Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kenaikan Harga I Perusahaan Ternak Besar Disinyalir Menampung Produksi Berlebihan

Tindak Penimbun Jagung Lokal

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kenaikan harga jagung lokal bukan karena produksi yang menurun, tetapi ulah beberapa perusahaan peternakan besar.

JAKARTA - Pemerintah melalui aparat penegak hukum harus menindaktegas perusahaan peternakan besar yang disinyalir menyerap dan menimbun produksi jagung lokal secara berlebihan, sehingga merugikan masyarakat karena harga di tingkat peternak kecil naik.

Penasihat Ahli Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHSC), Gunawan, di Jakarta, Rabu (7/11), mengatakan ulah perusahaan besar menimbun bahan pangan merupakan tindakan yang dilarang dalam Undang-Undang Pangan dan masuk ranah Hukum Pidana.

Selain pelanggaran hukum, pemerintah, jelas Gunawan, wajib menjaga stabilitas pasokan dan melakukan pembatasan bagi usaha pangan skala besar serta melidungi produsen pangan skala kecil baik petani maupun peternak. "Caranya dengan menindak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di pasar," kata Gunawan.

Tindak tegas diharapkan memberikan efek jera ke pada pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Dia juga menyarankan agar pemerintah ke depan membatasi penimbunan pangan pokok guna menjaga stabilisasi pasokan dan harga. Langkah itu, sekaligus untuk melindungi peternak kecil dari persaingan usaha. Kasus yang terjadi saat ini merupakan pembelajaran ke depan agar diantisipasi sejak dini dan menghindari kejadian serupa terulang.

Sebagai informasi, para peternak mengeluhkan tingginya harga jagung karena stok berkurang, sehingga mereka meragukan laporan Kementan yang mengklaim produksi jagung lokal surplus.

Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional, Ki Musbar Mesdi, menegaskan bahwa harga jagung yang sudah mencapai 5.300 rupiah per kilogram (kg) menandakan pasokan jagung di lapangan berkurang. "Ini bertolak belakang dengan kebutuhan jagung untuk bahan baku peternak yang sebesar 780 ribu ton per bulannya," kata Ki Musbar.

Alat Kontrol

Menanggapi kondisi tersebut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan kenaikan harga di tingkat peternak karena ulah dari beberapa perusahaan peternak besar yang menyedot produksi jagung lokal secara berlebihan. Mereka menimbun jagung lokal untuk menjaga pasokan bahan baku karena perusahaan mengurangi impor gandum dari luar negeri seiring dengan melemahnya rupiah yang berakibat pada kenaikan biaya untuk impor.

Perusahaan besar jelas Amran memberi pakan ternaknya dengan mencampur gandum dan jagung lokal. Dengan kenaikan tersebut, mereka menekan biaya dengan memperbesar porsi jagung lokal, padahal, Kementan telah memberi rekomendasi impor gandum 200 ribu ton. Namun itu tidak dimanfaatkan oleh perusahaan besar karena rupiah melemah dari level 13.000 per dollar AS menjadi 15.000 rupiah per dollar AS.

Hal itu kata Amran yang menjadi pertimbangan untuk mengimpor jagung 100 ribu ton di tengah produksi yang surplus hingga 4 juta ton dan ekspor 380 ribu ton di tahun ini. Kebijakan impor jagung tersebut kata Amran untuk melindungi peternak kecil.

"Impor jagung yang dilakukan pemerintah hanya sebagai buffer stok (penyanggah-red) dan menjadi alat kontrol harga saja," katanya. Jagung impor hanya digunakan jika harga pakan mengalami kenaikan tajam. Namun jika harga turun, pemerintah tidak akan mengelurkan jagung impor tersebut ke pasar.

Baca Juga :
Produksi Ikan Asin

"Ini baru mau impor 50 ribu ton oleh Bulog, itu pun pemerintah yang impor, bukan dilepas. Kalau harga turun, tidak mungkin dikeluarin, tidak boleh. Jadi impor sebagai alat kontrol saja," terang Amran.

Meskipun impor, dia menjamin stok jagung tidak defisit karena pekan lalu, Indonesia baru mengekspor sebanyak 380 ribu ton jagung. ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top