Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Washington Bela Regulasi yang Wajibkan Divestasi TikTok

Foto : AFP/PATRICK T. FALLON

Logo TikTok ditampilkan di luar kantor perusahaan aplikasi media sosial TikTok di Culver City, California, beberapa waktu lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Washington, dalam hal ini Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), pada hari Jumat (26/7) malam, menanggapi gugatan TikTok yang menentang regulasi yang mewajibkan platform tersebut melakukan divestasi atau jika tidak maka akan dilarang beredar di AS.

Menurut AFP, gugatan TikTok di pengadilan federal Washington tersebut menuduh undang-undang itu melanggar hak kebebasan berbicara yang dilindungi oleh Amendemen Pertama.

Seperti dikutip dari VoA, tanggapan AS menyatakan undang-undang tersebut fokus pada masalah keamanan nasional, bukan kebebasan berbicara. Washington menegaskan ByteDance, perusahaan induk TikTok dari Tiongkok, tidak memiliki klaim hak Amendemen Pertama di negara tersebut.

Pengajuan tersebut menjelaskan kekhawatiran ByteDance mungkin akan mematuhi tuntutan pemerintah Tiongkok untuk mengakses data pengguna AS atau menyerah pada tekanan untuk menyensor atau mempromosikan konten di platform.

"Tujuan undang-undang ini adalah untuk memastikan kaum muda, orang tua, dan semua orang di antaranya dapat menggunakan platform dengan cara yang aman," kata seorang pejabat senior departemen kehakiman.

Menggunakannya dengan cara yang meyakinkan data mereka pada akhirnya tidak akan kembali ke pemerintah Tiongkok dan apa yang mereka tonton tidak diarahkan atau disensor oleh pemerintah Tiongkok.

Tidak Relevan

Tanggapan tersebut menyebutkan fokus hukum pada kepemilikan asing TikTok menjadikannya tidak relevan dengan Amandemen Pertama. Pejabat Departemen Kehakiman AS menyebutkan badan intelijen AS khawatir Tiongkok dapat memanfaatkan aplikasi seluler sebagai senjata.

Seorang pejabat senior Departemen Kehakiman menyatakan pemerintah Tiongkok jelas telah berupaya selama bertahun-tahun untuk memperoleh data terstruktur milik warga Amerika melalui berbagai cara, termasuk aktivitas siber yang jahat, membeli data dari pialang data, dan membuat model kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) canggih yang memanfaatkan data tersebut.

TikTok menyebut divestasi yang diminta tidak mungkin dilakukan dan tidak sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan. RUU yang ditandatangani Presiden Joe Biden pada awal tahun ini menetapkan tenggat waktu hingga pertengahan Januari 2025 bagi TikTok untuk menjual ke pembeli non-Tiongkok atau menghadapi larangan di AS. Gedung Putih dapat memperpanjang batas waktu hingga 90 hari.

"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kongres memberlakukan undang-undang yang mengatur larangan permanen di seluruh negeri terhadap satu platform media sosial, serta melarang warga Amerika untuk berpartisipasi dalam komunitas daring global dengan lebih dari satu miliar pengguna," menurut gugatan TikTok dan ByteDance.

ByteDance menyatakan tidak berniat menjual TikTok, sehingga gugatan ini-yang kemungkinan akan dibawa ke Mahkamah Agung AS-menjadi satu-satunya cara mereka untuk menghindari pelarangan.

Gugatan itu menegaskan Undang-Undang ini akan memaksa penutupan TikTok paling lambat 19 Januari 2025, yang akan membungkam pengguna yang berkomunikasi secara unik di platform ini.

TikTok pertama kali menjadi sasaran pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, yang mencoba melarangnya, tetapi gagal.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top