Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ada Apa Tiba-tiba Uni Eropa Desak Tiongkok Agar Tak Bantu Rusia dalam Perang di Ukraina, Kode Perang Melebar?

Foto : AFP

Bendera Uni Eropa

A   A   A   Pengaturan Font

Pada pertemuan para pemimpin Uni Eropa dan Tiongkok, Jumat (1/4), membahas perihal konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Uni Eropa mendesak Tiongkok untuk tidak membantu Rusia dalam perang di Ukraina, menurut beberapa sumber.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa-Tiongkok yang digelar tersebut merupakan pertama kalinya diselenggarakan dalam dua tahun belakangan ini.

Dalam kesempatan tersebut, Uni Eropa menginginkan jaminan dari Tiongkok untuk tidak akan memasok Rusia dengan senjata. Selain itu, Beijing juga diminta untuk tidak membantu Moskow menghindari sanksi Barat yang dikenakan atas invasi ke Ukraina.

Dalam bahasa terbuka yang tak lazim, beberapa pejabat Uni Eropa yang ikut mempersiapkan KTT itu mengatakan bantuan apa pun yang diberikan kepada Rusia akan merusak reputasi internasional Tiongkok.

Selain itu, kata mereka, bantuan Tiongkok bisa membahayakan hubungan dengan mitra dagang terbesarnya --Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel akan mengadakan pembicaraan virtual dengan Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang dan kemudian dengan Presiden Xi Jinping.

Seorang pejabat Uni Eropa mengatakan sikap Tiongkok terhadap Rusia akan menjadi pertanyaan yang sangat penting pada Jumat.

Pejabat lain menggarisbawahi kenyataan bahwa lebih dari seperempat perdagangan global Tiongkok tahun lalu berasal dari hubungannya dengan Uni Eropa dan AS.

Angka perdagangan Tiongkok itu jauh lebih besar dibandingkan dengan Rusia, yang hanya 2,4 persen.

"Apakah kita memperpanjang perang ini atau kita bekerja sama untuk mengakhiri perang ini? Itulah pertanyaan penting untuk KTT ini," kata pejabat tersebut.

Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi mengulangi seruan Tiongkok untuk pembicaraan damai minggu ini, seraya menambahkan bahwa kekhawatiran yang sah dari semua pihak harus diakomodasi.

Wang Yiwei, pakar Eropa di Universitas Renmin Beijing, mengatakan Tiongkok dan Uni Eropa sama-sama menginginkan perang berakhir.

"Saya membayangkan China ingin menggunakan KTT ini untuk berdiskusi dengan Uni Eropa soal bagaimana menciptakan kondisi yang dapat diterima oleh Putin agar dia bergeser dari posisinya saat ini," ucapnya kepada Reuters.

Tiongkok sendiri memiliki kekhawatiran bahwa negara-negara Eropa mengikuti kebijakan luar negeri garis keras dari AS dan telah meminta Uni Eropa untuk "mengecualikan campur tangan eksternal" dari hubungannya dengan Tiongkok.

Sebagai informasi, sejak tahun 2019, bahasa diplomatik Uni eropa terhadap Tiongkok berubah, dari menganggapnya sebagai saingan sistemik menjadi mitra potensial dalam memerangi perubahan iklim atau pandemi.

Uni Eropa dan Tiongkok bahkan telah terikat dalam perjanjian investasi, yang dirancang untuk menyelesaikan beberapa kekhawatiran Uni Eropa tentang akses pasar timbal balik.

Namun, kesepakatan itu sekarang ditunda setelah sanksi Uni Eropa terhadap pejabat Tiongkok yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah Xinjiang. Sementara, sebaliknya Tiongkok juga memasukkan individu dan entitas Uni Eropa ke daftar hitam.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top