Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tingkat Kecemasan dan Depresi Meningkat Setelah Pemilu 2024

Foto : Haryo Brono/Koran Jakarta

Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, memaparkan hasil observasi terkait Kesehatan Jiwa dan Pemilu. Hasilnya setelah pesta demokrasi usai tingkat prevalensi kecemasan dan depresi mengalami peningkatan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Studi observasional terkait Kesehatan Jiwa dan Pemilu yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menyoroti kondisi kejiwaan masyarakat pasca penyelenggaraan Pemilu 2024. Hasilnya terjadi peningkatan kecemasan (anxiety) dan depresi (depression).

"Setelah Pemilu 2024 usari diketahui angka prevalensi kecemasan sedang-berat sebesar 16 persen dan depresi sebesar 17,1 persen," papar Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, melalui konferensi pers di Jakarta Rabu (27/2).

Hasil penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan temuan prevalensi kecemasan dan depresi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022. Selain itu data penelitian sebelum pemilu menunjukkan angka Depresi sedang-berat 6 persen dan gangguan emosi termasuk ansietas sedang dan berat 9,8 persen.

"Jadi terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaat setelah hari pencoblosan, yaitu antara 14 hingga 16 Februari 2024. Dan terlihat bahwa risiko nya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi Pemilu," ungkap Ray yang juga merupakan Ketua Health Collaborative Center (HCC) ini.

Dalam pemaparan hasil studi itu, tim peneliti dan inisiator Kaukus yang terdiri dari Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, Prof. Dr. Tjhin Wiguna, dan Kristin Samah menggunakan metodologi berupa survei. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan tingkat kesalahan (margin of error) 2 persen, sehingga bisa dikatakan kredibel dan mewakili kondisi di masyarakat Indonesia.

"Dengan responden sebesar 1077, studi ini juga menemukan bahwa risiko yang muncul terkait proses dan partisipasi Pemilu 2024 meningkatkan potensi kecemasan (ansietas) sebesar 2 kali dan risiko depresi pun meningkat hingga 3 kali lipat," katanya.

Menurut Prof. Nila F Moeloek yang merupakan inisiator kaukus, temuan ini menunjukkan bahwa perlu ada intervensi dan mitigasi khusus di masyarakat. Orientasi nya adalah mencegah supaya kecemasan dan depresi tidak memberat.

"Karena kita ketahui ansietas dan depresi ini adalah pintu masuk untuk gangguan jiwa serius bahkan bisa fatal, jadi dicegah," ungkap Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini.

Lebih lanjut tim peneliti Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa merekomendasikan agar pemerintah dan segenap komponen masyarakat perlu menjadikan suasana komunitas untuk tidak berlarut-larut membahas aspek konflik dan perbedaan politik pasca Pemilu. Sebaliknya perlu ada sudut pandang positif agar situasi pasca pemilu menjadi nyaman.

"Kaukus juga merekomendasikan penting adanya penguatan akses pelayanan kesehatan jiwa di tingkat komunitas dan layanan primer, termasuk membuka potensi konseling di puskesmas," ungkapnya.

Survei hubungan kesehatan jiwa dengan Pemilu 2024 ini menggunakan metode observasional kuantitatif dengandesain cross sectionalmelalui kuesioner daring (online). Instrumen yang digunakan adalah kuesioner GAD-7 dan PHQ-9 untuk mengukur status kesehatan jiwa. Kuesioner dilengkapi dengan modifikasi peneliti untuk mengukur persepsi tentang Pemilu dan status demografi.

Selain menemukan tingkat depresi dan ansietas, studi ini juga menemukan bahwa pemilu 2024 berhubungan erat dengan munculnya konflik diri, konflik external dan tekanan pihak lain dalam membuat pilihan. Aspek konflik dengan pihak lain terbukti berpotensi menimbulkan depresi sedang-berat pada 31,3 persen responden dengan tingkat risiko 2,5 kali lipat.

Sementara itu 4 dari 10 responden mengaku mendapat tekanan ketika harus memilih calon tertentu akibatnya berisiko depresi sedang-berat hingga 3,3 kali lebih besar. Studi juga menemukan, sebanyak 40 persen responden mengalami depresi sedang-berat akibat tekanan dalam memilih calon tertentu dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat.

"Sehingga temuan ini penting ditindaklanjuti dengan menggali akar dan sumber konflik yang lahir dari proses pemilu 2024," katanya.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top