Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Asmat Melihat Dunia

Tradisi Ukir yang Menembus Mancanegara

Foto : foto-foto: Dok. Panitia Asmat Melihat Dunia
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam upaya melestarikan budaya dan tradisi ukir Asmat, acara pameran Asmat Melihat Dunia diluncurkan atas kerja sama antara Yayasan Widya Cahaya Nusantara (YWCN) dengan Rumah Asuh (RA). Terbuka untuk umum hingga 8 Juni 2018, pengunjung belajar lebih jauh mengenai Asmat melalui karya ukiran yang dipamerkan dalam jumlah banyak - tak kalah dengan koleksi ukiran Asmat di Metropolitan Museum of Art di New York.

Diakui sebagai World Heritage Site oleh UNESCO, Asmat memiliki museum yang patut dilestarikan dan dimodernisasi, berisi beragam hasil karya dan kekayaan budaya yang telah turun-temurun dari generasi ke generasi. Terletak di Agats Asmat, Papua, kondisinya saat ini cenderung dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan segala hasil karya yang belum dipamerkan sebagaimana mestinya di dalam museum.

RA didukung YWCN yang diketuai Brunoto Suwandrei Arifin membangun rencana revitalisasi Museum Asmat (MA) yang telah didasari hasil studi terhadap tiga museum lain yang memamerkan hasil ukiran Asmat di New York, Amsterdam, dan Paris.

Melalui pameran Asmat Melihat Dunia, RA dan YWCN menjadikan pameran ini sebagai perkenalan kembali masyarakat Indonesia kepada budaya Asmat, terutama untuk generasi muda Indonesia, dengan harapan kelak dapat mendukung usaha renovasi MA serta melestarikan budaya dan seninya dalam jangka panjang.

Hal ini disampaikan secara kolektif oleh Yori Antar (arsitek, penggagas RA), Brunoto Suwandrei Arifin (entrepreneur, Ketua YWCN), dan Mitu M Prie (konsultan komunikasi seni dan budaya).

"Kesenian dan budaya Asmat sudah terkenal di seluruh dunia. Bahkan, nama Asmat bagaikan figur/sosok selebritis yang banyak mengisi berbagai museum ethnography. Kehadiran kesenian Asmat nyaris seperti lagu wajib. Artefaknya hadir di mana-mana, khususnya di negara-negara maju. Namun, apakah Asmat telah dikenal baik di Indonesia? Rasanya pertanyaan ini perlu dijawab, khususnya oleh Generasi zaman now," ungkap Yori Antar.

Asmat Melihat Dunia dibagi menjadi enam area berdasarkan tema karyanya, yaitu People, Home & Culture, Warrior, Asmat & Modern Approach, Tree, dan Water. Ukiran tema People mewakili leluhur, kerabat atau tokoh yang dihormati; Home & Culture mencakup bentuk Rumah Jeuw yang sakral dan dipercaya pertama kali dibangun Dewa Fumeripitsj, serta Eme (tifa) yang bunyinya mengiringi tarian-tarian Asmat; Warrior merefleksikan panggilan jiwa lelaki Asmat yang membaktikan diri untuk berburu dalam bentuk tombak, busur, dan panah sebagai senjatanya; Asmat & Modern Approach mempersembahkan kepiawaian Asmat dalam mengembangkan daya artistik ukiran menjadi lampu; Tree mewakili pedoman hidup Asmat yang bertumpu pada alam yang lestari, terutama pohon yang juga dijadikan refleksi dalam hidup mereka; dan Water dipersembahkan dalam ukiran berbentuk perahu, menceritakan kemenangan Dewa Fumeripitsj di atas perahu lesung dalam pertarungan dengan buaya, serta keyakinan Asmat bahwa perahu merupakan kendaraan para leluhur menuju surga.

Mengenai konsep acara dan pameran Asmat Melihat Dunia, Jenfilia S. Arifin dari YWCN Youth menambahkan, akan lebih menarik, bila karya seni dan budaya itu disajikan sesuai dengan trend masa kini, sehingga mendapatkan perhatian lebih luas dari anak-anak muda. "Asmat Melihat Dunia dikemas sedemikian rupa dengan konsep kekinian, sehingga dapat memunculkan seni dan budaya Asmat lebih kepermukaan," ujarnya. pur/R-1

Diminati Dunia Internasional

Banyak suku di Papua ini harus membiasakan diri hidup di bawah garis kemiskinan. Lantaran sudah kental dengan stigma itu, hal-hal hebat tentang mereka pun tertutupi. Termasuk kehandalan orang-orang Asmat dalam seni ukir yang sebenarnya sudah diakui dunia. Bahkan tersimpan pada museum New York. Berikut beberapa diantaranya.

  1. Perisai

Perisai dari suku Asmat tentu menjadi oleh-oleh yang banyak dicari ketika berkunjung ke Papua. Sehingga benda ini mahal harganya. Hal ini dipengaruhi bagaimana ukiran-ukiran yang dibuat begitu detail dan rumit. Dan seolah-olah hanya suku asal Papua tersebutlah yang mampu membuatnya. Ciri khas dari perisai ini berbentuk persegi panjang dengan lengkungan pada ujung atas atau bawahnya. Ciri khas itulah menjadikan barang ini mahal serta banyak dicari.

  1. Patung nenek moyang

Keindahan alam Papua memang hal yang tidak terbantahkan. Mungkin hal tersebutlah yang banyak mempengaruhi ukiran patung suku Asmat. Pasalnya, lewat keindahan ukiran patung tersebut banyak wisatawan luar negeri ingin memilikinya. Hal ini dikarenakan bentuk patung yang selalu unik dan mengandung makna. Ditambah lagi pewarnaan yang menggunakan tumbuh-tumbuhan dan setiap warna memiliki makna tertentu. Tak ayal membuat banyak orang luar negeri mau membayar mahal karya seni tersebut.

  1. Patung hewan khas Papua

Selain berbentuk manusia, pahatan patung suku Asmat juga berbentuk hewan. Dan hewan yang sering dijadikan model untuk karyanya adalah Kasuari. Burung ini dipilih karena dekat dengan kehidupan mereka. Biasanya pembuatan begitu detail dari mulai mata sampai badan. Hal unik saat proses pembuatannya adalah menggunakan alat sederhana berupa kapak batu dan taring babi untuk menghaluskan patung tersebut. Berbagai macam pahatan hewan tersebut nantinya ditambahkan bulu untuk menambahkan kesan indah.

  1. Patung wajah-wajah

Berbicara patung karakter orang yang disusun ke atas tentu suku Maya paling terkenal. Tapi benda tersebut juga dibuat Suku Asmat. Biasanya mereka membuat dengan bersusun hingga maksimal lima lapis. Meskipun kalah tenar dari patung Suku Maya tetapi karya Suku Papua ini tergolong unik, dengan selalu detail pada setiap patungnya ditambah setiap karakternya juga berbeda, tidak ada kesamaan antar patung.

  1. Kano

Kano menjadi barang Suku Asmat yang tidak kalah mahal harganya. Pasalnya, benda yang juga digunakan sebagai transportasi suku tersebut, memiliki kualitas baik dan memiliki ukiran unik khas suku asli Papua tersebut. Biasanya memiliki panjang 15 meter dan muat untuk 3-4 orang. Hal ini tentu menjadikan Suku Asmat tidak hanya mampu membuat karya seni, tetapi juga mampu membuat alat transportasi sendiri. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top