Akhiri Kekerasan di Rakhine
Pemerintah Indonesia sendiri sangat menyayangkan kekerasan di Rakhine yang menimpa Rohingya. Indonesia minta Myanmar menghentikan kekerasan dan memulihkan ketertiban. Minggu (3/9) sore, Menlu Retno terbang menuju Myanmar untuk bertemu State Counsellor/Menlu Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi.
Badan Dunia seperti Dewan Keamanan PBB baru menggelar pertemuan tertutup membahas krisis ini. Namun belum jelas rencana aksi PBB terkait kekerasan di Rakhine yang juga akan dibahas dalam Majelis Umum PBB September ini. Kejadian di Rakhine memprihatinkan. Sudah seharusnya masyarakat dunia menyuarakan penghentian konflik dan kekerasan yang terus berulang. Sebab setiap kali konflik, ratusan nyawa melayang, ribuan rumah dan bangunan rusak atau terbakar.
Kasus Rakhine memang bukan konflik agama, tetapi unsur itu kerap menjadi pemicu. Kepala Bidang Penelitian pada South Asia Democratic Forum di Brussel, dan peneliti pada Universitas Heidelberg, Insitut South Asia Siegfried Wolf dalam wawancara dengan Deutsche Welle.com menyatakan, kekerasan di Rakhine bukanlah konflik agama.
Menurut Wolf, komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya. Mereka juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman identitas mereka sendiri. Inilah penyebab utama ketegangan di negara bagian itu dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antarkedua kelompok.
Kita juga berharap, masyarakat Indonesia terus mendukung penuh penyelesaian bermartabat kasus Rohingya. Masyarakat dalam menyuarakan dukungan dan simpati pada etnis Rohingya, tidak boleh dengan cara-cara destruktif karena hanya akan membuat citra Indonesia makin jelek di mata dunia.
Komentar
()Muat lainnya