Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Jakarta
Foto: dok. Gebyar Budaya BetawiBudaya Betawi yang menjadi ciri khas Kota Jakarta, bukan saja menjadi ikon bagi Ibukota, namun juga membutuhkan upaya pelestarian, agar generasi penerus tidak kehilangan jati dirinya.
Para ibu berbaju kurung merah muda dengan jilbab biru bersuka cita ketika mereka memenangkan lomba Gambang Kromong dalam acara Gebyar Budaya Betawi di Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB), Jakarta Pusat.
Ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tanah Abang 3 mengikuti salah satu kompetisi yang digelar dalam Festival Budaya Betawi itu dan berhasil meraih juara pertama se-Jakarta Pusat.
"Iya, kami tidak menyangka bisa menang karena peserta lain penampilannya lebih bagus," ujar Tuti, seorang peserta dari RPTRA Tanah Abang 3. Pemenang utama mendapatkan hadiah uang tunai sebesar 12,5 juta rupiah dari Suku Dinas Pariwisata Jakarta Pusat.
Ia bersama rekannya, Yanti mengaku senang dan bangga mengingat latihan intensif yang dilakukan hanya dua minggu dan tanpa pelatih khusus.
Pembawa acara berbaju koko khas Betawi atau sadariah lengkap dengan kopiah dan ikat pinggang Betawi sempat membuat penonton tergelak lantaran candaannya yang memenuhi audio dengan suara khas kuntilanak ketika juri hendak mengumumkan pemenang.
Tiga juri yang mengambil peran sebagai penentu pemenang lomba Gambang Kromong sempat berseloroh ala Betawi sekaligus memberi beberapa masukan bagi para peserta yang ingin ikut dalam kegiatan berikutnya.
"Nantinya lebih perhatikan lagi kontak mata dan raut muka saat bermain Gambang Kromong. Lagipula, ada banyak inovasi yang dapat dilakukan supaya penampilannya tidak begitu melulu," kata salah seorang juri.
Beberapa hal yang dinilai kurang pas dengan adat tradisional Betawi yang kerap ditampilkan, contohnya mengalungkan bunga ketika Seni Palang Pintu.
Raut muka antusias dan bahagia juga nampak dari peserta lainnya, mulai dari anakanak usia sekolah dasar hingga ibu-ibu yang sibuk berjoget dengan alunan musik khas Betawi seperti lagu Kicir-kicir dengan penyanyi dan grup musik yang lihai memainkan perangkatnya.
Suasana adat Betawi terasa kentara ketika melihat berbagai hiasan di sudut ruangan, seperti ondel-ondel, alat musik tradisional, dan pengunjung berpakaian seperti abang dan none.
Kegiatan Perdana
Pegawai Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Pusat selaku panitia penyelenggara, Salma Talalu, mengatakan para peserta berasal dari sekolah, sanggar, dan RPTRA di Jakarta Pusat.
Kegiatan ini diakuinya adalah perdana dan dilaksanakan berdasarkan keinginan Gubernur DKI Jakarta terkait penyelenggaraan festival kebudayaan sepanjang tahun.
"Ini yang pertama kalinya ada acara seperti ini. Berdasarkan arahan Pak Gubernur yang ingin kegiatan sepanjang tahun," kata Salma.
Suku Dinas Pariwisata Jakarta Pusat mengaku RPTRA yang ikut partisipasi merupakan binaan dan difasilitasi dalam rangka menjaga kebudayaan Jakarta.
"Kami hanya memfasilitasi, tergantung RPTRA punya minat di bidang apa, baik angklung, marawis, dan lain sebagainya," ujarnya lagi.
Sedangkan bagi murid-murid sekolah dasar yang ikut serta, tergabung dalam kegiatan ektra kurikuler kesenian budaya tradisional, seperti Gambang Kromong.
Selain itu, para remaja setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) juga bersemangat dalam menyalurkan bakat dan kreativitas mereka dengan didampingi guru masing-masing.
Namun, penonton yang hadir tidak begitu banyak di gedung yang beralamat di Jalan KH Mansyur tersebut. Pengunjung didominasi oleh para peserta dan Suku Dinas Pariwisata Jakarta Pusat. Masyarakat lainnya tidak begitu memenuhi acara, mengingat acara dilangsungkan saat hari kerja.
Sebelumnya, Seni Palang Pintu yang merupakan adat khas Betawi ketika pernikahan sambil membawa roti buaya, juga digelar, termasuk beberapa kegiatan seni turut dilombakan, seperti Pencak Silat.
