Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tragis, Covid-19 Ciptakan Yatim Piatu

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Beberapa hari belakangan banyak diberitakan seorang bocah harus menjalani isolasi mandiri sendiri di rumah karena kedua orang tuanya telah direnggut Covid-19. Anak itu bernama Alviano Dava Raharjo (Vino) yang kini hidup sebatang kara di Kutai Barat, Kaltim. Para penonton televisi terharu dan ikut terisak melihat tatapan kosong mata Vino, meski bermain game dengan telepon genggamnya di pintu rumah.

Bocah yatim piatu itu telah menggugah hati banyak orang baik untuk mendampingi sampai mengambil anak atau mengadopsinya. Hati orang-orang baik itu tak sampai hati membiarkan bocah yatim itu menjalani hidup seorang diri. Namun kerabatnya ingin menjaganya sampai dewasa.

Kini bocah 10 tahun ini telah mengetahui kedua orang tuanya meninggal dunia. Dia kemudian berharap bisa menemui neneknya di Sragen, Jawa Tengah. Apakah hanya Vino yang kehilangan ayah ibunya: Kino Raharjo dan Lina Savitri, akibat Covid-19?

Tidak hanya Vino! Ada juga berita bahwa bocah bernama Arga duduk termangu di Pemakaman Kelambu Kuning, Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Ia menggunakan baju koko berwarna biru lengkap dengan peci.

Tatapannya kosong. Tangannya tak berhenti bergerak. Anak 13 tahun itu didampingi saudara-saudaranya menyaksikan pemakaman sang ibu, Minggu (25/7). Ini siapa bisa merasakan kesedihannya? Sebab baru dua hari sebelumnya, sang ayah juga meninggal. Keduanya wafta juga karena Covid-19. Arga tidak sendiri ditinggal orang tuanya. Tetapi juga kakaknya, Arya (17), dan dua adiknya, Abay (10), dan satu lagi yang berusia 4 tahun.

Vino dan Arga hanya contoh betapa Covid telah menciptakan anak-anak menjadi yatim piatu. Pasti jauh lebih banyak anak-anak yang senasib dengan Vino dan Arga, hanya tidak diberitakan. Lalu, pelajaran apa yang bisa diambil dari kisah dua bocah tersebut?

Pertama, tentu jangan main-main dengan Covid-19. Sampai sekarang masih begitu banyak orang sembrono, cuek, tidak acuh dan tidak peduli protokol kesehatan. Mereka tidak pernah mau mengenakan masker. Mereka lupa bahwa tidak mengenakan masker bisa menulari orang lain. Risiko tidak hanya diri sendiri tetapi juga ke orang lain. Mereka ini orang-orang bebal!

Kedua, kejadian yang menimpa Vino dan Arga hampir bersamaan dengan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada 23 Juli. Kondisi semakin membuat trenyuh kalau melihat temanya, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju." Kedua bocah tersebut sama sekali tak terlindungi dari serangan ganasnya Covid-19 karena kedua orang tua mereka telah direnggutnya.

Padahal tema HAN 2021 bermaksud bahwa dalam situasi pandemi tidak boleh menyurutkan perlindungan kepada bocah-bocah. Tetapi sikap orang-orang bebal (tidak mau memakai masker dan berkerumun) telah membuat anak tidak terlindungi. Sikap orang-orang bebal itu telah membuat orang tua mereka ketularan virus korona yang disebarkan orang-orang yang tak mau memakai masker dan selalu berkerumun.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi pun mengingatkan masyarakat agar bersikap peduli dan melindungi anak-anak di lingkungan terdekat. Ini menjadi keprihatinan bersama. Di masa pandemi anak tidak bisa bermain. Anak-anak tidak berkembang maksimal.

Seto mengajak orang dewasa melindungi anak-anak dengan mengenalkan protokol kesehatan kepada mereka di masa pandemi. Bukan justru sebaliknya, mengenalkan diri tidak bermasker. Mari melindungi anak-anak secara maksimal dari potensi terenggutnya kedua orang tua mereka. Tanpa orang tua, bocah-bocah tidak akan berkembang optimal. Caranya? Ya, ketat memakai masker (ganda) dan tidak berkerumun!


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : M. Selamet Susanto

Komentar

Komentar
()

Top