Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

70 Reuni

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Seorang Kakek menasehati cucunya yang membolos sekolah. "Nak, hendaknya kamu masuk sekolah. Besar bahayanya jika kamu tidak sekolah." "Kenapa Kek?" "Kalau kamu tidak sekolah, besok tidak bisa reuni."

Humor ini berulang muncul di grup WA. Ada yang menyebut tahun ini adalah Tahun Reuni. Tahun pertemuan kembali- setelah sekian lama berpisah. Biasanya reuni temanteman sekolah.

Baik teman semasa SR, singkatan dari Sekolah Rakjat, untuk menandai era sebelum istilahnya menjadi Sekolah Dasar, atau SD. Atau juga teman sekolah zaman SMP, atau SMA, atau yang sederajat.

Ini lebih gayeng-kata ini sedang in di wilayah Jateng, pada musim kampanye. Minggu kemaren dan minggu ini, saya diundang beberapa kali untuk reuni. Eh, bukan untuk reuni, untuk "panitia pelaksanaan reuni."

Artinya, masih ada rapat dan rapat lagi, yang cukup menyita waktu. Juga perhatian. Berapa bea yang dikenakan kepada peserta, apa saja acaranya, apa menu kuliner,

acara lainnya selain potretmemotret apa saja? Reuni menjadi acara yang perlu dijadwalkan- seperti halnya harus kondangan atau menghadiri kegiatan seminar atau sejenisnya -karena memang sudah menjadi kegiatan.

Saya menyebutkan sebagai "70 reuni", karena reuni teman SR, SMP, atau SMA, atau di atas itu, usianya sekarang sudah 70-an tahun. Cukup rentang waktu untuk dikenang, cukup panjang yang bisa diceritakan setelah 40 tahun, 30 tahun berlalu.

Sebagian bahkan belum pernah sekali pun bertemu sejak berpisah. Reuni menjadi kebutuhan ketika dalam grup WA, pembicaraan mengenai hal itu berlangsung intensif.

Boleh dikatakan semuanya memiliki ponsel, dan hampir semuanya masuk dalam grup. Kemudahan tehnologi komunikasi dalam genggaman tangan ini tiap saat bisa menghangatkan rasa kangen lewat kiriman gambar masa lalu, foto jadul, dan kisah-kisah yang layak diceritakan ulang.

Dengan segala dramatisasinya. Misalnya, "Ayolah reunian, siapa tahu tahun depan tak bisa lagi."

Termasuk daftar teman lama yang sudah tiada-lengkap dengan cerita terakhir. Dengan demikian, reuni menjadi kebutuhan.

Juga kerelaan karena selalu ada yang berkenan menjadi "tuan rumah", selalu ada- ini yang menurut saya istimewa-menjadi panitia yang disibukkan berbagai urusan yang sungguh seabreg.

Dan ternyata orang seperti itu ada-seperti juga dulu ada ketua kelas, ada "pembantu umum", ada pengurus osis , yang intinya relawan dan repot.

Reuni menjadi keperluan untuk mengenang kembali hal-hal lucu, atau malu, atau cinta yang tersipu-sipu, atau peristiwa yang kita sendiri lupa tapi masih ada yang mengingatkan.

Atau tingkah laku yang ada kaitannya dengan profesi kita sekarang ini. Tahun Reuni, lebih damai dan aman serta nyaman, dari pada menyebut Tahun Politik.

Dalam reuni, selain yang nostalgis manis, ada hal-hal yang mengingatkan bahwa dulu semasa sama-sama sekolah, tak ada pembeda sebagai kelas "setan", atau kelas "Allah", atau ujaran dan ungkapan kebencian yang membekas , bagai getah terus menempel.

Reuni menjadikan persahabatan kembali murni, nyaman, aman, mengharukan yang toh nyatanya pernah dilalui bersama.

Komentar

Komentar
()

Top