Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Waspadai Tarung Antarsiswa

A   A   A   Pengaturan Font

Perkelahian satu lawan satu antarsiswa berujung maut kembali terjadi. Padahal, tarung siswa layaknya gladiator yang terjadi sebelumnya masih belum hilang dalam ingatan. Sebuah kenyataan yang tidak bisa dianggap remeh oleh kita, orang tua, masyarakat, dan pemerintah.

Kisah tragis perkelahian siswa berujung maut pada pekan lalu terjadi di Bogor, Jawa Barat. Seorang siswa SMP tewas setelah duel dengan pelajar sekolah lain. Korban berinisial ARS (16), warga Kampung Nyuncung, Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rumpin, Bogor, tewas akibat luka bacokan di bagian pinggang belakang, pinggul, lengan kanan atas dan bawah.

Informasi yang dihimpun, aksi itu dilakukan setelah mereka pulang dari sekolah masing-masing sekitar pukul 16.30 WIB, Jumat 24 November 2017. Awalnya, korban bersama dua teman sekolahnya janjian untuk duel satu lawan satu dengan tiga pelajar sekolah lain di Lapangan Leuwihajang, Desa Gobang, Kecamatan Rumpin, Jumat sore. Setelah bertemu, mereka bertarung satu lawan satu secara bersamaan di tengah lapangan.

Duel antarpelajar sekolah ini diduga sudah dipersiapkan sebelumnya. Baik dari pihak lawan maupun korban membawa senjata tajam dari rumah mereka masing-masing.

Jauh sebelumnya, juga di Bogor, siswa sebuah SMA bernama Hilarius Christian Event tewas setelah berkelahi dengan siswa dari SMA lainnya. Ironisnya, kematian Hilarius baru terungkap setelah ibunya mengadu kepada Presiden Joko Widodo karena merasa ada ketidakadilan setelah pelaku yang menewaskan sang anak masih bebas. Maria mengadu melalui tulisan di Facebook. Hilarius diketahui meninggal pada Januari 2016 silam, namun aparat penegak hukum baru mengusutnya setahun kemudian.

Peristiwa duel maut antarsiswa bukan semata kebetulan. Boleh jadi, tarung antarsiswa sudah menjadi tradisi di antara para pelajar. Indikasinya, tawuran antarpelajar masih kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Sejumlah pakar pendidikan menilai duel ala gladiator menunjukkan dunia pendidikan nasional mengalami krisis pengembangan kecerdasan emosional, yaitu kemampuan untuk mengontrol emosi dengan baik dan berempati. Bila pengembangan kecerdasan emosional dilakukan dengan benar maka hal tersebut dapat membantu dan meningkatkan proses pembelajaran.

Dengan kata lain, siswa yang memiliki kecerdasan emosi stabil, mampu mengendalikan amarah dan dapat memecahkan masalah antarpribadi sehingga secara signifikan dapat memengaruhi prestasi belajar pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, siswa pemilik kecerdasan emosional yang baik akan menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Pengembangan kecerdasan emosional tidak lepas dari peran orang tua dan guru. Sekolah saat ini cenderung hanya mengajarkan hal-hal yang sangat standar terkait pendidikan, sehingga menyulitkan siswa untuk melihat serta belajar tentang pengendalian diri. Di sisi lain, banyak keluarga yang abai terhadap pendidikan emosional anakanaknya sehingga tidak ada figur yang bisa menjadi teladan anak dalam mengendalikan dirinya. Untuk itu, para orang tua jangan menganggap remeh tindak-tanduk emosional anggota keluarganya, terutama akibat terpengaruh olah dunia pertelevisian maupun pola tingkah kriminal di lingkungannya.

Guru juga diharapkan jangan cuma sekadar mengajar, tapi juga harus mendidik. Guru harus selalu mendorong dan memotivasi siswa sehingga akan tercipta rasa tanggung jawab, empati, dan kemampuan dalam mengendalikan amarah. Kini, kita harus sama-sama menyadari bahwa peran semua pihak sangat penting untuk pengembangan diri siswa. Artinya, jangan sampai korban berjatuhan lagi. Makanya, jangan anggap remeh perkelahian satu lawan satu antarsiswa berujung maut. n

Komentar

Komentar
()

Top