Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

AKPB Roni Selamatkan Anak Teroris dari Ledakan Susulan

Foto : ANTARA/HO /Rendra Pradhana

Jenazah Pelaku Teror - Petugas memperhatikan jenazah pelaku teror di lokasi ledakan pintu masuk Polrestabes, Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5).

A   A   A   Pengaturan Font

Belum pupus keprihatian atas ledakan di tiga gereja di Surabaya sebelumnya, serangan bom bunuh diri kembali terjadi, Senin (14/5).

Kali ini menimpa Markas Kepolsian Resor Kota Besar Surabaya. Sebanyak empat pelaku tewas, dan sejumlah orang terluka akibat serangan yang terjadi pukul 8.50 WIB itu.

Dari rekamam CCTV yang beredar luas di pemberitaan, terlihat para pelaku berboncengan dengan 2 buah sepeda motor. Mereka meledakkan diri saat petugas penjagaan melakukan pemeriksaan di depan halaman Mapolrestabes.

Sesaat setelah ledakan terjadi, di sela-sela kepulan asap dan reruntuhan puing pos pemeriksaan, tampak sesosok tubuh kecil berbaju putih mencoba berdiri sempoyongan.

Saat itu juga salah satu petugas yang berada di lokasi dengan sigap menyambar anak itu, dan menyelamatkannya dari potensi ledakan susulan. Sang penyelamat, adalah Kepala Satuan Narkoba, AKPB Roni Faisal Saiful Faton.

Dia menjelaskan, dirinya tidak melihat langsung peristiwa, namun beberapa saat setelah suara ledakan, bersama sejumlah petugas langsung menuju lokasi.

"Kita kaget, dari belakang mobil (titik ledakan) ada yang masih hidup. Awalnya saya kurang jelas, apakah itu itu anak-anak atau orang dewasa. Setelah saya perhatikan ternyata anak-anak, badannya gemetar dan kelihatan lemah. Langsung saya bawa menjauh," ujar Roni.

Roni menjelaskan, saat dalam gendongan, kondisi anak yang diidentifikasi berusia 7 tahun itu tidak sadar diri. Sementara pakaian putihnya berlumur darah. "Waktu saya bawa dia jatuh pingsan, bajunya juga berlumuran darah.

Tapi kita tidak bisa memastikan itu dari lukanya atau darah dari korban lainn yang saat itu ada di lokasi," tuturnya. Sementara status korban di lokasi serangan Polrestabes Surabaya lainnya, empat pelaku tewas.

Sedangkan korban luka adalah Bripda M Naufan, Bripda Rendra, Aipda Umar, dan Briptu Dimas Indra. Sedangkan enam warga sipil yang terluka adalah Atik Budi Setiarahayu, Raden Adi Ramadhan, Ari Hartono, Ratih El Putri, Elik Rahmaidah, dan Ainur Rofik.

Sejumlah dugaan menyebut anak itu adalah anak teroris yang ikut diajak. "Tapi bagi saya anak terduga teroris atau bukan, naluri saya sebagai seorang bapak reflek muncul untuk menolong anak itu.

Buat saya yang terpenting pada saat itu adalah keselamatannya, membawa sejauh mungkin dari lokasi ledakan," ujarnya. Dia menambahkan, selain anak kecil yang menjadi korban, Roni sempat mendekati seorang korban lain yang berlumuran darah.

"Saat saya dekati pria itu mengatakan, yang dia lakukan panggilan hati. Aku wani-wani tok (saya berani-berani saja)," pungkasnya menirukan.

Kehilangan Sahabat

Sementara itu Cak Breng hanya termangu, terbayang kini dia harus sendiri "wira-wiri" berburu barang-barang antik.

Karibnya Warsiman yang biasa setia menemani telah tiada. Warsiman, 67 tahun, adalah juru parkir yang bertugas di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Jalan Arjuno, Surabaya.

Tempat ibadah yang dibangun tahun 1964 itu termasuk salah satu lokasi serangan bom bunuh diri yang terjadi Minggu (13/5).

Meski korban tewas di tempat itu tidak sebanyak Gereja Santa Maria Tak Bercela, namun Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menyebutkan, bom mobil yang dikemudikan pelaku, Dita Supriyanto, meledak dengan daya paling kuat.

Warsiman yang sedang bertugas di bagian depan gereja itu tewas, bersama seorang korban sipil lainnya.

Selain mencari nafkah sebagai juru parkir, sehari-hari warga Tempel Sukerojo Gang 1 /63c itu juga menerima servis barang-barang elektronik seperti kipas angin, radio, dan sebagainya.

Putra bungsu Warsiman, Ahmad Fani, 24 tahun, mengatakan, Cak Breng, bukan satu-satunya sahabat sang ayah yang merasa kehilangan. Meski tergolong pendiam, ayahnya dikenal baik dan memiliki banyak teman.

"Teman-teman main bulu tangkis bapak juga kehilangan, biasanya mereka seminggu sekali berlatih di kampung sebelah.

Sudah banyak yang datang ke rumah, termasuk tetangga yang menyampaikab belasungkawa," kata Fani, saat ditemui di Posko DVI, RS Bhayangkara, Polda Jatim, Surabaya, Senin (14/5).

Bersama Andi kakak iparnya, dan Agung kepala RT, akhirnya diserahkan sekitar pukul 18.00 WIB oleh pihak rumah sakit. Sudah satu malam dia menginap di RS Bhayangkara untuk menunggu proses identifikasi jenazah selesai.

"Bapak tidak menunjukkan firasat apa-apa, justru saya yang malam sebelum kejadian tidak bisa tidur. Entah mengapa saya tergerak untuk mendengarkan lagu Endang Soekamti "Sampai Nanti".

Lagu itu mengingatkan saya dengan kematian suporter bonek beberapa waktu yang lalu," ujarnya. Fani mengisahkan, pascaledakan, dirinya sempat kalang-kabut mencari tahu kepastian nasib ayahnya.

Dia harus menunggu berjam-jam di lokasi kejadian, namun tidak mendapat hasil sama sekali. "Waktu kejadian saya masih tidur.

Jam 9 pagi dibangunkan Ibu, saya disuruh menyusul bapak ke gereja. Sampai sana, petugas melarang siapa saja mendekati lokasi karena masih ada 2 bom yang belum dijinakkan," tuturnya. selocahyo/P-4


Redaktur : Khairil Huda

Komentar

Komentar
()

Top