Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Persia

Akhemeniyah, Kekaisaran yang Mewariskan Multikulturalisme

Foto : afp/ Sarah LAI
A   A   A   Pengaturan Font

Setelah Cyrus raja pertama dari Kekaisaran Akhemeniyah menaklukan Babilonia kota yang sangat besar saat itu, ia membiarkan seluruh suku hidup berdampingan. Prinsip multikulturalisme yang diberlakukan membawa mencapai pemerintahan yang stabil menjadikan kekaisaran pertama yang kekuasaan sangat luas.

Di sebelah timur Pegunungan Zagros, terbentang dataran tinggi menuju India. Ketika Mesir bangkit melawan Hyksos, gelombang suku penggembala dari utara Laut Kaspia mengalir ke wilayah ini dan menyeberang ke India.

Pada saat Asyur atau Asiria membangun kerajaan baru mereka, gelombang kedua telah meliputi seluruh wilayah antara Zagros dan Hindu Kush. Beberapa suku menetap, yang lain mempertahankan gaya hidup semi-nomaden. Mereka adalah orang-orang Persia yang menyebut dirinya Iran.

Seperti semua masyarakat nomaden yang tidak memiliki polisi dan pengadilan, kode kehormatan merupakan hal yang penting bagi suku-suku Iran. Dalam soal kepercayaan, agama mereka berbeda dengan keyakinan agama masyarakat petani.

Ketika para petani di Mesir dan Mesopotamia telah mengubah dewa-dewa alam menjadi penjaga kota, orang-orang Iran mulai menyaringnya menjadi beberapa prinsip universal. Zoroaster, yang hidup sekitar tahun 1000 SM, mendorong proses ini.

Baginya, satu-satunya tuhan adalah sang pencipta, Ahura Mazda, pembawa cahaya, ketertiban, dan kebenaran. Dengannya, hukum atau logika dunia disusun. Bahkan mereka yang tidak menganut Zoroastrianisme tumbuh dalam budaya yang menghargai gagasan etis sederhana seperti mengatakan kebenaran.

Dalam bukunya Atlas of Empires, Peter Davidson bercerita tentang bagaimana dan mengapa kerajaan-kerajaan besar dalam sejarah muncul, beroperasi dan akhirnya mengalami kemunduran. Ia juga membahas masa depan kerajaan tersebut di dunia yang terglobalisasi saat ini.

Davidson menulis, di beberapa daerah, satu suku berhasil mengumpulkan kumpulan suku lain di bawah kepemimpinannya. Orang Media adalah salah satunya. Mereka membangun ibu kota di Ecbatana yang artinya tempat pertemuan di bagian timur Zagros tempat mereka memperluas kekuasaannya.

Pada 612 sebelum masehi (SM), Cyaxares, Raja Media, menyerbu Niniwe bersama orang Kasdim atau orang yang berasal dari daerah berawa-rawa yang terletak di selatan Irak. Setelah itu ia bergerak ke barat laut.

Pada 585 SM, bangsa Media berperang melawan bangsa Lydia di Sungai Halys ketika gerhana matahari membuat kedua belah pihak takut untuk berdamai. Segera setelah itu, Cyaxares mati dan meninggalkan sebuah kerajaan kepada putranya, Astyages (585-550 SM).

Salah satu wilayah yang sukunya membayar upeti kepada Media adalah Persia yang terletak di tenggara Ekbatana di luar Elam. Ada sekitar 10 atau 15 suku di Persia, salah satunya adalah Pasargadae. Pemimpin Pasargadae selalu berasal dari klan Akhemeniyah.

Klan Akhemeniyah merupakan dinasti pertama asal Persia yang menjadi penguasa seluruh Iran, sehingga kekaisaran mereka juga disebut dengan Kekaisaran Persia Pertama. Sebelum menguasai seluruh Iran, dinasti ini awalnya adalah penguasa kawasan Persia (Iran selatan).

Pada 559 SM, klan Akhemeniyah seorang pemimpin baru dipilih namanya Cyrus II. Cyrus sendiri adalah cucu Astyages dari pihak ibunya, namun hal itu tidak menghentikannya untuk melepaskan diri dari suku Media.

