Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sengketa Diplomatik

Ada Perang Perebutan Pengaruh Dibalik Krisis Qatar

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sengketa diplomatik antara pemerintah Qatar dengan negara-negara Arab hingga detik ini masih belum menemukan titik temu. Sejak pemutusan hubungan diplomatik pada 5 Juni lalu sampai sekarang, krisis diplomatik bahkan terus bergulir. Belum ada sinyalemen ketegangan akan mereda dalam waktu dekat karena dibalik krisis diplomatik ini ditenggarai merupakan sebuah perang terkait perebutan pengaruh.

Menurut Nostalgiawan Wahyudi, peneliti bidang politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pemutusan hubungan diplomatik terhadap Qatar oleh negara-negara Arab pada 5 Juni lalu sudah diprediksi oleh tim peneliti politik LIPI. Hal ini dipicu oleh peta politik luar negeri Qatar.

"Kami sudah memprediksi, jika peta politik luar negeri Doha tidak berubah, maka pemutusan hubungan diplomatik bakal terulang lagi," kata Nostalgiawan, Senin (17/7).

Pemutusan hubungan diplomatik terhadap pemerintah Qatar pada 5 Juni lalu bukan yang pertama kali. Sebelumnya pada 1972 dan 2014, pemutusan hubungan diplomatik pernah dilakukan negara-negara Arab kepada Doha. Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Yaman, Libia, dan Mesir adalah beberapa dari total 10 negara yang telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.

Tudingan bahwa Doha telah mendukung terorisme dan menjalin kedekatan dengan Iran, yang merupakan rival Arab Saudi adalah tuduhan yang kurang berdasar. Sebab pemerintah Qatar ikut berperang melawan kelompok Islamic State (ISIS) dan pernyataan yang mencatut nama Emir Qatar adalah berita bohong. "Tuduhan itu dasarnya kurang kuat," imbuh Nostalgiawan.

Sementara itu, Faisal Assegaf, pengamat politik Timur Tengah dan penulis buku berjudul "Gaza Simbol Perlawanan dan Kehormatan", menyebut pemutusan hubungan diplomatik terhadap Doha merupakan bentuk kecemburuan Riyadh dan negara-negara Arab lainnya.

Qatar merupakan negara kecil, tetapi sekarang sudah maju dengan pesat. Pada 2015, Bank Dunia bahkan mentasbihkan Qatar sebagai negara terkaya nomor satu di dunia dengan pendapatan perkapita sebesar 146.178 dollar AS dengan angka pengangguran yang hampir nol persen.

Di sisi lain para pemimpin Doha berpikiran lebih maju, berbeda dengan pemimpin negara-negara Arab lainnya yang masih berfikiran primitif. Contohnya, Qatar telah menjadi negara Muslim pertama yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan ajang bergengsi Piala Dunia 2022.

"Pemutusan hubungan diplomatik yang dipimpin oleh Arab Saudi persis seperti perilaku AS. Yakni, ketika mereka bermusuhan dengan negara lain, maka negara-negara sekutu harus ikut memusuhi. Ini kan seperti anak kecil," kata Faisal, Senin.

Awalnya, Riyadh menilai Doha akan tunduk pada tuntutan yang mereka ajukan demi mencairkan sengketa diplomatik. Namun secara mengejutkan, Doha melawan. Hal ini membuat pemerintah Arab Saudi malu besar jika takluk pada Doha sehingga sanksi ekonomi pun dilanjutkan.

"Ini perang perebutan pengaruh. Para pemimpin Qatar berpikiran maju, Doha pun merupakan negara kaya sehingga mereka bebas melakukan apapun. Riyadh melihat Qatar sebagai negara tetangga yang kecil secara geografis, tetapi mulai angkat kepala," papar Faisal.

Kecil tapi Berpengaruh

Senada dengan Faisal, menurut Nostalgiawan sengketa diplomatik antara Qatar dengan negara-negara Arab merupakan perebutan pengaruh karena pemerintah Qatar telah berperan sangat besar di kawasan Teluk saat ini.

Sebagai contoh, ketika terjadinya fenomena politik regional Musim Semi Arab (Arab Spring), Doha berusaha agar gejolak politik dan keamanan untuk mendongkel para pemimpin yang telah berkuasa lama, tidak menjalar ke negara-negara lain. Pemberitaan Arab Spring dijadikan topik utama oleh al-Jazeera, sebuah media independen yang bermarkas dan juga dimiliki pemerintah Qatar.

Al-Jazeera dalam pemberitaannya rutin meneriakkan ketimpangan, kemiskinan, dan pengangguran di Timur Tengah, dimana hal ini bertentangan dengan budaya negara-negara Arab. Al-Jazeera telah menjadi sayap diplomatik Doha untuk menciptakan imej. Ironisnya, al-Jazeera hampir tidak pernah mengkritik Doha. Hal ini dipandang oleh Arab Saudi seperti duri dalam daging. suci sekar/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top