Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran - Defisit APBN 2019 Diperkirakan Bisa Capai 2,21 Persen terhadap PDB

Tinjau Ulang Rencana Insentif Pajak

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Defisit anggaran negara tahun ini diperkirakan melebar hingga melampaui target yang ditetapkan dalam APBN 2019 seiring dengan tingginya pengeluaran di tengah melambatnya pertumbuhan penerimaan perpajakan.

Ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, memproyeksikan defisit anggaran pada akhir 2019 berpotensi mencapai 2,21 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), melebar dari target dalam APBN 2019 sebesar 1,84 persen terhadap PDB. "Defisit anggaran pada akhir 2019 bisa mencapai 356,19 triliun rupiah," kata Satria, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Satria mengatakan prediksi ini dengan asumsi pola penerimaan pajak serta realisasi belanja yang terjadi pada periode Januari-Mei 2019 terus berlanjut hingga akhir tahun.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit anggaran pada akhir Mei 2019 tercatat 0,79 persen terhadap PDB atau sekitar 127,5 triliun rupiah. Realisasi ini lebih tinggi dari periode sama 2018 sebesar 93,5 triliun rupiah atau 0,63 persen terhadap PDB. Realisasi defisit anggaran Januari-Mei 2019 itu berasal dari pendapatan negara sebesar 728,5 triliun rupiah dan belanja negara sebanyak 855,9 triliun rupiah.

Dalam periode ini, pendapatan negara kurang terakselerasi karena ada pertumbuhan penerimaan perpajakan yang melambat dibandingkan periode akhir Mei 2018. Padahal, kegiatan belanja pemerintah sedang tumbuh pesat terutama untuk kementerian lembaga seiring dengan tingginya belanja pegawai dan barang.

"Defisit anggaran yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menyebabkan pemerintah harus mengalibrasi ulang rencana fiskal, termasuk pemberian insentif pajak yang telah direncanakan," kata Satria.

Baca Juga :
Butuh Sumur Bor

Kebijakan Fiskal

Dalam kondisi ini, Satria memperkirakan defisit anggaran, yang diasumsikan dalam pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro 2020 sebesar 1,52-1,75 persen terhadap PDB, berada dalam batas atas. Proyeksi batas atas itu terjadi karena target pertumbuhan pada 2020 sebesar 5,3 persen-5,6 persen memerlukan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif.

Selain itu, pemerintahan terpilih diperkirakan akan memberikan potongan pajak dan berbagai insentif fiskal lainnya untuk mengundang masuknya arus modal atau investasi pada 2020. Salah satu potongan pajak yang berpotensi diberikan sebagai insentif adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Menurut dia, penurunan tarif PPh Pasal 25 dari 25 persen ke 20 persen, berpotensi memperlebar defisit anggaran 71,45 triliun rupiah per tahun. "Terdapat juga berbagai keringanan pajak yang sedang disiapkan termasuk untuk sektor infrastruktur, properti maupun industri penerbangan," ujar Satria.

Selain itu, pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, mewacanakan penghapusan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPn- BM) untuk apartemen, pesawat, kapal pesiar, dan yacht (kapal pesiar). Dia beralasan penghapusan PPnBM, seperti yacht, bisa mendatangkan potensi devisa sebesar enam triliun rupiah.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengupayakan target defisit anggaran pada akhir 2019 bisa terjaga sesuai asumsi APBN sebesar 296 triliun rupiah atau 1,84 persen terhadap PDB. Dalam lingkungan yang dinamis seperti ini, menurut dia, pengelolaan defisit anggaran harus dilakukan secara hati-hati, terukur dan transparan agar kredibilitas APBN tetap terjaga.

Pengelolaan ini penting supaya realisasi pembiayaan tidak makin melebar dan APBN bisa menjadi stimulus untuk menggairahkan kembali perekonomian.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top