Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Indikator Makroekonomi - Tekanan Inflasi pada Semester II-2023 hingga awal 2024 Harus Diantisipasi

Waspadai Risiko Inflasi Pangan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu mewaspadai potensi kenaikan harga pangan ke depan meskipun tekanan inflasi terindikasi melandai pada Juli 2023. Harga beras sebagai bahan pangan pokok mayroitas masyarakat itu diperkirakan melonjak seiring gangguan pasokan akibat dampak cuaca panas ekstrem, El Nino yang diprediksi baru terjadi pada Agustus-September tahun ini.

Pengamat Ekomomi sekaligus Direktur Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan tekanan harga bahan pangan masih bisa terjadi karena dampak El Nino baru masuk pada Agustus-September khususnya tanaman pangan. "Kuncinya adalah mitigasi dengan berbagai persiapan terutama di daerah yang berisiko alami kekeringan hingga gagal panen," tegasnya pada Koran Jakarta, Rabu (2/8).

Sejauh ini, kata Bhima, harga pangan masih bisa dijaga dengan panen raya padi di beberapa wilayah. Namun ke depan, komoditas pangan beras bisa jadi penyumbang inflasi sehingga perlu dikendalikan. "Karena waktu sangat terbatas, maka dimohon ke pemerintah benar benar mengantisipasi tekanan cost push inflation pada semester II-2023 hingga awal 2024 ke depan," ujarnya.

Satu-satunya penolong saat ini, terang Bhima, adalah penurunan harga pupuk di tingkat internasional, namun pemerintah tetap perlu mendorong alokasi belanja pupuk subsidi lebih besar.

Seperti diketahui, inflasi pada Juli 2023 melanjutkan tren penurunan. Inflasi tercatat 3,08 persen secara tahunan (yoy) atau lebih rendah dibandingkan catatan pada Juni 2023 sebesar 3,52 persen. Penurunan ini dipengaruhi perlambatan kenaikan harga pada seluruh komponen.

Inflasi inti masih melanjutkan tren penurunan menjadi 2,43 persen yoy dari 2,58 persen pada Juni lalu. Hal itu disebabkan oleh perlambatan kenaikan harga pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa. Lebih lanjut, inflasi harga diatur pemerintah atau administered price terus berada dalam tren penurunan mencapai 8,42 persen (yoy) dari Juni lalu sebesar 9,21 persen. Hal itu mencerminkan pengelolaan harga energi domestik yang baik di tengah fluktuasi harga minyak mentah dunia.

Dari sisi pangan, inflasi harga bergejolak (volatile food) mengalami deflasi sebesar 0,03 persen (yoy), menurun dari inflasi pada Juni 2023 sebesar 1,20 persen. Deflasi ini dipengaruhi oleh terkendalinya harga aneka cabai dan bawang merah karena stok yang melimpah.

Jaga Stabilitas

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, mengatakan terkendalinya harga pangan didukung dengan kolaborasi kebijakan pengendalian inflasi nasional yang makin efektif. Meskipun demikian, potensi dampak El Nino perlu terus diwaspadai seiring dengan curah hujan yang mulai berkurang yang dapat memengaruhi produktivitas pertanian.

"Pemerintah terus berkomitmen untuk mengendalikan inflasi secara nasional. Berbagai kebijakan melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dilakukan secara konsisten guna menjaga stabilitas harga pangan," tegasnya.

Selain intervensi harga pangan seperti operasi pasar dan gelar pangan murah, upaya menjaga kecukupan pasokan beras serta fasilitasi distribusi pangan terus dilakukan untuk mengantisipasi gejolak harga.

Pemerintah, lanjutnya, juga menyediakan insentif fiskal sebesar satu triliun rupiah pada 2023 dalam rangka mendukung pengendalian inflasi di tingkat daerah. Per 31 Juli 2023, pemerintah menyalurkan 330 miliar rupiah untuk periode I.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top