Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ideologi Negara - Pancasila Mesti Ditafsir Sesuai Prinsip Demokrasi Modern

Upaya Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila Harus Makin Gencar

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Turunnya dukungan masyarakat atas Pancasila, menuntut pemerintah harus makin gencar menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila kepada warga.

JAKARTA - Menurunnya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari harus dapat penanganan yang serius, terencana, dan komprehensif dari pemerintah. Kondisi tersebut menyebabkan turunnya dukungan masyarakat atas Pancasila. Pemerintah dan semua pihak harus gencar mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila.

"Zaman sudah sedemikian berubah. Namun, Pancasila tak lagi disosialisasikan dengan spirit zaman baru, era milenial, yang tak lagi pas dengan kebijakan top down," kata pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JAkepada Koran Jakarta, Kamis (19/7).

Denny mengingatkan saat ini era bottom up, dari masyarakat untuk masyarakat. Turunnya dukungan atas Pancasila itu diakibatkan pula oleh sebut saja melemahnya "marketing" Pancasila. Semakin jarang terdengar di ruang publik para juru bicara paham Pancasila yang tak hanya cemerlang tapi relevan dengan zamannya.

Dibandingkan ideologi militan lain, tambah Denny, Pancasila kalah dari sisi sosialisasi. Saatnya Pancasila di era Google dan milenial ini ditafsir dengan prinsip yang sejalan dengan pokok pokok demokrasi modern dan hak asasi manusia (HAM).

LSI Denny JAmenememukan data yang kecut. Sejak tahun 2005, lalu 2010, 2015 hingga 2018, warga pro Pancasila terus menurun dari 85,2 persen menuju 75.3 persen. Selama 13 tahun terakhir, dukungan warga kepada Pancasila menurun sekitar 10 persen. Di sisi lain, di era yang sama, pendukung NKRI bersyariah naik 9 persen. Publik yang pro NKRI bersyariah tumbuh dari 4,6% (2005) menjadi 13,2% (2018), 13 tahun kemudian.

Perekat Bangsa

Pada level ini, tambah Denny, Pancasila masih mayoritas, masih menjadi perekat bangsa, masih menjadi identitas nasional. Tapi jika tren menurun itu tak dihentikan secara sistematis, purposif, dan massif, bisa jadi dari dukungan 75%, dukungan atas Pancasila menjadi 65%, 55% dan akhirnya malah minoritas.

Dalam survei LSI, Denny mengatakan penyebab pertama menurunnya dukungan atas Pancasila adalah isu ketimpangan ekonomi. Warga dari wong cilik hidup dalam situasi jarak ketimpangan semakin tinggi. Data BPS dari pemerintah soal kooefisien gini menunjukkan hal itu. Di tahun 2007, koofisien gini masih di angka 0,35 persen. Tapi angka itu terus menaik hingga 0,41 persen di tahun 2011-2015.

Koofisien gini sebuah metode untuk mengukur kesenjangan ekonomi masyarakat. Semakin tinggi koefisien gini, tambah dia, semakin timpang masyarakat itu. Sebuah berita baik di tahun 2017, BPS menunjukkan data koofisien gini mulai menurun ke angka 0,39 persen.

Ketimpangan yang semakin melebar sangat rentan dengan isu keadilan. Untuk itu Denny menyarankan sisi keadilan sosial yang bernuansa ekonomi harus dibenahi dengan kebijakan ekonomi kongkret. Namun untuk penyebab non-ekonomi, jawabnya adalah marketing. Pancasila harus dimarketingkan kembali. Itu dimulai dengan tafsir Pancasila yang lebih segar.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Silverius Yoseph Soeharso mengatakan pemerintah sangat berkomitmen memantapkan ideologi Pancasila kepada seluruh warga dengan cara membumikan Pancasila dalam setiap kehidupan kebangsaan.

SM/mar/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top