Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Makroekonomi | Pengetana Moneter dan Fiskal Respons Dinamika Perekonomian Dunia

Waspadai Risiko Baru Global

Foto : ISTIMEWA

Menteri Ke­uangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan kinerja perekonomian dalam negeri membaik seiring pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022 sebesar 5,01 persen dan surplus perdagangan. Namun, Menkeu memperingatkan ancaman dari luar negeri terhadap pemulihan ekonomi domerstik tetap ada.

"Kita melihat dari sisi global muncul risiko baru yang harus kita waspadai, terutama dalam bentuk kenaikan harga-harga komoditas yang meningkat sangat cepat dan ekstrem," terang Menkeu dalam acara daring Talkshow Neraca Komoditas yang dipantau di Jakarta, Senin (30/5).

Menkeu mengungkapkan adanya kenaikan harga komoditas dunia menguntungkan bagi Indonesia sebagai salah satu negara eksportir komoditas. Namun, kenaikan harga yang sangat ekstrem mendorong inflasi di level global, terutama di negara maju. Inflasi global tersebut kemudian diikuti oleh pengetatan kebijakan moneter, terutama di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Inggris.

"Pengetatan kebijakan moneter artinya interest rate atau suku bunga akan naik dan likuiditas juga akan menjadi lebih ketat. Hal ini perlu untuk diwaspadai dalam implikasinya terhadap momentum pemulihan ekonomi global," kata Menkeu.

Di sisi lain, kebijakan lockdown atau pembatasan kegiatan seiring kenaikan kasus Covid-19 di Tiongkok sangat berdampak pada ekonomi negara tersebut. Hal ini tentu juga akan berdampak pada perekonomian dunia karena Tiongkok negara ekonomi terbesar kedua di dunia.

"Risiko-risiko tersebut harus kita antisipasi, termasuk risiko yang berlangsung yaitu konflik Russia dan Ukraina menyebabkan disrupsi sisi suplai dan sanksi ekonomi yang menyebabkan harga komoditas terutama energi dan pangan yang melonjak sangat ekstrem," terang Menkeu.

Antisipasi Dini

Sementara itu, Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan, meminta pemerintah mengambil langkah cepat merespons dinamika perekonomian global. Pemerintah perlu menjaga stabilitas makroekonomi, terutama yang terkait stabilitas nilai tukar rupiah.

"Kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia (BI) harus mampu mengantisipasi kemungkinan terjadinya kembali taper tantrum akibat kebijakan pemberhentian quantitative easing dan peningkatan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed)," terangnya.

Belajar dari kesalahan The Fed yang terlambat menaikkan suku bunga, Bank Indonesia (BI) sebaiknya mulai segera menaikkan suku bunga acuannya. Pengetatan moneter tersebut diharapkan dapat mengantisipasi perlarian modal ke luar negeri (capital outflow) dan depresiasi nilai tukar rupiah. Capital outflow dan depresiasi rupiah dapat meningkatkan tekanan inflasi dari barang-barang impor atau imported inflation.

Selain itu, Friawan meminta pemerintah secara bertahap menekan defisit APBN melalui perbaikan alokasi anggaran dan meningkatkan efisiensi pengunaannya dengan memotong pos-pos anggaran yang kurang perlu.

"Di sini, pengendalian besaran realisasi alokasi subsidi BBM dan energi dan kompensasi merupakan salah satu komponen anggaran yang penting untuk diperhatikan guna menjaga kredibiltas kebijakan makro prudensial pemerintah dalam menjamin stabilitas harga," pungkasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top