UUD 45 Tak Perlu Diamendemen
- UUD 1945
JAKARTA - UU Dasar 45 tidak perlu diamendemen karena tidak urgen atau kondisi darurat yang mengharuskannya. Penegasan ini disampaikan pakar hukum tata negara dan Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan, Prof Asep Warlan, Jumat (20/8).

Ket. Pakar hukum tata negara dan Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan, Prof Asep Warlan
Doc: Istimewa
"Masyarakat juga banyak mempertanyakan apa urgensinya kita harus mengubah undang-undang dasar," kata Asep Warlan. Asep menilai, pembahasan amendemen UUD 1945 jika dilakukan saat dekat ini, waktunya sangat tidak tepat. Menurut dia, yang urgen diselesaikan saat ini adalah mengatasi kondisi ekonomi dan kesehatan yang tengah terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Kalau bicara Covid-19 berarti memerlukan konsentrasi semua lembaga negara, agar pandemi cepat sselesai," kata Asep. Amendemen tidak perlu, juga pembahasannya dikhawatirkan akan melebar. Dia bilang, tidak ada jaminan pembahasan tidak akan melebar ke mana-mana.
Asep menilai, pembahasan amendemen UUD 1945 bisa menjadi pintu masuk wacana tentang masa jabatan presiden menjadi tiga periode seperti yang sudah santer digelorakan."Jangan-jangan ini pintu masuk ke situ," katanya. Bisa saja, hari ini mengatakan yang diubah TAP MPR. Tapi lusa perubahan sekalian saja masa jabatan presiden jadi 3 periode.
Alasan tidak perlu amendemen karena bisa melemahkan sistem presidensial. Wacana pembahasan amendemen UUD 1945 yang memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dinilai akan melemahkan posisi presiden. Sebab adanya haluan negara yang ditetapkan di pundak presiden, tapi dikontrol ketat oleh parlemen (MPR, DPR, dan DPD).
"Seandainya strukturnya tidak berubah bisa menjadi melemahkan presidensial. Hal ini bisa melemahkan sisi presidensial atau paling tidak akan mengubah kriteria karateristik presidensial yang kita anut dalam Undang-Undang Dasar," katanya.
Terkait pembahasan PPHN, Asep menyarankan apabila Ketua MPR bersikeras ingin memasukkan haluan Negara, sebaiknya tetap menggunakan UU No17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
Anda mungkin tertarik:
Menurutnya, jika UU N0 17 tersebut masih memiliki kekurangan, sebaiknya UU itu yang diubah, mengamendemen UUD 1945. Kalau dulu ada GBHN karena presiden sebagai mandataris MPR. Posisi struktur ketatanegaraan, MPR paling atas, sebagai lembaga tertinggi.
Tapi era sekarang menjadi aneh kalau MPR membuat PPHN, padahal posisinya sederajat dengan pemerintah/presiden. Walaupun ini sebenarnya multifungsi, nanti orang akan mempersoalkan dasar hukumnya MPR membuat PPHN yang harus dilaksanakan presiden. "Apa bedanya dengan undang-undang kalau begitu," lanjutnya.