Indonesia Jangan Kehilangan Momentum Pertumbuhan
Foto: ANTARA / Raisan Al FarisiEkspektasi dunia sedang positif meski ada sejumlah risiko dari Tiongkok dan AS.
Perbaiki kebijakan populis antibisnis dan kelemahan implementasi kebijakan investasi.
JAKARTA - Indonesia diharapkan tidak kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi di 2018. Momentum itu muncul dari faktor eksternal berupa tren menguatnya perekonomian global, dan dari faktor internal berupa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di 171 kabupaten dan kota maupun provinsi.
"Setidaknya ada dua momentum, yaitu perekonomian global yang menguat serta pilkada serentak yang berpotensi menguatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga, terutama di daerah," kata ekonom Dradjad Wibowo, di Jakarta, Selasa (9/1).
Menurut dia, dilihat dari sisi global, pertumbuhan ekonomi Indonesia belakangan ini cenderung berjalan di tempat. Pada 2014 hanya 5,01 persen, turun ke 4,88 persen pada 2015, lalu kembali ke 5,02 persen tahun berikutnya. Pada 2017, pertumbuhan terlihat tetap stagnan sekitar 5,00-5,05 persen.
Dradjad menilai kondisi itu memprihatinkan karena ekonomi dunia sebenarnya sedang sangat positif. Zona Euro yang selama ini sakit, misalnya, pada 2017 tumbuh 2,6 persen (yoy), tertinggi sejak kuartal I-2011.
Negara tetangga seperti Singapura tumbuh melejit ke 3,5 persen, atau hampir dua kali lipat dari perkiraan awal tahun. "Jarang-jarang Singapura bisa seperti ini. Perkiraan pertumbuhan global juga terus direvisi ke atas, terakhir sekitar 3,2 persen," papar dia.
Harga komoditas juga naik pesat. Dradjad mengutip Bloomberg Commodity Spot Index (BCOMSP) yang menyebutkan komoditas berada pada level 358,4, tertinggi sejak 2016.
BCOMSP adalah indeks harga spot dari komoditas dunia. Selama 2017, BCOMSP naik 7,43 persen. Bagi Indonesia, BCOMSP merupakan indikator penting, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi ekspor dan harga komoditas.
"Oleh sebab itu, jika harga komoditas tumbuh di atas 7 persen, namun ekonomi hanya tumbuh 5 persen, berarti di domestik ada yang salah," tukas Dradjad.
Di pasar keuangan, kata Dradjad, kondisinya pun sangat positif. Pasar modal mulai dari London hingga Tokyo ikut pecah rekor. Undang-undang pajak yang baru dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ikut memberi sentimen positif bagi pelaku pasar modal. "Singkatnya, ekonomi global sedang menguat," tutur dia.
Mayoritas pelaku dan analis pasar dunia juga cenderung optimistis melihat 2018. Memang ada risiko seperti tingkat dan tren utang Tiongkok, kebijakan proteksionis Trump dan Brexit. Tapi secara umum, ekspektasi dunia sedang positif.
Risiko Politik
Sementara itu dari sisi domestik, menurut Dradjad, pada 2018 akan ada 171 pilkada serentak. Meskipun dia mengakui ada risiko politik di sini.
"Namun, saya melihat pilkada lebih bernilai positif bagi perekonomian. Kenapa? Karena belanja KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan calon kepala daerah bisa menguatkan daya beli dan konsumsi rumah tangga, terutama di daerah," papar dia.
Saat ini, proporsi konsumsi rumah tangga adalah sekitar 55-56 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dalam hitungan kasar Dradjad, belanja pilkada bisa menyumbang tambahan pertumbuhan konsumsi sekitar 0,2-0,3 persen.
Ini jika efek multiplier-nya tidak dihitung, yang mungkin cukup besar karena yang naik adalah konsumsi di daerah. "Dengan dua faktor di atas, seharusnya Indonesia bisa mendobrak stagnansi pertumbuhan pada tahun 2018. Target 5,4 persen semestinya bisa relatif mudah dicapai," ungkap Dradjad.
Menurut dia, jika ingin ekonomi lari lebih kencang pemerintah perlu membenahi faktor domestik yang membuat Indonesia kehilangan momentum tahun 2017. "Contohnya, kebijakan populis antibisnis dari beberapa kementerian serta kelemahan implementasi kebijakan ekspor dan investasi."
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengatakan selain pilkada serentak, gelaran Asian Games pada tahun ini bakal berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi kendati tidak terlalu besar. Pemerintah memprediksi kedua event itu bisa menyumbang 0,2-0,3 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam APBN 2018, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,4 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2017 yang diperkirakan hanya mencapai 5,1 persen.
Bambang juga mengharapkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) bisa memanfaatkan tahun politik untuk meraup keuntungan yang lebih besar. "Saya berharap tahun 2018 bisa jadi tahun UKM memanfaatkan momen pemilu, pilkada, dan Asian Games. Tahun ini harusnya jadi tahun terbaik untuk UKM," ujar Bambang. ahm/WP
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 3 Arsenal Berambisi Lanjutkan Tren Kemenangan di Boxing Day
- 4 Gerak Cepat, Pemkot Surabaya Gunakan Truk Tangki Sedot Banjir
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik
Berita Terkini
- Jangan Khawatir, Pertamina Pastikan Pasokan Energi jelang Tahun Baru Aman
- Rekor Baru, Xinjiang Catat 300 Juta Kunjungan Wisatawan pada 2024
- Harga Pangan Sabtu, Telur Ayam Rp30.710/Kg
- Hati Hati, Jika Meluas, Fenomena Frugal Living Perburuk Tax Ratio
- Umumkan Daftar Pemain, Jakarta Livin’ by Mandiri Siap Berlaga di Proliga 2025 Putri