Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Moneter I Tekanan Ekspor karena Permintaan Turun Pengaruhi Devisa Malaysia

Waspadai Imbas Pelemahan Ringgit terhadap Rupiah

Foto : Sumber: Bank Negara Malaysia - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta mewaspadai pelemahan ringgit Malaysia terhadap dollar Amerika Serikat (AS) agar rupiah tidak ikut terimbas. Perlunya meningkatkan kewaspadaan itu karena investor asing bisa saja melihat Malaysia dan Indonesia sebagai satu kawasan.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan stabilitas nilai tukar di kawasan Asia Tenggara atau negara-negara Asean perlu mendapat atensi. Depresiasi ringgit sangat mungkin berdampak terhadap evaluasi risiko dan strategi portofolio investor asing di kawasan.

Tekanan ekspor yang mempengaruhi devisa Malaysia hampir sama dengan penurunan ekspor di Indonesia. Malaysia basisnya komoditas yaitu crude palm oil (CPO/minyak sawit) dan migas. Sementara itu, Indonesia juga komoditas ekspornya basisnya CPO, batu bara dan nikel sehingga sensitivitas penurunan permintaan global langsung mempengaruhi stabilitas kurs.

Ringgit dilaporkan melanjutkan penurunannya ke level terendah sejak krisis keuangan Asia 1998 karena lesunya perekonomian Tiongkok yang membebani Negeri Jiran tersebut.

Seperti dikutip dari Bloomberg, pada Rabu (21/2) pekan lalu, ringgit sempat tergelincir melewati level 4,8 terhadap dollar AS pada hari Selasa, level terlemah sejak mencapai titik terendah sepanjang masa di 4,8850 per dollar AS pada 1998.

Ringgit telah menurun lebih dari 4 persen sepanjang 2004 atau year to date (YTD). Kondisi tersebut makin diperparah dengan faktor internal di mana pertumbuhan ekonomi Malaysia lebih lambat dari perkiraan pada kuartal III-2023. Hal itu disebabkan penurunan ekspor ke Tiongkok.

Aktivitas manufaktur Malaysia juga terkontraksi dengan Indeks Manajer Pembelian Januari 2024 mencapai 49,0. Hal itu menandakan aktivitas manufaktur Malaysia telah berada di bawah ambang batas kontraksi di level 50 selama 17 bulan berturut-turut.

Pertumbuhan ekonomi Malaysia sendiri pada tahun ini diperkirakan masih penuh dengan risiko, baik dari eksternal maupun internal. Ringgit juga mendapat tekanan setelah Malaysia mencatat arus keluar obligasi asing yang terbesar dalam lima bulan terakhir pada pada Januari 2024 sebesar 382 juta dollar AS atau sekitar 5,9 triliun rupiah.

Masih Lesu

Analis Australia & New Zealand Banking Group, Khoon Goh, mengatakan bahwa ada potensi bahwa ringgit akan mencapai level titik terendah baru sepanjang masa. Ia melihat ekspor Malaysia yang belum mengalami pemulihan dibandingkan perekonomian negara-negara Asia lain. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Jiran tersebut diproyeksi masih melesu. Namun, sebagian besar analis memperkirakan bahwa pada akhir 2024 ringgit akan kembali menguat, karena pertumbuhan ekonomi Negeri Jiran itu mendapatkan momentum.

"Ini pada akhirnya akan mempersempit perbedaan imbal hasil antara AS dan Malaysia, sehingga memberikan dukungan bagi mata uang tersebut," kata analis pasar uang dari Overseas Chinese Banking Corp (OCBC) di Singapura, Christopher Wong.

Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM), Abdul Rasheed Ghaffour, pun merespons kondisi tersebut dengan mengatakan BNM berpandangan bahwa level ringgit saat ini tidak mencerminkan prospek ekonomi Malaysia ke depan. "Performa ringgit baru-baru ini, seperti halnya mata uang-mata uang regional lainnya, telah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal," papar Abdul.

Rebound permintaan eksternal dan belanja domestik yang kuat akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF), jelasnya, memprediksi perdagangan global akan meningkat tahun ini. Ekspor Malaysia menunjukkan peningkatan yang stabil sejak kuartal IV/2023. Adapun ekspor pada Januari 2024 tumbuh 8,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/ yoy), sekaligus mengakhiri kontraksi selama 10 bulan berturut-turut.

Industri pariwisata, tambahnya, juga telah pulih dengan kuat dan jumlah wisatawan pada tahun 2024 diperkirakan akan melampaui tingkat sebelum pandemi sebesar 26 juta. Momentum investasi telah meningkat dengan implementasi proyek-proyek yang telah disetujui baik di sektor swasta maupun publik.

Sementara itu, Menteri Keuangan Malaysia, Amir Hamzah Azizan, mengatakan ringgit akan menguat karena potensi pemangkasan suku bunga Federal Reserve dan tanpa adanya peristiwa geopolitik yang krusial. Oleh karena itu, dia mengatakan Malaysia tidak perlu mematok mata uangnya terhadap dollar AS seperti yang terjadi selama krisis keuangan Asia 26 tahun silam.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top