Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Kebijakan Energi - Banyak Subsidi BBM Tak Tepat Sasaran

Transisi EBT Ringankan Beban APBN

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus mengakselerasi transisi dari energi fosil ke energi hijau (EBT). Sebab, jika tidak, APBN akan selalu tersandera oleh subsidi energi fosil.

Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Tata Mustasya, menjelaskan subsidi dan kompensasi BBM yang sangat besar atau lebih dari 500 triliun rupiah menunjukkan ketergantungan terhadap energi fosil saat ini. Kebergantungan tersebut tidak hanya merusak lingkungan dan menjadi penyebab krisis iklim, tetapi juga membahayakan ketahanan energi atau energy security dan akses ke energi.

"Tingginya harga minyak ini sangat mungkin tidak hanya bersifat sementara, tetapi menjadi keseimbangan baru. Ketergantungan tersebut menyebabkan pemerintah (saat ini dan ke depan) akan berada terus dalam pilihan sulit, menaikkan harga BBM yang bakal memberatkan warga terutama yang berpendapatan rendah atau mengalokasikan subsidi dalam jumlah yang tidak masuk akal," tegasnya pada Koran Jakarta, Minggu (28/8).

Dia mengatakan situasi saat ini merupakan peringatan keras bagi Indonesia untuk memulai langkah ambisius beralih ke energi bersih dan terbarukan, tidak ada pilihan lain. Dalam jangka pendek, pemerintah harus mengurangi subsidi dan kompensasi BBM secara bertahap dengan meminimalisasi dampak terhadap kelompok ekonomi bawah, terhadap kelompok hampir miskin dan miskin.

"Pada saat bersamaan, pemerintah harus segera memiliki peta jalan yang jelas dan ambisius untuk beralih ke energi bersih dan terbarukan seperti energi matahari yang jumlahnya melimpah. Dan diterapkan dgn beralih ke kendaraan listrik dengan orientasi transportasi publik massal," ungkap Tata.

Dalam kesempatan terpisah, Salamudin Daeng mengatakan subsidi BBM kunci, bukan kenaikan harga BBM sebagai kunci. BBM boleh naik, juga boleh turun, namun ini variabel yang terikat, bukan variabel bebas. Variabel yang bebas adalah variabel subsidi APBN untuk BBM.

Variabel ini punya kebebasan penuh karena merupakan otoritas penguasa, DPR RI, Presiden , dan bendaharanya Menteri Keuangan. "Beliaulah yang menentukan besar uang untuk subsidi BBM. Pertamina hanyalah operatornya, tak berdaya. Kalau memang Presiden Indonesia masih fosil minded maka subsidi BBM tetap akan berlanjut," ucapnya.

Subsidi Bocor

Dia menganalogikan APBN Indonesia itu sangat hitam seperti minyak dan batu bara Indonesia mendapatkan uang banyak dari fosil. Dana tersebut dikembalikan sebagai subsidi BBM bagi yang memerlukan.

Sayangnya, semua truk pengangkut sawit, batu bara, minyak ekspor dan logistik peritel besar memakai BBM subsidi. Demikian juga semua sumber daya alam (SDA) Indonesia yang diangkut ke luar negeri dengan bahan bakar fosil subsidi ratusan triliun.

Karena itu, APBN akan tetap mensubsidi BBM dalam jumlah besar, meskipun nanti pada Desember 2022 RI akan memimpin semua negara hebat di dunia dalam G20 Presidency. Sebagai Presidensi G20, RI akan memimpin untuk melaksanakan, membangun, dan mengembangkan EBT dalam agenda utama transisi energi.

Menurut Daeng, isu yang sebenarnya yang ramai diperbincangkan sekarang ini bukanlah kenaikan harga BBM, melainkan upaya pemerintah mencari uang banyak agar tetap memberikan subsidi besar kepada energi fosil.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top