Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Demokrasi -- Segera Rampungkan Peraturan Tahapan Pemilihan Umum

Waspadai Disinformasi dalam Pelaksanaan Pemilu 2024

Foto : istimewa

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Salah satu tantangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 adalah ancaman disinformasi maupun misinformasi. Hal ini mesti diantisipasi sejak awal. "Masa kampanye yang akan berlangsung panjang berisiko muncul banyak misinformasi dan disinformasi," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, di Jakarta, Minggu (6/3).

Menurutnya, disinformasi pemilu menjadi tantangan karena banyak terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019. Dia menilai, tren disinformasi Pemilu 2014 lebih banyak untuk mengubah persepsi masyarakat. "Pemilih semula senang calon A. Namun, dengan adanya disinformasi, bisa berganti pilihan. Selain itu, disinformasi lebih berfokus untuk saling menjatuhkan antarkandidat," katanya.

Sedangkan pada Pemilu 2019, lanjut Khoirunnisa, tren disinformasi berbeda lagi polanya. Tujuannya lebih untuk memengaruhi emosi dan perilaku masyarakat dalam memilih. Contoh disinformasi terkait metode pengumpulan suara dalam Pemilu 2019. Isu yang beredar, metode polling dilakukan KPU di salah satu media sosial.

Khoirunnisa pun berharap, penyelenggara pemilu lebih siap mengantisipasi tantangan disinformasi. Misalnya, penyelenggara pemilu bisa membentuk tim khusus untuk memantau aktivitas media sosial. Juga memberi informasi komprehensif dan mudah diakses, serta penyusunan strategi komunikasi dalam menanggapi disinformasi.

Dia menekankan, juga sangat penting kode etik berkampanye di media sosial. Adanya kode etik diharapkan mampu menjunjung prinsip pemilu, sumber dana transparan, akuntabel, menghormati hak individu, dan kebebasan berpendapat. Kemudian, akses terhadap informasi juga harus dijaga. "Kampanye di media sosial tidak ada diskriminasi dan tetap harus inklusif," tuturnya.

Sementara itu, Peneliti Perludem, Maharddhika, mengatakan, salah satu ancaman disinformasi yang patut diwaspadai yang bisa mengakibatkan hilangnya hak pilih seseorang. Ini harus diantisipasi. Iklan politik juga harus diwaspadai karena bisa mengandung sifat manipulasi yang ditujukan kepada calon pemilih. Kita melihat dalam iklan politik ada ancaman, pemilih bisa termanipulasi.

Tuntaskan Peraturan

Sedang anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, minta KPU segera menuntaskan peraturan tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024. "KPU mesti segera menuntaskan peraturan tentang tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024," ujar Titi.

Dengan demikian, agenda Pemilu 2024 memiliki rujukan kerangka waktu konkret, sehingga realisasi wacana penundaan Pemilu 2024 yang bertentangan dengan konstitusi serta demokrasi dapat dicegah. Di samping itu, Titi minta pemerintah segera mengalokasikan anggaran Pemilu 2024. Ia memandang pengalokasian anggaran sejak sekarang dapat menghindari alasan keterbatasan dana sebagai dalih untuk menghambat penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Bila anggaran Pemilu 2024 dianggap terlalu besar, maka bisa disisir dan disusun program prioritas. Dengan begitu, tidak menjadi dalih untuk menghambat penyelenggaraan Pemilu 2024 akibat tidak tersedianya anggaran," ujarnya. Titi menekankan bahwa dukungan terhadap wacana penundaan Pemilu 2024 ataupun narasi presiden tiga periode dari berbagai pihak, terutama pejabat publik, sepatutnya dihentikan.

"Semua pihak, terutama pejabat publik, mestinya menjaga budaya berkonstitusi dengan konsisten serta berkomitmen penuh melaksanakan agenda demokrasi secara tegas," lanjutnya. Titi menegaskan baik secara hukum, legitimasi sosial, maupun praktik pemilu Tanah Air, tidak ada ruang untuk penundaan pesta demokrasi dan perpanjangan masa jabatan presiden.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top