Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perdagangan Lintas Batas

Waspadai Aplikasi Digital "Cross Border" yang Ancam UMKM

Foto : KORAN JAKARTA/M FACHRI

Menkop UKM, Teten Masduki

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengaku khawatir akan masuknya aplikasi lokapasar baru yang dapat menghubungkan langsung antara pabrik di Tiongkok ke konsumen di Indonesia.

Menkop UKM, Teten Masduki, di Jakarta, Senin (10/6), mengatakan aplikasi yang dimaksud adalah Temu dari Tiongkok. Kekhawatiran itu beralasan karena Temu kini sudah penetrasi ke 58 negara. "Ini yang saya khawatir, ada satu lagi aplikasi digital cross-border yang saya kira akan masuk ke kita, dan lebih dahsyat daripada TikTok, karena ini menghubungkan factory direct kepada konsumen," kata Teten.

Menurut Teten, aplikasi tersebut terhubung dengan 80 pabrik di Tiongkok dan produknya bisa langsung diterima oleh seluruh konsumen di dunia. Temu dianggap lebih berbahaya dari TikTok Shop lantaran aplikasi tersebut tidak memiliki reseller dan afiliator.

Dengan demikian, aplikasi tersebut dapat mengancam kembali pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang hanya mampu berproduksi secara kecil-kecilan. Berbeda dengan pabrikan di Tiongkok yang mampu menghasilkan produk secara massal sehingga biaya produksinya lebih murah.

"Kalau TikTok masih mendinglah, masih ada reseller, ada afiliator, masih membuka lapangan kerja. Kalau ini kan akan memangkas langsung, selain harganya lebih murah, juga memangkas lapangan kerja misalnya distribusi," jelasnya.

Sebab itu, Menkop UKM berharap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui sistem elektronik dapat mengantisipasi masuknya aplikasi Temu.

"Tapi memang meskipun kita kan sudah punya aturan di Permendag 31/2023, itu tidak boleh cross-border jual produk di bawah 100 dollar AS, saya hanya hanya warning saja karena keadaan ekonomi UMKM saat ini indeks bisnisnya sedang turun," katanya.

Dukungan Penuh

Menanggapi kekhawatiran itu, pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Sri Hartini, mengatakan pelaku UMKM harus mendapat dukungan pemerintah dalam mengantisipasi persaingan dengan produk impor yang gencar dipasarkan melalui berbagai aplikasi dunia maya.

"Setelah pandemi selesai, tidak semua orang menerapkan kebiasaan belanja offline. Konsumen cenderung tetap mencintai belanja online sebagai kebiasaan baru mereka. Namun, hanya sekitar 20 persen pelaku UMKM yang paham digital sehingga mereka harus mendapat dukungan penuh untuk meningkatkan daya saing," kata Sri.

Pelaku UMKM, tambahnya, juga perlu menyesuaikan strategi bisnisnya dengan perubahan lingkungan di era Society 5,0 dengan cara paham digital marketing. Harus ada keseimbangan baru antara pembelian online dan offline sehingga UMKM perlu menyiapkan omnichannel.

Misalnya, pembelian produk dari Instagram bisa saling terhubung dengan berbagai platform di toko tersebut. UMKM juga sebaiknya menggunakan online review pada semua aspek yang berhubungan dengan pelanggan. "Review ini sangat menentukan keputusan konsumen untuk membeli satu produk atau jasa," pungkas Sri.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top