Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

WTO: UE Melakukan Diskriminasi terhadap Minyak Sawit dalam Penetapan Aturan Biofuel

Foto : Istimewa

Panel WTO juga mengkritik periode peninjauan data yang digunakan oleh UE dalam menilai risiko ILUC minyak sawit, yang didasarkan pada data yang dikumpulkan antara tahun 2008 dan 2016. Hal ini berarti penghapusan bertahap UE bergantung pada pada data yang berpotensi ketinggalan jaman.

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Dalam keputusan pertamanya mengenai masalah perdagangan terkait deforestasi dan emisi karbon, Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), baru-baru ini menemukan kesalahan dalam keputusan Uni Eropa untuk tidak menerima minyak sawit sebagai sumber energi terbarukan.

Dikutip dari Eco-Business, meskipun badan tata kelola perdagangan internasional itu sepakat bahwa sah bagi UE untuk menetapkan peraturan yang melarang bahan bakar nabati seperti minyak sawit karena deforestasi dan risiko emisi perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land use change/ILUC), badan tersebut berargumentasi bahwa blok tersebut telah mengembangkan dan menerapkan aturan-aturan ini dengan cara yang merupakan "diskriminasi yang sewenang-wenang atau tidak dapat dibenarkan" terhadap mitra dagang Malaysia.

"Ada kekurangan dalam desain dan penerapan kriteria risiko rendah ILUC," kata panel WTO dalam laporan rumit setebal 348 halaman yang diterbitkan Selasa lalu.

Panel tersebut memutuskan beberapa pengaduan yang diajukan terhadap UE, Prancis, dan Lituania oleh Malaysia mulai tahun 2021. Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, berpendapat bahwa UE telah melanggar aturan perdagangan internasional ketika memutuskan pembatasan dan tahapan perdagangan yang dirancang untuk membatasi penggunaan minyak sawit sebagai biofuel berdasarkan Pedoman Energi Terbarukan (RED II) versi kedua blok tersebut. Indonesia telah mengajukan kasus serupa terhadap UE pada tahun 2019 tetapi meminta agar proses tersebut ditangguhkan pada Senin lalu, sehari sebelum hasil kasus Malaysia diumumkan.

Salah satu pertentangan utama di Malaysia adalah penggunaan batasan 10 tahun oleh UE untuk menentukan tanaman mana yang dapat disertifikasi memiliki risiko ILUC rendah.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top