Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 07 Apr 2018, 01:00 WIB

Gaya Anak Muda Berkesenian

Foto: istimewa

Mereka bermain di sebuah panggung musikal namun tidak mendapatkan bayaran.

Anggotanya anak muda. Tim produksinya juga anak muda. Itulah profil JKTMOVEIN. Komunitas Movement of Inspiration ini secara sengaja memang memilih anak muda yang tertarik pada seni untuk berkembang bersama.

Komunitas pertunjukan drama musikal ini beranggapan, dalam jenjang usai yang tidak jauh berbeda mereka dapat berkesenian tanpa pamrih. Pemahaman tersebut perlu disadari peserta sejak awal karena setiap anggota yang tampil dalam pementasan bersifat relawan.

Mereka bermain di sebuah panggung musikal namun tidak mendapatkan bayaran. "Ini adalah proses pengembangan diri yang bersifat volunteer dan bukan untuk orang yang mencari pekerjaan," ujar Nurul Susantono, 26, atau yang biasa disapa Nuya di headquarters JKTMOVEIN di Masjid Condet, Batu Ampar, Jakarta Timur, Kamis (5/4).

Untuk itu, Nuya yang juga bertindak sebagai produser dan sutradara memilih anak muda dalam rentang usia 15 sampai 23 tahun sebagai peserta baru setiap pementasan. Ia berpendapat dalam rentang usai tersebut, rata-rata mereka belum dituntut untuk memiliki pendapatan. Berbedahalnya dengan usianya 25 tahun ke atas, usia tersebut secara psikologis menuntut adanya penghasilan. "Usia 23 tahun, usia skripsilah," ujar dia tentang komunitasnya yang telah mementaskan tiga judul drama musical, yaitu Musikal Sekolahan, Gemuruh dan Petualangan Sherina (September 2017 dan Februari 2018).

Dalam setiapkali pementasan, JKTMOVEIN selalu merekrut peserta baru. "Kita mencari yang mentah dan memiliki semangat untuk tumbuh bareng," ujar dia. "Kita tidak mau anak-anak yang kita rekrut motivasi pertamanya adalah uang," ujar dia lagi.

Untuk itu dalam setiap perekrutan untuk pementasan akan dilakukan audisi. Proses ini untuk mendapatkan pemain yang memiliki talenta sekaligus memiliki komitmen untuk bergabung dalam pementasan drama musikal. Tidak pernah disangka, ternyata peminatnya cukup membludak. Seperti untuk pementasan Petualangan Sherina, ada 2000 orang yang mendaftar namun yang diterima hanya 55 orang. Pada tahap awal, mereka menyaring melalui vocal yang dikirimkan melalui instagram, jika sesuai yang dibutuhkan mereka akan memanggil para peserta untuk melakukan audisi lanjutan.

Umumnya, peserta yang berhasil lolos seleksi adalah peserta jebolan dari les sejumlah bidang kesenian. Mereka telah terlatih sehingga lebih mudah untuk diarahkan sesuai jalan cerita. Selain melihat talenta peserta, audisi juga mencari peserta yang memiliki komimen untuk berlatih selama kurang lebih enam bulan sebelum pementasan dan pada saat pementasan.

Drama musikal yang identik dengan lakon-lakon cerita dari luar negeri bukan berarti harus mementaskan cerita-cerita dari negara lain. Nuya bersama JKTMOVEIN tidak akan menggunakan ajang pementasan ini untuk menampilkan ceritacerita dari negara lain. "Aku merasa bukan tanggung jawabku untuk memperkenalkan budaya luar di sini," ujar dia. Nuya lebih senang menggali carita-cerita yang ada di Tanah Air. JKTMOVEIN didirikan Nuya bersama salah satu temannya, Faras Safira.

Mereka samasama ingin memajukan seni pertunjukkan di Indonesia. Sebelum lulus SMA, 2009, Nuya pernah membuat drama musikal di sekolahnya, SMA Lab School. Kecintaannya terhadap dunia pertunjukan terus berlanjut hingga duduk di bangku kuliah, Departemen Komunikasi, Universitas Indonesia. Bersama Faras yang merupakan adik kelasnya di SMA, ia masih suka melatih pertunjukan drama musikal di SMA nya.

Drama musikal dianggap sebagai seni yang bisa menyatukan banyak orang dan mengembangkan talenta orang diberbagai bidang. Akhirnya, mereka sepakat untuk memperkenalkan drama musikal ke masyarakat luas dengan membuat brand dengan mengajak pemuda pemudi lainnya.

JKTMOVEIN dibentuk pada awal Desember 2013 sedangkan pertunjukan pertama dilakukan pada Agustus 2014. Anggota yang pernah tergabung kurang lebih sebanyak 500 orang sedangkan anggota yang masih rutin mengadakan pertemuan sekitar 100 orang. din/E-6

Dari Karya Terkenal ke Pentas Drama Musikal

Mengadaptasi cerita populer untuk pertunjukan drama musikal, telah dilakukan sejumlah pihak. Cerita-cerita yang telah dikenal masyarakat membuat drama musikal menjadi tontonan yang menyenangkan dan dapat dinikmati semua kalangan. Bukan hal baru kalau drama musikal mengadopsi beberapa cerita popular.

