Air Laut Bisa Amankan Pasokan Lithium di Masa Depan
Lautan mengandung sekitar 5.000 kali lebih banyak lithium daripada daratan.
Foto: ISTIMEWARIYADH - Para peneliti di King Abdullah University of Science and Technology (KAUST), di Arab Saudi, telah menemukan cara mengekstrak bagian penting dari baterai kendaraan listrik, lithium, dari air laut, dengan cara yang lebih hemat biaya.
"Metode kami dapat berfungsi sebagai pendekatan yang layak untuk mengamankan pasokan lithium, untuk penggunaan energi di masa depan," tutur para peneliti dalam studi yang diterbitkan dalam jurnal Energy & Environmental Science dan berjudul "Continuous Electrical Pumping Membrane Process for Seawater Lithium Mining".
Disebutkan, lautan mengandung sekitar 5.000 kali lebih banyak lithium daripada daratan, tetapi konsentrasinya yang sangat rendah, sekitar 0,2 bagian per juta. Jadi, bagaimana kita memanennya? Inilah cara tim KAUST mengatasi tantangan menggunakan air Laut Merah (dan ion adalah partikel, atom, atau molekul dengan muatan listrik bersih).
- Baca Juga: Presiden Lebanon Joseph Aoun Siap Pilih PM
- Baca Juga: Presiden Korsel Jalani Sidang Pemakzulan
Tim KAUST memecahkan masalah ini dengan sel elektrokimia yang mengandung membran keramik yang terbuat dari lithium lantanum titanium oxide (LLTO). Struktur kristalnya mengandung lubang yang cukup lebar untuk membiarkan ion lithium melewatinya sambil menghalangi ion logam yang lebih besar.
Sel berisi tiga kompartemen. Air laut mengalir ke ruang umpan pusat, di mana ion lithium positif melewati membran LLTO ke kompartemen samping yang berisi larutan buffer dan katoda tembaga yang dilapisi dengan platinum dan rutenium.
Sementara itu, ion negatif keluar dari ruang umpan melalui membran pertukaran anion standar, melewati kompartemen ketiga yang berisi larutan natrium klorida dan anoda platinum-ruthenium.
Gas Hidrogen
Pada tegangan 3.25 volt, sel menghasilkan gas hidrogen di katoda dan gas klorin di anoda. Ini mendorong pengangkutan lithium melalui membran LLTO, yang lalu terakumulasi di ruang samping. Air yang diperkaya lithium itu kemudian menjadi bahan baku untuk empat siklus pemrosesan lagi, yang akhirnya mencapai konsentrasi lebih dari 9.000 ppm. Menyesuaikan pH larutan ini menghasilkan litium fosfat padat yang hanya mengandung sedikit ion logam lain, cukup murni untuk memenuhi persyaratan produsen baterai.
Para peneliti memperkirakan bahwa sel hanya membutuhkan listrik senilai lima dollar AS untuk mengekstrak satu kilogram lithium dari air laut, dan nilai hidrogen dan klorin yang dihasilkan oleh sel akan lebih dari mengimbangi biaya. Selanjutnya, sisa air laut dapat digunakan di pabrik desalinasi untuk menyediakan air tawar.
"Kami akan terus mengoptimalkan struktur membran dan desain sel untuk meningkatkan efisiensi proses," kata pemimpin tim, Zhiping Lai.
n SB/electrek/E-9
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Selama 2024, Bulog Beli 16 Ribu Ton Beras dari Petani Merauke
- Mayoritas Wilayah NTT Berpotensi Hujan Lebat hingga 17 Januari
- Kapolri Sigit tegaskan komitmen dukung kesetaraan gender
- Guna Jaga Inflasi, BI Komitmen Perkuat Efektivitas Kebijakan Moneter
- Batam Imbau Nelayan Waspada Buaya Lepas di Perairan