Wali Kota Jakarta Pusat, Bayu Meghantara mengatakan Gebyar Budaya Betawi bertujuan untuk menggali, mengembangkan, melestarikan, meningkatkan, dan membina seni Betawi khususnya di Jakarta Pusat.
"Acara ini merupakan wujud dari upaya kami untuk berperan aktif dalam mendukung pelestarian dan perkembangan seni budaya lokal di Jakarta," ujar Bayu.
Selain itu, kegiatan yang diselenggarakan dari 8 Oktober ini diharapkan dapat diapresiasi dan bisa memotivasi para seniman di Jakpus lebih bersemangat berkarya.
Dalam Gebyar Budaya Betawi, bibit-bibit unggul dalam bidang kesenian Betawi dapat terlihat dan dikembangkan.
"Saya bahagia dan bangga menyaksikan masyarakat Jakarta Pusat masih memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pelestarian dan pengembangan Seni Palang Pintu, Pencak Silat, Gambang Kromong dan Lenong yang dibuktikan melalui terselenggaranya kegiatan ini," ucap Bayu.
Festival budaya Betawi itu diikuti oleh 907 orang dari 65 grup yang berasal dari berbagai sanggar kesenian dan sekolah yang ada di Jakarta Pusat.
Pemkot Jakarta Pusat menjadikan acara itu sebagai upaya pelestarian budaya dan penyemarak Asian Para Games 2018.
Melestarikan Delapan Ikon
Mungkin banyak orang yang tidak tahu makna dan arti delapan ikon Budaya Betawi yang ditetapkan Plt Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono pada 1 Februari 2017.
Pertama, ondel-ondel sebagai lambang kekuatan yang memiliki kemampuan memelihara keamanan dan ketertiban, tegar, berani, tegas, jujur dan anti manipulasi.
Kedua, kembang kelapa (manggar) melambangkan kemakmuran, simbol dari kehidupan manusia yang bermanfaat sebagaimana manfaat pohon kelapa, sifat keterbukaan masyarakat dalam kehidupan seharihari, tatawarna (multikultur) kebudayaan yang hidup dan berkembang di Kota Jakarta.
Ketiga, ornamen gigi balangi sebagai lambang gagah, kokoh, dan berwibawa.
Keempat, baju sadariah sebagai identitas lelaki rendah hati, sopan, dinamis, dan berwibawa.
Kelima, kebaya kerancang sebagai lambang keindahan, kecantikan, kedewasaan, keceriaan dan pergaulan yang mengikuti kearifan, aturan, dan tuntunan leluhur. Tujuannya untuk memelihara keanggunan dan kehormatan perempuan.
Keenam, batik Betawi sebagai keseimbangan alam semesta untuk memenuhi hidup yang sejahtera dan berkah.
Ketujuh, kerak telor merupakan sisi kehidupan manusia yang mengalami perubahan lingkungan secara alamiah. Kerak Telor sebagai lambang pergaulan yang harmonis.
Kedelapan, bir pletok dimaknai sebagai penopang hidup sehat secara lahir dan batin. Serta sebagai upaya mengapresiasi serta mengisi hidup yang tidak boleh kendor sampai pada titik yang paling utama yakni matang.
pur/R-1
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kasad: Tingkatkan Kualitas Hidup Warga Papua Melalui Air Bersih dan Energi Ramah Lingkungan
- 2 Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut
- 3 Tak Tinggal Diam, Khofifah Canangkan Platform Digital untuk Selamatkan Pedagang Grosir dan Pasar Tradisional
- 4 PLN Rombak Susunan Komisaris dan Direksi, Darmawan Prasodjo Tetap Jabat Direktur Utama
- 5 Sosialisasi dan Edukasi yang Masif, Kunci Menjaring Kaum Marjinal Memiliki Jaminan Perlindungan Sosial
Berita Terkini
- Terus Bertambah, Polisi Tetapkan 22 Tersangka pada Kasus Judi Online yang Libatkan Oknum Komdigi
- Timnas MLBB Putri Raih Kemenangan Sempurna Pada Laga Perdana IESF 2024
- Melihat Padatnya Rangkaian Kegiatan Presiden Prabowo di KTT APEC
- Petrokimia Gresik Selangkah Lagi Memastikan Diri Rebut Tiket Grand Final Livoli
- Iran Diharapkan Mau Lakukan Perundingan Kesepakatan Nuklir Baru