Nurul Susantono dalam bukunya Produksi Drama Musikal: Dari Ide ke Panggung mencatat sejumlah drama musikal diangkat dari cerita popular, baik dari film, buku maupun cerita rakyat. Disney dikenal sering melakukan hal tersebut untuk film-filmnya. Dari dalam negeri, ada musikal Laskar Pelangi yang diadopsi dari novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Selain itu, banyak pula cerita rakyat di Tanah Air yang dijadikan cerita drama musikal.

Menggarap karya adaptasi tidak dapat dilakukan secara total seperti cerita aslinya. Beberapa penyesuaian harus dilakukan mengingat keterbatasan medium pangggung dalam mengekspresikan peristiwa, pikiran dan perasaan tokoh. Alhasil bukan tidak mungkin, pikiran tokoh akan menjadi lebih sempit atau mempersempit ekspresi tokoh.

Selain mengadaptasi, cerita dapat diperoleh dengan mengambil membeli lisensi untuk produksi drama musikal yang sudah populer. Beberapa drama musikal seperti Les Miserables bahkan menjual lisensi produksinya untuk sekolah. Ketika cerita diperoleh dengan membeli lisensi produksi untuk musikal popular, biasanya naskah atau libretto dan partitur musiknya akan diberikan oleh pihak yang menerbitkan lisensi. Pembeli tinggal menginterpretasikan teksnya. Yang penting sebelum mengadaptasi cerita lisensi sudah memiliki ijin yang sah.

Hingga saat ini, Nuya belum membawa drama musikalnya ke daerah-daerah. "Karena persoalan venue," ujar dia. Pasalnya untuk pementasan drama musikal memerlukan panggung dalam ukuran tertentu, belum lagi layar yang bisa diganti-ganti secara cepat. Jikapun ada kesempatan, dia berpendapat perlu menyesuaikan cerita dengan venue yang tersedia. din/E-6

Perusahaan Berbasis Komunitas dan Idealisme

Penonton menjadi salah satu tolak ukur dalam setiap pementasan pertunjukkan. Hal tersebut berlaku pula pada pementasan drama musikal JKTMOVEIN. Selain berhasil menjaring penonton, mereka bahkan mampu menjangkau penonton baru hingga tiket sold out.

Drama musikal Petualangan Sherina merupakan pementasan yang belum lama digelar, September 2017 dan Februari 2018. kedua pementasan tersebut mampu menarik minat penonton. Nuya mengatakan bahwa pementasan yang menyertakan para pemain baru menjadi salah satu trik untuk mendapatkan penonton.

"Karena pemain baru, mereka mengajak keluarga untuk menonton," ujar dia. Alhasil, penonton barupun dapat diperoleh untuk memenuhi bangku-bangku ruang pertunjukkan. Namun untuk penampilan Petualangan Sherina pada Februari 2018, Nuya tidak lagi bisa mengandalkan trik tersebut. Karena penonton yang menonton ditampilan pertama tidak akan menonton lagi ditampilan kedua.

Di sisi lain, cerita Petualangan Sherina sendiri merupakan cerita popular di masyarakat. Berangkat dari sisi popular tersebut dia dapat memperoleh penonton kembali hingga tiket yang dibanderol mulai 79 ribu rupiah pada pre sale hingga 500 ribu rupiah sold outdi H-1.

"Sempat degdegan juga sih," ujar dia. Pemain baru dan cerita popular menjadi salah satu trik untuk mendapatkan penonton baru dunia pertunjukkan. Umumnya, penonton pementasan ini adalah orang-orang yang menyukai menonton teater. Namun dengan mengandalkan cerita populer dan pemain baru, dia bisa menemukan penonton baru yang bukan berasal dari kalangan penonton teater. "Supaya penonton bermigrasi menonton teater, salah satu caranya menampilkan cerita-cerita populer yang sudah lekat di hati," ujar dia yang tidak ambil pusing dikatakan seniman tidak memiliki idealisme.

Jebolan master dari Innovation, Entrepreneurship and Management, Imperial Colllege London ini mengatakan bahwa harga tiket yang tergolong murah untuk pementasan musikal menjadi salah satu celah untuk meraih penonton.

Nuya yang sempat disangsikan untuk mendapatkan penonton oleh salah satu penyelenggara pementasan teater membuat beberapa metode penjualan tiket, mulai pre sale sampai tiket harga tertinggi.

Bagi Nuya, pertunjukkan teater tidak sekedar tontonan yang hanya digerakkan dengan hati. Aspek komersial menjadi pertimbangan untuk memberikan kesejahteraan para pelaku teater. Jika para pemain pemula masih menjadi volunteer, namun ia memberikan penghargaan honorarium untuk tim produksi profesionalnya.

Yang menarik, komunitas ternyata telah menjadi Perseroan Terbatas. Yakni sejak pementasan Petualangan Sherina yang ke dua. Hal ini menjadikannya sebagai perusahaan berbasis komunitas, seni, komersial, dan idealisme. Sebuah lompatan yang tergolong anyar dalam dunia teater. din/E-6

Penulis: Dini Daniswari

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.