Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Oposisi Russia

Alexei Navalny Sebut Vonis 3,5 Tahun Penjara sebagai Upaya Pembungkaman

Foto : DW/Moscow City Court/dpa/picture alliance

Alexei Navalny (kedua dari kiri) saat menghadiri persidangan di pengadilan Moskwa, Selasa (2/3).

A   A   A   Pengaturan Font

MOSKWA - Pemimpin oposisi Russia, Alexei Navalny, dijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara setelah pengadilan Moskow memutuskan dia bersalah karena tidak mematuhi persyaratan masa percobaannya atas kasus pencucian uang pada 2014.

Namun, dalam sidang putusan Selasa (2/2), pengadilan juga memperhitungkan waktu yang telah dihabiskan Navalny dalam tahanan rumah, yang berarti bahwa kritikus Russia tersebut hanya akan menghabiskan dua tahun delapan bulan di balik jeruji besi.

Sidang putusan terhadap Navalny yang digelar di pengadilan Moskwa berlangsung menegangkan. Navalny menolak klaim bahwa dirinya melanggar pembebasan bersyarat dan mengecam proses tersebut sebagai upaya untuk membungkamnya.

Navalny mengatakan persidangannya bertujuan untuk membuat orang takut. Dia menyalahkan dakwaan terhadapnya pada Presiden Russia Vladimir Putin.

"Beginilah cara kerjanya. Mereka memenjarakan satu orang, sebagai cara untuk mengintimidasi jutaan orang," kata Navalny.

Pemimpin oposisi Russia tersebut menyebut Putin sebagai Vladimir "peracun celana dalam" selama persidangan. Navalny mengatakan bahwa regu pembunuh yang dikerahkan oleh badan intelijen utama Russia (FSB) menaruh racun zat saraf di celana dalamnya. Navalny jatuh sakit setelah naik pesawat di Siberia. Dia kemudian sempat dirawat di rumah sakit di Russia dan akhirnya diterbangkan ke Jerman untuk perawatan.

"Kami telah membuktikan bahwa Putin melakukan percobaan pembunuhan ini," kata Navalny.

Namun, pemerintahan Putin membantah tuduhan upaya pembunuhan tersebut.

Navalny mendorong warga Russia untuk melawan pemerintahan Putin, dengan mengatakan Kremlin telah mencuri aspirasi rakyat Russia.

"Pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan terkadang merupakan esensi dari suatu sistem politik. Namun bahkan lebih mengerikan lagi ketika pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan 'dibalut' dengan seragam jaksa dan jubah hakim. Sudah menjadi kewajiban setiap manusia untuk tidak menundukkan diri kepada orang-orang ini," tambahnya.

Menanggapi keputusan pengadilan, negara-negara Barat menyerukan pembebasan Navalny.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia sangat prihatin dengan keputusan Russia menghukum penjara Navalny dan mendesak Kremlin untuk membebaskannya tanpa syarat dan segera.

Sekutu AS di Eropa juga mengecam langkah tersebut. "Putusan hari ini terhadap Alexei Navalny merupakan pukulan pahit terhadap kebebasan fundamental dan supremasi hukum di Russia," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, seraya menambahkan bahwa Navalny harus segera dibebaskan.

"Keputusan menyimpang hari ini, menargetkan korban yang diracun daripada mereka yang seharusnya bertanggung jawab, menunjukkan Russia gagal memenuhi komitmen paling dasar yang diharapkan dari setiap anggota yang bertanggung jawab dari komunitas internasional," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dalam sebuah pernyataan.

Raab mendesak otoritas Russia untuk membebaskan tidak hanya Navalny, tetapi semua demonstran yang berunjuk rasa secara damai dan jurnalis yang ditangkap selama dua minggu terakhir.

Presiden Prancis Macron juga menyerukan pembebasan segera terhadap Navalny. "Perselisihan politik tidak pernah menjadi kejahatan," kata Macron. "Penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan demokratis tidak bisa dinegosiasikan," imbuh dia.

Navalny ditangkap setibanya di Russia pada 17 Januari saat ia kembali dari Jerman, usai menjalani perawatan akibat percobaan pembunuhan terhadapnya dengan racun agen saraf militer Novichok. Ada konsensus internasional bahwa pasukan keamanan Russia berada di balik peracunan tersebut, meskipun Kremlin dengan keras membantah tuduhan tersebut.

Pada 2014, Alexei Navalny dan saudaranya dijatuhi hukuman atas kasus penipuan dan pencucian uang terkait hubungan mereka dengan perusahaan Prancis yang merupakan anak perusahaan Russia. Navalny mengecam hukuman itu karena dinilai bermotif politik. Pada 2017, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengatakan bahwa persidangan tidak adil dan menggambarkan putusan itu sewenang-wenang dan tidak masuk akal.

Pengacara Navalny berpendapat bahwa dia tidak dapat berkoordinasi langsung ke otoritas Russia seperti yang ditentukan, karena sedang dalam masa pemulihan di Jerman. Navalny juga mengatakan haknya atas proses hukum telah dilanggar secara berat dan bahwa penangkapannya adalah parodi keadilan. DW/AFP/AP/Rtr/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top