Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemilu 2024

“Tragedi 2019" Jangan Terulang

Foto : Litban KJ/and/ones

Grafis. Korban Jiwa Pemilu 2019

A   A   A   Pengaturan Font

Tragedi Pemilu 2019 diharapkan tidak terulang pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Gelaran Pemilu 2019 diwarnai musibah besar ketika lebih dari 800 pekerja pemilu meninggal dunia.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terdapat 894 petugas penyelenggara adhoc, mulai dari kelompok panitia pemungutan suara (KPPS), panitia pemungutan suara (PPS), hingga panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan 5.175 petugas sakit. Dugaan kematian itu akibat mereka kelelahan, sakit bawaan, dan juga karena mengalami kecelakaan.

Tragedi itu sangat ironis karena mereka meninggal tanpa perlindungan jaminan sosial. Padahal, setiap pekerja walau apapun jenis pekerjaannya berhak atas perlindungan jaminan sosial sebagaimana diatur dalam hak konstitusi, yakni UUD 1945 Pasal 28 ayat (3).

"Tanggung jawab perlindungan jaminan sosial bagi pekerja pemilu adalah pemerintah selaku penanggung jawab pelaksanaan pemilu, baik penyelenggara pemilu di tingkat nasional maupun daerah," kata Ketua Bidang II Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) Ahmad Ansyori, kemarin.

Menurut dia, tidak didaftarkannya pekerja Pemilu 2024 dalam program jaminan sosial merupakan pelanggaran hak konstitusi bagi warga negara yang berdampak luas terhadap beban ekonomi keluarga dan masyarakat.

Ia juga menghitung petugas ad hoc Pemilu 2024, di antaranya panitia pemilihan kecamatan, kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) hingga KPPS luar negeri total sebanyak 8.612.330 orang.

Belum lagi jumlah panitia pengawas pemilu (panwaslu), yakni panwaslu kecamatan sebanyak 21.603 orang, panwaslu kelurahan/desa 83.436 orang, dan pengawas tempat pemungutan suara 814.461 orang.

"Jaminan sosial adalah bagian dari hak asasi manusia, dan negara Indonesia berkomitmen memenuhi hak jaminan sosial setiap penduduk. Mari bersama berkontribusi untuk Indonesia maju didukung jaminan sosial yang kuat," kata Ansyori yang merupakan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) 2014-2019.

Menurutnya, para pekerja Pemilu 2024 berhak mendapatkan jaminan sosial dari penyelenggara pemilihan umum. "Pekerja pemilu merupakan pekerjaan dengan risiko tinggi, sehingga harus dilindungi oleh jaminan sosial," tegasnya.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pekan lalu memastikan ada jaminan perlindungan sosial dan pengecekan kesehatan untuk anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara yang bertugas dalam Pemilu 2024. Di luar itu, KPU juga hanya menerima anggota KPPS dengan usia maksimal 55 tahun dan dalam keadaan sehat.

Hasyim menjelaskan kebijakan itu bertujuan mencegah anggota KPPS meninggal dunia saat bekerja selama pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024. "Dalam kondisi sehat ini juga pemerintah daerah memberikan dukungan berupa pemeriksaan kesehatan, fasilitas medis kepada para badan ad hoc termasuk anggota KPPS. Demikian juga untuk jaminan sosial penyelenggara pemilu, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan," kata Hasyim.

The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy Research mengingatkan KPU untuk memastikan kembali kesiapan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebelum menjalankan tugasnya pada hari pemungutan suara.

"KPU seharusnya sudah belajar dari pengalaman Pemilu 2019. Mempersiapkan personel KPPS agar dapat bekerja dengan optimal pada hari H pemungutan dan penghitungan suara," kata Manajer Riset dan Program TII Arfianto Purbolaksono dalam keterangan tertulis di Jakarta, beberapa hari lalu.

Ia mengatakan pelatihan bagi personel KPPS sangat penting agar semua anggota dapat menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan begitu, tidak muncul kesalahan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.

Arfianto menambahkan kesiapan petugas KPPS dalam penyelenggaraan pemilu sangat penting untuk mencegah munculnya kekacauan yang timbul di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Selain itu, kesiapan petugas KPPS juga untuk mencegah berlarut-larutnya pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sehingga tidak menimbulkan persoalan kesehatan bagi mereka, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019.

Ia mengingatkan KPU untuk dapat mengawasi jalannya proses yang terjadi di daerah mengenai adanya dugaan kasus-kasus pemotongan uang makan, uang transportasi hingga honor yang yang beredar di pemberitaan media massa dan media sosial. "Jangan sampai ada pemotongan honor oleh oknum tertentu yang membuat kinerja KPPS terhambat sehingga dapat mengganggu jalannya pemungutan suara," tegasnya.

Terlebih, pada Sabtu kemarin, Ketua KPPS Kelurahan Baturaja Permai, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan meninggal dunia usai mengikuti sosialisasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Pilpres dan Pileg Pemilu 2024. "Korban bernama Ferry Alamsyah diduga kelelahan setelah mengikuti pengarahan penggunaan Sirekap Pilpres dan Pileg 2024 pada Jumat (2/2)," kata Anggota KPU OKU, Mario di Baturaja, Sabtu.

Dia mengatakan, Ferry Alamsyah diketahui baru delapan hari dilantik sebagai Ketua KPPS di Kelurahan Baturaja Permai, Kecamatan Baturaja Timur. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, korban mengalami pecah pembuluh darah di bagian kepala akibat tekanan darah tinggi dengan tensi 250 per 140.

Simulasi Kesiapan

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz menilai KPPS berperan penting dalam menyukseskan pelaksanaan Pemilu yang akan bergulir pada 14 Februasi 2024 nanti. Oleh karena itu, kesiapan KPPS harus menjadi perhatian, tidak hanya dalam menjaga keberlangsungan proses pemungutan suara yang adil, tapi juga dari segi kesiapan kesehatannya.

Menurutnya, petugas KPPS mesti melakukan simulasi-simulasi terkait proses pemungutan suara. Selain melengkapi proses bimbingan teknis (bimtek) yang telah diberikan, simulasi dapat menjadikan KPPS lebih siap.

"Sehingga nanti ketika jalannya penghitungan suara misalnya yang sangat melelahkan prosesnya itu, itu bisa lebih terbiasa gitu ya. Sehingga pekerjaannya pun juga lebih mudah, nggak harus mikir dua kali misalnya, dan seterusnya," ujar Kahfi, kepada Koran Jakarta, Minggu (4/2).

Dia menyebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberi perhatian lebih terhadap hal tersebut dengan memberi batasan usia anggota KPPS maksimal 55 tahun. Salah satunya dengan memberi materi risk management dalam proses bimtek.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara, Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top