Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tantangan Ekonomi Global I Pemerintah Baru Harus Hati-hati Kelola APBN

Waspadai Dampak Resesi di Negara-negara Maju ke Indonesia

Foto : ISTIMEWA

YB SUHARTOKO Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dikelola secara benar dan hati-hati dengan memfokuskan pembiayaan pada program prioritas yang berdampak ganda.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah baru yang akan dilantik pada Oktober 2024 mendatang sudah dihadapkan pada kondisi ekonomi global yang kian menantang, terutama dengan resesi ekonomi di beberapa negara maju, seperti Jepang dan Inggris.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan resesi ekonomi yang melanda Jepang akan berdampak terhadap ekonomi Indonesia. Hal itu karena negara Matahari terbit itu merupakan negara tujuan ekspor Indonesia ketiga setelah Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada 2022 tercatat sekitar 24,8 miliar dollar AS.

"Kondisi resesi ekonomi Jepang pasti akan menurunkan ekspor Indonesia," kata Suhartoko.

Sebaliknya, beberapa industri otomotif di Indonesia banyak mengimpor barang barang dari Jepang. Impor barang dari Jepang juga menempati posisi ketiga setelah Tiongkok dan Singapura. Adapun nilai impor RI dari Jepang sekitar 17,18 miliar dollar AS.

Menurut Suhartoko, kondisi resesi di Jepang berpotensi menurunkan ekspor Jepang ke Indonesia dan tentu saja berpengaruh terhadap pertumbuhan industri yang berbahan baku impor dari Jepang. Berkaitan dengan itu, potensi penerimaan negara dari pajak juga akan terganggu.

"Bisa saja ada efek menular resesi ekonomi Jepang terhadap negara mitra dagangnya ke depan," katanya.

Dalam kondisi resesi, upaya peningkatan penerimaan negara melalui pajak adalah suatu pekerjaan yang sangat berat, bahkan kalau perlu pajak harus diturunkan dan pengeluaran pemerintah dinaikkan.

"Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dikelola secara benar dan hati-hati dengan memfokuskan pembiayaan pada program prioritas yang berdampak ganda atau multplier effect," pungkas Suhartoko.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, memaparkan bahwa selain Jepang dan Inggris, ekonomi Jerman juga dikhawatirkan dapat jatuh ke dalam resesi karena sudah berkontraksi selama satu kuartal.

Kinerja ekonomi Jerman pada kuartal I-2024 akan menentukan Jerman jatuh ke dalam resesi atau tidak. Dengan skala ekonomi Jerman yang terbesar di zona Euro, jika pada akhirnya ekonominya harus resesi, tentu berimplikasi ke ekonomi global.

Resesi yang telah melanda Jepang dan Inggris mungkin saja menular ke negara lain seperti Jerman yang dipastikan menekan ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia. Apalagi, sudah diperkirakan sebelumnya akan apa yang dialami Jepang dan Inggris sebagai puncak gunung es.

Beberapa negara berkembang yang berisiko dilanda resesi adalah Malaysia, Thailand, Rumania, Lithuania, Jerman, dan Kolombia. Keenam negara yang tercatat menghadapi risiko resesi paling besar, yakni bila PDB kuartal pertama 2024 mengalami kontraksi.

"Risiko Indonesia untuk mengalami resesi memang masih rendah. Namun tidaklah tepat bila terlalu percaya diri dengan rendahnya probabilitas Indonesia untuk mengalami resesi," jelas Aloysius.

Porsi ekspor Indonesia ke Jepang, Inggris, dan Jerman memang tidak sangat tinggi, khususnya bila dibandingkan ke Tiongkok, Asean, dan AS.

Tiongkok merupakan partner dagang utama Jerman, kendati secara bersamaan Tiongkok semakin menang dalam berkompetisi dengan Jerman.

"Bila ekspor Tiongkok ke Jerman menurun, maka ekspor Indonesia ke Tiongkok juga bisa terkena dampaknya.

Kendalikan Defisit

Sebagai antisipasi, khususnya dari sisi fiskal, defisit APBN harus bisa dikendalikan, setelah melebar menjadi 2,8 persen dari PDB karena banyaknya tambahan bansos dan subsidi. Padahal semula direncanakan defisitnya 2,3 persen.

"Pengendalian ini menjadi sulit karena sampai sekian bulan ke depan belanja pemerintah mungkin masih akan terkontaminasi kepentingan politik terkait Pilpres 2024," kata Aloysius.

Sebelumnya, Presiden Jokowi kembali mengingatkan kalau banyak negara di dunia terancam masuk resesi, sehingga pengelolaan fiskal harus hati-hati agar mampu meredam guncangan tersebut.

Menurut Presiden, sudah ada 96 negara yang menjadi pasien IMF, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam mengelola apa pun, terutama ekonomi dan APBN.

"Kita harapkan ke depan pemerintah yang baru juga melakukan hal yang sama, hati-hati dalam mengelola negara sebesar RI dengan penduduk hampir mencapai 280 juta jiwa. Setiap tindakan apa pun harus dilakukan dengan sangat hati-hati," kata Presiden.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top