Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Laporan Iklim

WMO: Benua Eropa Kian Memanas

Foto : AFP/FABRICE COFFRINI

Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas

A   A   A   Pengaturan Font

PARIS - Eropa harus bersiap menghadapi gelombang panas yang lebih mematikan yang didorong oleh perubahan iklim, kata sebuah laporan iklim pada Senin (19/6). Laporan itu juga mencatat bahwa Eropa juga merupakan benua dengan pemanasan tercepat di dunia yaitu sekitar 2,3 derajat Celsius lebih panas tahun lalu jika dibandingkan dengan masa praindustri.

Kekeringan yang merontokkan tanaman, rekor suhu permukaan laut, dan pencairan gletser yang belum pernah terjadi sebelumnya, adalah beberapa konsekuensi yang tercantum dalam laporan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) dan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa.

Benua, yang telah menghangat dua kali lipat dari rata-rata global sejak era '80-an, mencatat musim panas terhangat tahun lalu, dengan negara-negara termasuk Prancis, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, dan Inggris Raya mengalami tahun terhangat dalam catatan.

Sementara dunia telah menghangat rata-rata hampir 1,2 Celsius sejak pertengahan 1800-an, melepaskan serangkaian cuaca ekstrem yang menghancurkan, termasuk gelombang panas yang lebih intens, kekeringan yang lebih parah di beberapa daerah, dan badai yang menjadi lebih ganas dengan naiknya permukaan laut.

Yang paling terpukul adalah orang-orang yang paling rentan dan negara-negara termiskin di dunia, yang tidak berbuat banyak untuk berkontribusi pada emisi bahan bakar fosil yang menaikkan suhu. Tetapi dampaknya menjadi semakin parah di seluruh dunia, dengan wilayah di belahan bumi utara dan di sekitar kutub mengalami pemanasan yang sangat cepat.

"Di Eropa, suhu tinggi memperburuk kondisi kekeringan yang parah dan meluas, memicu kebakaran hutan yang hebat yang mengakibatkan area terbakar terbesar kedua yang pernah tercatat, dan menyebabkan ribuan kematian berlebih terkait panas," kata Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas.

"Sementara suhu di seluruh benua naik 1,5 Celsius dalam 30 tahun, dari 1991 hingga 2021," menurut laporan The State of the Climate in Europe 2022 seraya menambahkan bahwa panas yang ekstrem menyebabkan lebih dari 16.000 orang tewas tahun lalu, sementara banjir dan badai menyumbang sebagian besar kerusakan senilai 2 miliar dollar AS akibat cuaca dan iklim ekstrem.

"Sayangnya, ini tidak dapat dianggap sebagai kejadian satu kali atau keanehan iklim," kata Direktur Copernicus, Carlo Buontempo. dalam laporan tersebut. "Pemahaman kami saat ini tentang sistem iklim dan evolusinya memberi tahu kami bahwa peristiwa semacam ini adalah bagian dari pola yang akan membuat tekanan panas ekstrem lebih sering dan lebih intens di seluruh wilayah," imbuh dia.

Dampak Buruk

Laporan itu juga menegaskan bahwa meningkatnya suhu telah berdampak buruk pada ekonomi dan ekosistem. Di Pegunungan Alpen, gletser mengalami rekor kehilangan massa baru selama satu tahun pada tahun 2022, yang disebabkan oleh tingkat salju musim dingin yang sangat rendah, musim panas yang terik, serta endapan debu Sahara yang tertiup angin.

Cerita serupa di lautan, dengan suhu permukaan laut rata-rata di Atlantik Utara tercatat sebagai rekor terpanas, dengan tingkat pemanasan di Laut Mediterania timur, Laut Baltik dan Hitam, dan Arktik selatan lebih dari tiga kali lipat rata-rata global.

Gelombang panas laut yang dapat menggusur atau bahkan membunuh spesies, juga berlangsung hingga lima bulan di beberapa wilayah termasuk Laut Mediterania barat, Selat Inggris, dan Arktik selatan.AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top