Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keadilan Restoratif -- Robin Pattuju Dieksekusi ke Lapas Sukamiskin

Unsur Kesengajaan Harus Diperhatikan

Foto : Istimewa

Pakar Ilmu Hukum Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhammad Hayyanul Haq

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sebelum menerapkan keadilan restoratif, penegak hukum harus memperhatikan ada tidaknya unsur kesengajaan. Bila ada unsur kesengajaan, sebaiknya jangan menerapkan keadilan restoratif. Pendapat ini dikemukakan pakar Ilmu Hukum Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhammad Hayyanul Haq, di Mataram, Jumat (4/2).

Dia memandang, kesengajaan pelaku merupakan salah satu indikator penting bagi aparat penegak hukum sebelum menerapkan keadilan restoratif dalam penyelesaian suatu perkara.

"Dalam pandangan saya, yang menjadi indikator penerapan keadilan restoratif, bukan besar kecilnya suatu perkara, melainkan kesengajaan pelaku. Kalau pelaku sengaja berbuat kejahatan atau didasari oleh kesadaran otonomnya, terstruktur, dan sistematis, maka keadilan restoratif tidak bisa diterapkan," ujar orang yang biasa disapa Haq ini.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar "Implementasi Keadilan Restoratif di Indonesia: Kendala dan Solusi." Sebaliknya, keadilan restoratif dapat diterapkan apabila perbuatan tindak pidana pelaku dipengaruhi suatu sistem dari sekelompok orang lain atau hal-hal di luar dirinya.

"Kalau seseorang melakukan tindak kejahatan karena sistem, melakukan tindak kejahatan di luar pengaruh dirinya, maka sebetulnya dia tidak melakukan tindak pidana itu secara penuh atau berkesadaran. Maka, dalam konteks seperti ini keadilan restoratif bisa diterapkan," jelas Haq.

Terkait pelaksanaan keadilan restoratif di Indonesia, Haq mengimbau aparat penegak hukum untuk tidak hanya bersandar pada faktor-faktor objektivitas dan keseimbangan dalam penanganan suatu perkara. Selain itu, menurutnya, pelaksanaan keadilan restoratif sudah sepatutnya menyertakan transparansi kepada masyarakat.

"Perlu saya tambahkan, pelaksanaan keadilan restoratif membutuhkan transparansi. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ketidakpercayaan publik terhadap pelaksanaan keadilan restoratif," tandasnya. Dengan demikian, pelaksanaan keadilan restoratif dapat dilihat, dipahami, dan dipercayai rakyat sebagai penyelesaian perkara yang menjamin pemulihan di antara korban dan pelaku.

Dieksesuki

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana mantan penyidik KPK, Robin Pattuju, dan advokat Maskur Husain ke Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung. Keduanya adalah terpidana perkara suap terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di KPK.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, eksekusi dilakukan oleh Jaksa Eksekusi Hendra Apriansyah. "Dengan cara memasukkannya ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 11 tahun," ucap Ali. Selain itu, Robin juga dijatuhi pidana denda sebesar 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Selanjutnya, pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sejumlah 2,3 miliar rupiah. "Dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang dan dalam hal harta bendanya tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 5 bulan," kata Ali.

Sedang terpidana Maskur akan mendekam selama 9 tahun. "Penjatuhan pidana denda sebesar 500 juta rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ucap Ali. Kemudian, pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah 8,7 miliar rupiah dan 36 ribu dollar AS.

Dalam perkara itu, Robin bersama Maskur terbukti menerima suap senilai 11,025 miliar rupiah dan 36 ribu dollar AS (sekitar 513 juta rupiah), sehingga totalnya 11,5 miliar rupiah terkait pengurusan lima perkara dugaan korupsi di KPK.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top