![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Trump Jatuhkan Sanksi pada Mahkamah Pidana Internasional
Presiden AS Donald Trump (kanan) menerima PM Israel Benjamin Netanyahu saat konfenrensi pers bersama di Gedung Putih, 4 Februari 2025.
Foto: USA Today/GettyWASHINGTON - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Kamis (6/2) yang memberikan sanksi pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas penyelidikan "tidak berdasar" yang menargetkan Amerika dan sekutu dekatnya Israel, kata Gedung Putih.
Perintah Trump menyebutkan mahkamah pengadilan yang bermarkas di Den Haag itu telah "menyalahgunakan kekuasaannya" dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang mengadakan pembicaraan dengan presiden AS pada hari Selasa.
Perintah itu juga mengatakan bahwa pengadilan tersebut telah terlibat dalam "tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika dan sekutu dekat kami, Israel," mengacu pada penyelidikan ICC terhadap dugaan kejahatan perang oleh anggota militer AS di Afghanistan dan pasukan Israel di Gaza.
Presiden AS memerintahkan pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap pejabat, karyawan ICC, dan anggota keluarga mereka, bersama dengan siapa pun yang dianggap telah membantu penyelidikan pengadilan.
Sanksi tersebut merupakan bentuk dukungan setelah kunjungan Netanyahu ke Gedung Putih, di mana Trump mengungkap rencana AS untuk "mengambil alih" Gaza dan memindahkan warga Palestina ke negara-negara Timur Tengah lainnya.
Baik Amerika Serikat maupun Israel bukanlah anggota pengadilan tersebut.
Tidak ada reaksi langsung dari ICC.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan pada tanggal 21 November untuk Netanyahu, mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant, dan kepala militer Hamas Mohammed Deif, yang menurut Israel telah tewas.
Surat perintah yang disetujui setelah permohonan jaksa ICC Karim Khan pada bulan Mei, ditujukan untuk "kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan setidaknya sejak 8 Oktober 2023 hingga setidaknya 20 Mei 2024."
Selama masa jabatan pertamanya, Trump menjatuhkan sanksi keuangan dan larangan visa kepada jaksa ICC saat itu, Fatou Bensouda, dan pejabat senior serta staf lainnya pada tahun 2020.
Menyebutnya sebagai "pengadilan kangguru", pemerintahannya saat itu mengambil langkah tersebut setelah Bensouda, warga kelahiran Gambia, meluncurkan penyelidikan terhadap tuduhan kejahatan perang terhadap tentara AS di Afghanistan.
Meskipun perintahnya saat itu tidak menyebutkan nama Israel, pejabat pemerintahan Trump mengatakan mereka juga marah Bensouda membuka penyelidikan terkait situasi di wilayah Palestina pada tahun 2019.
Presiden Joe Biden mencabut sanksi itu segera setelah menjabat pada tahun 2021.
Jaksa Khan kemudian secara efektif mengeluarkan Amerika Serikat dari penyelidikan Afghanistan dan malah berfokus pada Taliban.
Biden mengecam keras surat perintah "keterlaluan" terhadap Netanyahu pada bulan November.
DPR AS meloloskan rancangan undang-undang bulan lalu untuk memberikan sanksi kepada ICC, tetapi Senat Demokrat memblokirnya minggu lalu, dengan mengatakan RUU itu dapat menjadi bumerang bagi sekutu dan perusahaan AS.
Namun Demokrat juga menyatakan kemarahannya terhadap sanksi terhadap Netanyahu.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Lili Lestari
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 3 Masyarakat Bisa Sedikit Lega, Wamentan Jamin Stok daging untuk Ramadan dan Lebaran aman
- 4 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 5 Danantara Jadi Katalis Perekonomian Nasional, Asalkan...