Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Waspadai Anarko Sindikalis

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh Abraham Fanggidae

Aksi dan unjuk rasa buruh memperingati Hari Buruh Internasional, 1 Mei, sempat menimbulkan kerusuhan dan pengrusakan di Bandung, Surabaya, dan Malang. Menurut Kapolri Jenderal, Tito Karnavian, kerusuhan dipicu kelompok anarcho syndicalist/anarko sindikalis (AS). Namun, secara umum peringatan May Day 2019 di seluruh wilayah Indonesia relatif aman.

Kelompok AS identik dengan aksi vandalisme bersimbol huruf A yang berkembang di Eropa, Amerika Selatan, serta Asia. Pahamnya minta buruh jangan mau diatur. Lepaskan mereka dari berbagai aturan. Biarkan buruh menentukan aturan sendiri.

Kelompok AS baru berkembang beberapa tahun terakhir di Indonesia. Tahun 2018, muncul di Yogyakarta dan Bandung. Sekarang sudah ada di Surabaya dan Jakarta. Mereka rata-rata berusia muda, seperti pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa. Mereka beraksi kekerasan, vandalisme, dan coret-coret. Selain membuat simbol A dalam lingkaran, AS yang tampil dengan baju dan kaos hitam merusak pagar, menyemprot cat pilok di bodi mobil. Di Malang, AS malah merusak situs bersejarah.

AS adalah cabang anarkisme numpang aksi buruh. Sindikalis di Prancis bermakna serikat buruh. AS berpendapat bahwa serikat buruh merupakan kekuatan potensial menuju revolusi sosial, menggantikan kapitalisme dan negara, dengan tatanan masyarakat baru yang mandiri serta demokratis oleh kelas pekerja.

AS melihat anarkisme adalah tradisi politik revolusioner. Kebebasan tanpa sosialisme adalah hak istimewa. Sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan. Mereka

senantiasa aktif berinteraksi dengan pekerja/buruh militan. Awalnya, AS mengambil bentuk kelompok lokal pada suatu jaringan industri. Dengan perjalanan waktu, tumbuh baik ukuran maupun pengaruhnya, sehingga eksistensinya diorganisasi dengan mengambil fungsi serikat.

Tujuannya, mengadvokasi sesama pekerja dan beriniasitif melakukan unjuk rasa. Tidak heran, AS berada di tengah-tengah unjuk rasa buruh yang mengkritisi peraturan nasib pekerja. Peran jaringan dan serikat AS memang unik karena sama sekali tidak merekrut pekerja. Tidak ada kepentingan ekonomi dalam setiap aksinya bersama buruh. Mereka sebatas mengadvokasi, mengatur pertemuan pekerja yang fokus memperjuangkan nasib.

Saat memperjuangkan nasib buruh, pemegang kendali tetap berada dalam tangan pekerja, bukan AS. Kondisi ini tampak di lapangan saat aksi 1 Mei di berbagai kota. AS sibuk berlari ke sana sini sambil merusak dan bertindak brutal. Mereka turut menjadi arsitek dan penggerak aksi massal buruh. Jadi, AS sama sekali berbeda dengan serikat buruh (SB) yang memiliki kepentingan.

SB berupaya mewakili dan memperjuangkan kepentingan ekonomi dan politik buruh. AS menggunakan kekuatan sendiri dan tidak berada di SB, apalagi dipimpin pejabat SB atau partai politik. Idealisasi AS mengorganisasi diri, tanpa bos atau penguasa. Pergerakannya hanya untuk mempromosikan solidaritas di tempat kerja, mendorong buruh mengorganisasi diri secara independen. Buruh didorong tidak terikat aturan pemerintah.

Bertentangan

Prinsip mereka itu bertentangan dengan NKRI yang diatur dalam UUD 1945 dan perundang-undangan lainnya. Indonesia sedang membangun dan tidak bisa menghindari berbagai persoalan, termasuk kehidupan perburuhan. Pemerintah membuat dan mengesahkan berbagai kebijakan publik di sektor kehidupan sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, luar negeri, ketenagakerjaan, dsb.

Maka, seluruh masyarakat, organisasi pemerintahan sipil dan militer, organisasi swasta kegiatan bisnis, industri, kepariwisataan, organisasi keagamaan, terikat peraturan legalistik, agar negara dan bangsa berada dalam ketgertiban. Sikap AS yang tidak mau mengakui dan diatur pemerintah jelas keliru. Mereka patut diwaspadai.

Prancis sedang bergejolak karena kondisi perekonomian tidak stabil akibat kenaikan harga bahan bakar, tingginya biaya hidup, dan kebijakan pajak yang memberatkan kelas menengah serta pekerja. Masalah-masalah tersebut membuat masyarakat Prancis unjuk rasa menentang pemerintahan Presiden Emmanuel Macron. Para demonstran menggunakan gilets jaunes atau rompi kuning, sehingga mereka juga disebut kelompok rompi kuning (KRK).

KRK berawal dari petisi online di change.org yang dibuat seorang wanita dari daerah Seine-et-Marne pada Mei 2018. Petisi yang intinya memprotes kebijakan perekonomian Prancis berhasil diteken lebih dari 300.000 orang. Bersamaan dengan petisi tersebut, dua pria membuat acara melalui Facebook untuk memblokir semua jalan di Prancis pada 17 November 2018.

Pemblokiran jalan tersebut menjadi aksi pertama KRK yang merupakan sebuah bentuk protes kenaikan harga bahan bakar yang dianggap terlalu berlebihan karena mengikuti kenaikan pajak. Sebuah video berisi ide untuk menggunakan rompi kuning beredar dalam grup tersebut. Maka mulailah mereka menggunakan rompi kuning pada aksi pertama. Rompi warga kuning dipilih karena visibilitasnya tinggi agar mudah dilihat.

Selain itu, rompi kuning juga merupakan atribut umum digunakan para demonstran di seluruh dunia dengan keluhan serupa. KRK diatur secara horizontal, tanpa pemimpin, meskipun beberapa pemimpin tidak resmi mulai bermunculan. Beberapa dari mereka diterima, namun ada juga yang ditolak. Kelompok ini tidak berasosiasi dengan partai politik atau organisasi buruh mana pun.

Dari aksi May Day lalu, sudah terjadi kejahatan kelompok AS. Menurut B Simandjuntak, (1981), kejahatan merupakan suatu tindakan antisosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, dan dapat menimbulkan kegoncangan masyarakat.

Pemerintah harus mewaspadai, memantau gerak-gerik anggota tersebut, dan menindak tegas gerakan AS. Jangan sampai mereka menjadi brutal seperti KRK Prancis. Penulis Bekas Pegawai Kemensos

Komentar

Komentar
()

Top