Tiongkok Kritik UU Antinarkoba AS
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian
Foto: AntaraBeijing - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian mengatakan beberapa politikus Amerika Serikat (AS) hanya memutarbalikan fakta terkait masalah peredaran narkoba hingga harus mengusulkan Rancangan Undang-undang (RUU) yang ditujukan ke Tiongkok.
"Tiongkok tentu tidak akan menerimanya ketika beberapa politikus AS memutarbalikkan fakta dan menggunakan disinformasi untuk mencoreng upaya antinarkotika Tiongkok," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Rabu (18/12).
Seperti dikutip dari Antara, Beberapa anggota parlemen AS dari dua partai pada hari Selasa (17/12) mengusulkan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) yang bertujuan untuk menindak tegas peran Tiongkok dalam krisis fentanil AS.
Ketiga RUU tersebut diharapkan dapat membantu menyelamatkan nyawa sekaligus dan membantu memastikan bahwa perusahaan-perusahaan di Tiongkok yang memproduksi dan mengekspor bahan kimia mematikan dimintai pertanggungjawaban.
"Tiongkok memiliki tekad dan hukuman terberat terhadap narkoba dan kami memiliki salah satu rekam jejak antinarkotika terbaik di dunia. Tiongkok telah memasukkan jumlah zat terlarang terbanyak dan memiliki pengendalian narkoba paling ketat di dunia," ungkap Lin Jian.
Setiap hari, kata Lin Jian, otoritas antinarkotika Tiongkok memberantas peredaran bahan kimia prekursor secara ilegal sesuai dengan hukum dan memastikan bahwa perusahaan terkait menjalankan bisnis mereka sesuai dengan hukum dan peraturan.
"AS perlu mencari akar penyebab masalah penyalahgunaan narkoba. Kami menyerukan kepada para politikus AS untuk mengatasi masalah-masalah ini secara langsung dan mengambil langkah-langkah yang lebih praktis untuk memperkuat pengendalian narkoba dan mengurangi permintaan di dalam negeri, dibanding menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam," tegas Lin Jian.
RUU yang diusulkan tersebut rencananya akan meminta pertanggungjawaban Partai Komunis Tiongkok (PKC) yang berkuasa di Tiongkok karena "secara langsung memicu krisis fentanil melalui subsidi negara terhadap prekursor" dan "gagal secara agresif mengejar eksportir zat-zat yang mematikan atau mengawasi platform e-commerce di Tiongkok untuk penjualan fentanil".
Satu RUU yaitu RUU Sanksi Fentanil PKC yang diusulkan anggota Partai Demokrat Jake Auchincloss, akan mengatur kewenangan AS untuk memutus perusahaan-perusahaan Tiongkok dari sistem perbankan AS, termasuk kapal, pelabuhan, dan pasar daring yang "secara sadar atau tidak hati-hati" memfasilitasi pengiriman narkotika sintetis ilegal.
Sedangkan dua RUU lainnya mengatur pembentukan satuan tugas dari badan-badan AS untuk melakukan operasi gabungan untuk memutus jaringan perdagangan manusia dan mengenakan sanksi perdata kepada entitas-entitas di Tiongkok yang gagal menerapkan transparansi dan perlindungan terkait pencegahan perdagangan narkoba.
Tarif Tambahan
Sebelumnya Presiden terpilih AS Donald Trump di media sosial yang mengatakan bahwa ia "sudah banyak bicara dengan Tiongkok tentang sejumlah besar obat-obatan terlarang, khususnya fentanil, yang dikirim ke AS - tetapi tidak ada hasilnya... dan obat-obatan terlarang mengalir ke negara kita,".
Trump pun menyebut AS akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada Tiongkok untuk semua impor Tiongkok pada hari pertama Trump menjabat yaitu 20 Januari 2025.
Trump juga menuding Beijing tidak mengambil tindakan cukup tegas untuk menghentikan aliran narkoba ke AS dari Meksiko. Jika Tiongkok tak bisa menghentikan narkoba, tarif tambahan sebesar 10 persen akan diberikan pada semua produk yang masuk ke AS.
Tiongkok sebelumnya sudah berjanji akan membendung ekspor barang-barang yang terkait dengan produksi opioid fentanil, penyebab utama overdosis obat di AS.
Fentanil awalnya diresepkan dokter untuk meredakan rasa sakit. Namun kemudian, fetanil menyebabkan epidemi kecanduan di AS dengan kasus overdosis yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya.
Selama beberapa tahun terakhir, AS menyebut Tiongkok sumber utama bahan kimia prekursor (bahan dasar) yang kemudian disintesis menjadi fentanil oleh kartel narkoba di Meksiko. Tiongkok berulang kali menyangkal tuduhan AS ini.
Berita Trending
- 1 Usut Tuntas, Kejari Maluku Tenggara Sita 37 Dokumen Dugaan Korupsi Dana Hibah
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Satu Dekade Transformasi, BPJS Ketenagakerjaan Torehkan Capaian Positif
- 4 Pengamat: Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Dieksploitasi "Pemain" Judol
- 5 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
Berita Terkini
- STY Harus Temukan Formasi Baku Timnas Indonesia agar Bisa Kalahkan Filipina
- Tingkatkan Kunjungan Wisatawan, TMII Siapkan Berbagai Acara Sambut Libur Natal dan Tahun Baru
- Cara Cerdas Ini Dilakukan ASDP untuk Cegah Calo saat Angkutan Natal dan Tahun Baru
- Aldi Haqq Rilis Single Terbaru Bertajuk ‘Sunda Strait’
- Matangkan Taktik, Bali United Bidik Hasil Maksimal Ketika Hadapi Madura United