Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan Ekonomi | Inklusi Keuangan Lebih Banyak Berupa Tabungan ketimbang Investasi

Tingkatkan Kualitas Literasi Keuangan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kualitas inklusi dan literasi keuangan perlu ditingkatkan lagi ke depan guna mewujudkan Indonesia Emas 2045. Sebab, sektor keuangan selama ini menjadi pendukung utama perekonomian.

"Sektor keuangan adalah supporting dari sektor riil. Saat ini, peningkatan inklusi dan literasi keuangan memang tengah dipacu oleh pemerintah," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto, di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Senin (26/6).

Terlebih untuk inklusi keuangan, lanjut Teguh, pemerintah menargetkan mencapai 90 persen pada 2024. Padahal, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 85,10 persen.

Teguh menyebut indeks literasi dan inklusi memang semakin membaik. SNLIK adalah survei 3 tahunan di mana pada 2019, indeks literasi keuangan hanya 38,03 persen, sedangkan indeks inklusi sebesar 76,19 persen.

"Inklusi yang sifatnya benar-benar memanfaatkan layanan untuk kepentingan produktif itu belum banyak. Artinya memang untuk ke depan sektor keuangan yang perlu didorong adalah financial inclusion yang lebih berkualitas. Bagaimana mendorong masyarakat ini bisa memanfaatkan layanan dan jasa keuangan formal itu untuk kegiatan produktif," ujar Teguh.

Inklusi menjadi indikator kemajuan dan kesejahteraan ekonomi karena masyarakat dinilai sudah mampu mengakses produk dan jasa layanan keuangan formal sesuai kebutuhan. Namun, lanjut Teguh, mayoritas inklusi hanya kepemilikan dan akses, sehingga kualitasnya perlu ditingkatkan agar masyarakat benar-benar sejahtera dan ekonomi menjadi maju.

Teguh menegaskan saat ini inklusi keuangan lebih banyak berupa tabungan. Sedangkan untuk keperluan yang lebih produktif seperti investasi masih kalah jumlahnya. Teguh mencontohkan, sudah sering kali pemerintah mengeluarkan surat berharga negara (SBN) seperti sukuk.

Namun, minimnya pemahaman mengenai SBN juga sukuk membuat instrumen investasi tersebut hanya dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat. Dia pun mengambil contoh lain, yaitu sektor saham yang peningkatan investornya baru terjadi beberapa tahun ke belakang. Karena itu, terkait inklusi yang lebih produktif seperti investasi perlu terus ditingkatkan ke depan, utamanya melalui literasi yang berkualitas pula.

Teguh menilai dengan financial literacy yang lebih baik, ke depan masyarakat Indonesia akan lebih melek terhadap isu-isu keuangan. Dengan demikian, masyarakat dapat merencanakan masa depannya dengan lebih baik.

Langkah Progresif

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan berbagai langkah progresif untuk meningkatkan akses keuangan masyarakat khususnya di perdesaan, salah satunya dengan merilis program Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI). Program tersebut diharapkan dapat mempercepat pengembangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

"Program EKI ini berbeda dengan program kami sebelumnya, karena di sini kami tidak hanya melakukan event yang sekali selesai, namun juga melakukan pendampingan mulai dari pra-inkubasi, inkubasi, dan pasca-ikubasi," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, beberapa waktu lalu.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top