Pada 552 SM, ia telah membentuk suku-suku Persia menjadi sebuah federasi dan memulai serangkaian pemberontakan. Ketika pertikaian yang tak terelakkan dengan kakeknya terjadi pada 550 SM, bangsa Media memberontak dan bergabung dengan Cyrus untuk bergerak ke Ecbatana.

Cyrus kemudian mendapat gelar Shah (Raja) Persia dan membangun ibu kota di lokasi kemenangannya, yang ia sebut Pasargadae, menurut nama sukunya.

Kemenangan bangsa Media telah membuat Cyrus memiliki kerajaan yang samar-samar dan luas, terdiri dari berbagai bangsa yang tak terhitung jumlahnya. Ia menghadapi keragaman budaya, kecurigaan, dan permusuhan langsung.

Bangsa Lydia dan Babel Kaldea mempunyai perjanjian dengan Media. Namun mereka tidak ada yang merasa nyaman dengan pengambilalihan Persia. Lydia menang karena Cyrus tidak bermain sesuai aturan.

Setelah pertempuran sengit di dekat Sungai Halys pada suatu musim gugur, Raja Croesus (560 - 546 SM) kembali ke Sardis, berharap untuk melanjutkan pertempuran di musim semi sesuai dengan kebiasaan. Namun Cyrus mengikutinya pulang dan merebut Sardis, ibu kota Lydia dan kota terkaya di Ionia. Satu abad sebelumnya, Lydia telah mencetak koin pertama, menjadikan Ionia sebagai pusat perdagangan. Sekarang semua ini jatuh ke tangan Cyrus.

Adapun Raja Croesus sendiri, tampaknya Cyrus mungkin telah menyelamatkan nyawanya walau sekali lagi bertentangan dengan semua preseden. Cyrus akhirnya mempunyai reputasi dalam menyelamatkan penguasa yang ditaklukkan sehingga ia dapat meminta nasihat mereka tentang cara terbaik untuk mengatur wilayah mereka.

Kampanye Propaganda

Cyrus melihat kerja sama sebagai sebuah kekuatan, terutama dalam hal mengamankan hadiah utama yaitu Babilonia. Daripada mencoba merebut kota terbesar di dunia dengan kekerasan, Cyrus melancarkan kampanye propaganda untuk mengeksploitasi ketidakpopuleran rajanya, Nabonidus.

Tradisi Babilonia akan lebih aman jika ada Cyrus, demikian pesan yang disampaikan. Pintu gerbang dibuka dan daun palem diletakkan di hadapannya saat dia memasuki kota. Setibanya di Babilonia, Cyrus melakukan upacara keagamaan yang diabaikan Nabonidus dan mengembalikan ikon-ikon yang disita ke kuil-kuil mereka di seluruh negeri.

Tindakan ini memungkinkan Cyrus untuk mengklaim pemerintahan yang sah di Babilonia, sebuah aturan yang disetujui oleh para dewa Babilonia.

Dia kemudian menjelaskan apa yang akan terjadi dalam kerajaannya. Lalu membuat semacam kontrak antara dirinya dan berbagai bangsa yang berada di bawah pengawasannya. Mereka akan membayar upeti dan dia akan memastikan semua orang bebas menyembah dewa mereka sendiri dan hidup sesuai dengan adat istiadat mereka.

Multikulturalisme Cyrus pada akhirnya membuat perdamaian kekaisaran yang abadi menjadi sebuah kemungkinan nyata dan menentukan cara kerajaan-kerajaan di kemudian hari berusaha mencapai pemerintahan yang stabil. Bagi Cyrus ini adalah satu-satunya cara yang bisa diharapkan untuk mempertahankan penaklukannya, tapi ini adalah visi yang hanya bisa dibayangkan oleh seseorang dari luar peradaban lembah sungai, dengan keterikatan kuat mereka pada dewa-dewa lokal.

Putra Cyrus dan penerusnya, Cambyses II (529-522 SM) menambahkan Mesir ke dalam Kekaisaran Persia. Tetapi kemudian terjadi pemberontakan di dalam negeri, yang tampaknya dipimpin oleh seorang pendeta Media yang menyamar sebagai saudara laki-laki Cambyses, yang diam-diam telah dibunuh oleh Cambyses.

Setelah itu Cambyses meninggal, salah satu jenderalnya yang masih seorang kerabat jauh, turun tangan mengakhiri pemberontakan. Ia bernama Darius yang kemudian disebut Darius I. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top