalam meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Analisis Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 2019, juga menyebutkan rata-rata konversi lahan sawah menjadi nonsawah di Indonesia mencapai 100.000 hektare per tahun. Di sisi lain, kemampuan mencetak sawah rata-rata hanya 60.000 hektare setahun. Hal itu berarti terdapat selisih alih fungsi lahan sawah sekitar 40.000 hektare per tahunnya. Sampai saat ini, praktik alih fungsi lahan yang subur menjadi beton terus berjalan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top