Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
FOKAM

Wadah Pengembangan Musik Keroncong Anak Muda

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Di tengah maraknya musik-musik modern saat ini, tidak membuat Sekolah Pilar Indonesia surut mengadakan Festival Orkes Keroncong Anak Muda (FOKAM) Pilar Indonesia keempat kalinya.

Perhelatan tahunan ini diselenggarakan untuk menjadi wadah bagi anak muda untuk mengembangkan musik keroncong di kalangan seusia mereka. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, FOKAM kali ini memperebutkan Piala Bergilir Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Alasannya, agar daerah-daerah lain di seluruh Indonesia tertarik mengembangkan kesenian keroncong dan mengikuti festival ini di tahun-tahun selanjutnya.

"FOKAM yang keempat ini istimewa karena tahun ini juga memperebutkan piala bergilir sehingga daerah-daerah yang lainnya bisa mempersiapkan diri untuk ikut acara selanjutnya," uja Dr. Iwan Kresna Setiadi, M.M, selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan Pilar Indonesia.

Selain bertujuan untuk meningkatkan minat dan kecintaan anak muda terhadap budaya Indonesia khususnya keroncong, terselenggaranya FOKAM juga diharapkan dapat mendorong munculnya orkes-orkes keroncong di kalangan anak muda yang ke depannya menjadi generasi penerus bangsa.

FOKAM tahun ini mengangkat tema Say No to Drugs, Say Yes to Keroncong, lain halnya dengan tahun kemarin yang mengambil tema Jangan Korupsi. Diangkatnya tema tersebut, Iwan mengaku ingin musik keroncong menjadi salah satu media perubahan perilaku bagi anak muda. Terlebih, saat ini tidak sedikit anak muda yang terjerumus narkoba. Maka dari itu, ia merasa tema ini sangat relevan dengan situasi anak muda saat ini.

"Karena keroncong adalah asli budaya Indonesia yang sarat akan nilai-nilai yang relevan sebagai materi pendidikan khususnya perubahan perilaku," jelasnya.

Ada sebelas grup orkes keroncong yang berpartisipasi dalam kegiatan ini dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu Bandung, Cilacap, Malang, Madiun, Jombang, Kendal, Surakarta, dan Yogyakarta. Sebelumnya ada lima belas grup orkes yang mendaftar. Namun karena kurangnya dukungan dari pemerintah setempat, hanya tinggal sebelas grup orkes yang tersisa.

Grup Orkes Lingua Kerontjong dari Cilacap berhasil meraih skor tertinggi dalam FOKAM kali ini, sekaligus menyabet karya cipta lagu terbaik dengan judul Jangan Coba Narkoba!.

Acara tidak hanya dimeriahkan oleh penampilan orkes dari kesebelas grup saja, namun terdapat juga pertunjukan kolintang, sendratari anak-anak SD dan SMP Insan Prima Cikarang membawakan lakon Gatot Kaca, dan pertunjukan drama musikal keroncong dari anak-anak Sekolah Pilar Indonesia.

Budaya Asli Indonesia

Keroncong merupakan salah satu musik tradisional Indonesia yang namanya saat ini sudah jarang terdengar. Awalnya, jenis musik ini diperkenalkan oleh bangsa Portugis sebagai hiburan untuk para budaknya yang berasal dari Afrika Utara dan India.

Mereka diberi kesempatan untuk memainkan alat musik berkolaborasi dengan majikannya guna memainkan musik kerakyatan Portugis bernama Fado. Kekuasaan Portugis yang kala itu tergantikan Belanda di Indonesia tidak membuat musik ini menghilang.

Para budak Ambon yang tinggal di Kampung Tugu di Jakarta Utara telah terlanjur terbiasa dengan musik yang dimainkan bersama Portugis. Akhirnya, seiring perkembangan zaman, pada abad ke-19 musik itu pun diberi nama keroncong.

Kusbini mengatakan musik keroncong adalah musik asli ciptaan bangsa Indonesia sehingga keroncong adalah musik asli Indonesia. Banyak ahli yang meragukan kalau musik keroncong berasal dari Portugis, karena tidak ditemukan group musik keroncong maupun lagu yang dinyanyikan seperti keroncong di Portugis.

Menurut Rosalie Groos, ahli etnomusikologi, kata keroncong menunjukan bunyi tertentu. Salah satunya dari gelang keroncong yang dikenakan wanita yang ketika berjalan, gelang tersebut bersentuhan dan menimbulkan suara.

Dalam perkembangannya, musik keroncong mengalami pasang surut. Keroncong pernah mendunia dengan munculnya tokoh-tokoh keroncong seperti Gesang dengan karyanya Bengawan Solo.

Penyanyi Waljinah dan Sundari Sukoco juga di antara dari sekian penyanyi keroncong yang sangat terkenal kala itu. Terlebih dengan hadirnya Piagam Pelestarian Pusaka pada 2003 yang membuktikan bahwa keroncong adalah salah satu pusaka yang harus dilestarikan.

Sama halnya dengan jenis musik lainnya, keroncong juga memiliki ciri khas dalam segi musik dan cara menyanyikan lagunya. Ciri khas keroncong selain dari bentuk, gayanya juga terpengaruh permainan gendang dalam gamelan, juga kotekan dan gedugan dari musik. Nyanyiannya pun memiliki cengkok, nggandul, greget dan embat yang mengesankan tembang dengan iringan khas slendro bergaya Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Bali. gma/R-1

Dibutuhkan Revitalisasi

Menurut jurnal dari Universitas Negeri Yogyakarta mengenai sejarah musik keroncong, saat ini musik tersebut hampir tidak pernah menampakkan eksistensinya lagi lewat penciptaan lagu maupun pementasan. Bahkan disebutkan bahwa musik yang mencapai puncak kejayaannya di abad ke-20, nasibnya semakin tidak jelas.

Bahkan pernah diisukan bahwa 20 tahun ke depan musik keroncong akan punah. Dahulu keroncong dapat mudah ditemukan pada tempat-tempat hajatan seperti pernikahan. Namun, karena keberadaan organ tunggal yang disebut dapat melayani berbagai macam jenis musik dan lebih praktis menggeser keberadaan keroncong.

Dari sisi efisiensi organ tunggal juga jauh lebih praktis, karena hanya dengan membawa satu instrumen dapat membawakan beragam jenis lagu dari genre yang berbeda-beda.

Sementara dengan keroncong, banyak instrumen dan banyak orang yang terlibat tetapi masih mempunyai keterbatasan dalam memainkan jenis lagu. Keterbatasan inilah menjadi hambatan dalam pengembangan musik keroncong.

Terlebih sekarang dihadapkan pada realita bahwa masyarakat lebih suka mendengar musik berjenis pop, rock, jazz, dangdut, dan EDM. Dahulu, keroncong selalu muncul dalam kompetisi musik pada program televisi dan radio pemerintah, namun kini program tersebut sudah tidak ada lagi.

Bahkan ajang-ajang pencarian bakat pun jarang sekali ada yang menampilkan atau membawakan keroncong ke dalamya. Akibatnya, musik-musik tradisional seperti keroncong menjadi semakin jauh dan tidak dikenal masyarakat. Padahal keroncong merupakan pusaka budaya yang perlu direvitalisasi agar tetap ada. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top